Selasa, 05 Agustus 2008

Dua Cerita

Sesi pertemuan kali ini dihadiri oleh (ki-ka): Uli, Anas, Wahyu, Indra, Selvi, Andika, dan saya. Kegiatan kali ini adalah membacakan karya yang sudah ditulis dari rumah. Andika menjelaskan kepada Indra, seorang pendatang baru, bahwa jika penulis mempunyai karya, silahkan dibawa ke forum Reading Lights Writers’ Circle. Karya itu akan di-share dengan teman-teman lain yang tak bakalan menanggapi dengan kritikan menyakitkan, tetapi dengan apresiasi kepada karya yang bersangkutan.


Ok. Dari sekian banyak orang, hanya dua orang yang membawa karya: saya dan Andika. Karena punya saya lebih pendek, maka sayalah yang pertama kali membacakan karya. Saya menulis cerita pendek yang berjudul ‘Tentang Laura’. Cerita pendek ini berisikan monolog seorang perempuan bernama Sati yang sedang di-tattoo gambar
Atman.

Selama di-tattoo, Sati teringat pada teman lamanya, Laura. Ia pun kembali pada masa kecilnya yang indah, sebagaimana pada saat-saat sedih ketika ia harus berpisah dengan Laura. Perasaannya bergejolak karena selama berpisah Sati sering mendengar kabar yang tidak enak mengenai temannya itu.

Sati tersentak saat melihat foto perempuan setengah telanjang dengan tattoo naga yang melingkar liar di punggungnya. Ia tersadar bahwa perempuan itu tak lain adalah Laura. Penampilan temannya itu berubah sangat drastis, satu-satunya yang membuatnya merasa mengenal Laura hanyalah sebuah tattoo Yin Yang dengan inisial S dan L di dalamnya. Sati ingat Laura pernah berjanji akan merajah tubuh dengan namanya dan nama Sati sebagai pertanda keabadian dan simbol bahwa mereka tak akan terpisahkan.

Sati lantas memutuskan turut menggambar tattoo Yin Yang di tubuhnya sebagai tanda kerinduannya kepada Laura. Ia ingin mereka saling bertemu, saling mengenang masa kecil, saling bersahabat, saling mencintai, saling bertukar cerita tidak suka laki-laki, atau sekadar saling bertanya, "Apa kamu masih suka dengan perempuan?"


"Gue suka, tulisannya lancar,” komentar Andika. “Sebaiknya tokoh Edo (penggambar tattoo) lebih dideskripsikan sehingga pembaca tidak kaget dengan tokoh Edo yang tiba-tiba ada."


Anas berkomentar, "Plot ceritanya sangat cepat perpindahannya, seperti tulisan saya dan Fadil. Saya juga belum tahu bagaimana menyiasatinya."


"Mungkin karena monolog, temponya jadi cepat,” sahut Andika. “Kalau seperti itu, sebaiknya disiasati dengan deskripsi."


Wahyu bertanya, "Atman itu apa sih?"


"Atman atau Aum itu
simbol, seperti lafadz Allah-nya Islam," jawab saya.


"Memangnya itu bahasa apa ya?" tanya Indra.


Saya menjawab, "Ini berasal dari agama
Hindu."


Peserta
the circle pun membahas buku The Da Vinci Code karangan Dan Brown yang begitu tebal padahal hanya terjadi dalam waktu satu hari. Menurut mereka plot-nya cepat sehingga tidak terasa bosan membacanya. Setelah itu, Andika mulai membacakan cerita pendeknya.


Cerita pendek Andika berkisah mengenai Ranto yang mempunyai sahabat seorang penulis bernama Hani. Suatu hari, Ranto pergi ke toko buku Reading Lights dan menemukan Hani sedang menyampul buku. Hani berkeluh kesah karena naskahnya dikritik oleh istri editor penerbitan Jalastocking. Ia kesal karena karyanya dikritik tanpa ditanya latar belakangnya menulis terlebih dahulu. Kemudian cerita bergulir ketika pembicaraan Ranto dan Hani menyerempet nama Francis, seorang komikus, yang menulis kisah Ranto
coming out Ranto seorang homoseksual. Ranto tidak menyukainya namun ia memendamnya.

Cerita berlanjut, Ranto menyudahi pembicaraan dan bersiap pergi ke travel dan ke Jakarta untuk mengikuti sebuah workshop penulisan. Di pul travel, ia kehilangan dompetnya. Ranto lantas kembali ke Reading Lights, melihat apakah dompetnya tertinggal di sana atau tidak. Ternyata dompetnya tidak ada, ia memutuskan kembali ke tempat travel sambil mencari dan bertanya kepada ibu-ibu yang menjual jamu, bapak yang bermain karambol, dan lainnya, apakah mereka melihat dompetnya. Hasilnya nihil. Ranto melapor ke polisi tetapi polisi tidak menemukan jalan keluar. Dengan perasaan kesal, ia kembali ke Reading Lights. Ranto kesal sekali karena ia tidak bisa pergi ke Jakarta. Dengan hilangnya dompet, Ranto merasa tidak takut kehilangan apapun termasuk teman sehingga ia memutuskan untuk menelepon Francis, dan mengatakan kalau ia tidak suka dengan Francis yang menulis kehidupan pribadinya. Cerita pun selesai.


Uli berkomentar, "Gue masih enggak ngerti tentang komik yang dibuat Francis. Sepertinya kurang dijelaskan tentang komik yang menceritakan kehidupan pribadinya Ranto."


"Mungkin bagi kita cerita itu tidak masalah karena ini komunitas kita dan kita merasa dekat dengan cerita itu,” komentar Anas. “Tapi kalau orang lain yang tidak tahu bagaimana?"


