Halo, apa kabar semua? Sudah lama tidak bersua dalam blog ini. Hampir setahun lamanya kami tidak update hasil pertemuan dan tulisan. Tapi kami sekarang punya cerita yang luar biasa untuk dibagikan.
Sekitar bulan Agustus di tahun 2010, kami pernah melakukan sebuah pertemuan khusus untuk membicarakan dan mengeksekusi ide kami untuk membuat sebuah karya komunitas yang sudah ada dari tahun 2004. Karena kami adalah sebuah kumpulan penulis, maka kami memutuskan untuk membuat kumpulan cerita pendek. Sapta, salah satu dari kami, mengusulkan untuk menulis cerita yang terinspirasi dari abjad-abjad dari A hingga Z. Misalnya penulis menuliskan tentang catur ketika mendapatkan huruf L.
Kemasannya sudah terbayang yaitu seperti buku ini akan dibuat seperti kamus yang berisi urutan alfabet. Karena kami jumlahnya banyak dan demi asas keadilan, maka abjad dipilih secara random. Setiap gulungan kertas berisi huruf dimasukkan ke dalam sedotan lalu setiap orang memilih.
Enam tahun berdiri tentu banyak anggota datang dan pergi. Banyak pula yang sudah tidak berdomisili di Bandung. Oleh karena itu, para penulis yang jauh atau tidak bisa hadir saat pemilihan huruf diwakilkan oleh yang hadir. Karena dipilih secara acak, maka penulis harus terima-terima saja saat mendapatkan (terutama) huruf yang jarang digunakan seperti Q, W, X, atau Z. Kemudian proses penulisan berlangsung. Rizal muncul sebagai pilot project-nya.
Project ini sempat terendap dan terbengkalai. Proses pembuatannya pun ada saja kendalanya. Ada yang miskomunikasi sehingga ada yang harus keluar dari proyek, ada yang merasa tidak mampu mengejar jumlah kata kemudian mundur, atau ada yang sulit dihubungi. Setelah rampung pun karya ini masih berdiam diri, seolah-olah mobil yang kehabisan bahan bakar. Syukurlah, Farida memberi angin sangat segar bahwa Grasindo berminat dengan konsep antologi yang kami miliki.
Dengan proses yang relatif singkat, lalu lahirlah ia, anak pertama komunitas kami di bulan September 2013. Dengan nama A to Z by Request, ia dibandrol dengan harga Rp47.000 dan tersedia di toko buku besar seluruh Indonesia.
Kelahiran anak kami ini akan dirayakan pada 16 November 2013 di Gramedia Merdeka, Bandung. Acaranya akan dimulai pada pukul 14.00 hingga pukul 16.00. Kami, para penulis, akan sangat senang jika teman-teman mau meluangkan waktunya untuk datang dan berkenalan dengan buku antologi pertama kami, A to Z by Request, yang lahir dari kecintaan kami pada menulis.
Oh ya, di hari yang sama, kami akan melakukan wawancara di Raka FM 98.8 pukul 11.00. Untuk yang berada di luar kota, sila streaming.
Acara ini sama seperti hal yang kami percayai bahwa Reading Lights Writer's Circle adalah ruang terbuka untuk siapa saja. Reading Lights Writer's Circle adalah memfasilitasi, memberi, dan juga menerima.
Jurnal Mingguan Karya Peserta Writers' Circle di Reading Lights Bookshop & Coffee Corner, Bandung.
Tampilkan postingan dengan label karya. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label karya. Tampilkan semua postingan
Rabu, 06 November 2013
Kamis, 05 April 2012
Ketika Bulan Menjadi (Teman)ku
Ada cenderamata yang dikirimkan dari Ryan, salah satu peserta RLWC, yang kini sedang mengenyam pendidikan S2 di Southeast University of China. Kami mengunggah karyanya di blog karena blog ini memang terbuka untuk para peserta yang ingin menaruh karyanya. Karya Ryan di bawah ini belum melalui proses edit dan berharap dikomentari:
------
Ketika Bulan Menjadi (Teman)ku
Bunyi deburan ombak di pantai laut selatan terdengar seperti teriakan caci maki dan penolakan, “Kemari-kemarilah,” bunyi deburan ombak menghantam tepi karang. Angin malam bertiup kencang, seperti memelukku, menghapus air-air hangat dalam cucurannya, dan disinilah aku berdiri bersama kekasihku, cintaku, setengah jiwaku.
Cintaku, kita bertemu disaat malam dan selalu berpisah di saat fajar, mungkin takdir