Andika menjawab, "Gue sudah berusaha keras untuk menggambarkan situasinya agar orang yang tidak tahu bisa mengerti."


Uli berkomentar lagi, "Gue enggak ngerti tentang istilah ‘keluar dari lemari’ di cerpen tadi. Itu apa sih maksudnya?"


"Iya, sebaiknya dijelaskan," tambah Indra.

Di Bahasa Inggris kan ada istilah closet homosexual,” terang Andika. “Kalau diterjemahkan maka akan jadi homoseksual dalam lemari. Jadi coming out gua terjemahkan sebagai keluar dari lemari.”


Anas bertanya, "Apa sih yang menyebabkan Ranto menjadi homo?"


Andika menjawab, "Sebenarnya enggak penting ya karena bukan itu yang mau dibahas dan enggak ada hubungannya sama cerita ini. Gue mau menceritakan tentang orang suka memendam perasaan, yang tidak jujur sama dirinya sendiri, bukan tentang kenapa ia bisa homoseksual."


Anas memandang saya. "Kan disini ada anak psikologi, mungkin bisa dijelaskan kenapa Ranto bisa homo."


Saya - yang hanya mendengarkan dan menulis apa yang saya dengar untuk blog ini - jadi merasa kena batunya. Saya protes, "Lho, Dika yang nulis, kok gue yang kena batunya?"


Setelah saya menjelaskan mengenai homoseksual, Andika meminta pendapat ke Wahyu. Wahyu bertanya, "Lo nulis berapa halaman?"


"Sebelas halaman," jawab Andika.


"Kalau gue sih, gue enggak bisa nulis sepanjang itu. Bawaannya ingin cepat selesai terus."


Saya bertanya ke Andika, "Dik, ceritanya si Ranto berlari dari Reading Lights ke travel. Travelnya seberapa jauh sih?"


Andika menjawab, "Itu lho, Ni, yang di Cihampelas."


"Wah… lari dari sini ke travel?" tanya saya lagi.


"Mungkin gue kurang menjelaskan jaraknya kali ya. Mungkin kalau orang lain yang baca, enggak tahu jarak dari sini ke travelnya bagaimana," ujar Andika.


Saya kembali bertanya, "Sebelumnya Ranto cerita kalau dia melewati tukang fotokopi, bapak yang main karambol, dan ibu yang menjual jamu. Lalu ketika ia kehilangan dompetnya, ia bertanya ke tukang fotokopi, bapak yang main karambol, dan ibu yang menjual jamu. Kok kayaknya terjadi pengulangan kata-kata ya?"


Andika menjawab, "Sebenarnya gue mau menekankan kalau ini jalan yang sering Ranto lewati tapi ia tidak pernah memperhatikan orang disekelilingnya, yaitu para penjual itu. Nah, gue mau menekankan bahwa orang hanya akan memperhatikan orang lain ketika ada butuhnya saja."


"Kayaknya kalau orang mencari dompet yang hilang di trotoar di malam hari, susah deh,” komentar Uli.


Saya bertanya, "Terus kok tadi ada tokoh di Reading Lights yang hanya dipakai inisial I dan R saja?"


"Bagi gue, tokoh I dan R itu enggak penting,” sahut Andika. “Jadi enggak diceritakan dan enggak digambarkan lebih lanjut. Jadinya gue kasih inisial saja."

Saya bertanya lagi, "Memangnya ada ya cerpen yang pakai inisial?"

"Sementara ini sih yang ada dipikiran gue adalah memberi inisial," jawab Andika setelah berpikir cukup lama.


Cerpen Andika menuai banyak pertanyaan karena ceritanya panjang sekali. Masih ada beberapa orang yang belum mengerti cerita Andika dan apa hubungannya kehilangan dompet dengan kasus Ranto dengan Francis. Intinya, Andika ingin menjelaskan bahwa, "Biasanya kalau orang kehilangan dompet itu seperti kehilangan segalanya karena di dompetnya ada uang, KTP, ATM, dan lainnya. Jadi dompet sangat berharga. Nah, karena kehilangan itu, Ranto sudah tidak takut untuk apa-apa lagi, termasuk mengatakan perasaan tidak sukanya ke Francis."


Saya berkomentar, "Oooo.. jadi kehilangan dompet itu menjadi
trigger marahnya Ranto ke Francis ya?"


"Iya."


Saya berkomentar lagi, "Jadi, kalau cerita ini tentang Ranto dan Francis, kenapa tadi bercerita banyak sekali tentang Hani? Bukannya sebaiknya menceritakan Francis?"


Andika menjawab, "Gue tuh ingin menggambarkan bahwa Ranto bersahabat dengan Hani tanpa menggunakan kata ‘Ranto bersahabat dengan Hani’ tapi gue ingin mendeskripsikan situasinya dan membuatnya lebih panjang."


Diskusi mengenai cerpen Andika pun berakhir. Andika menulis catatan-catatan kecil di kertasnya. Hujan turun. Sambil menunggu hujan reda, kami berdiskusi mengenai film dan buku-buku. Beberapa menit kemudian hujan akhirnya berhenti.

Niaw Miaw

Nia adalah anak tunggal yang kemungkinan besar tidak bakal dapat warisan. Calon sarjana psikologi ini sedang mencoba aktif kembali dalam komunitas penulis Reading Lights Writers’ Circle. Sesuai dengan tahun kelahirannya, penampilan penyuka Radiohead ini segarang macan. Selalu merahasiakan nama lengkap, Nia aktif sebagai kontributor Psigoblog dan aktif menulis blognya sendiri: mynameisnia.blogspot.com.

Tidak ada komentar: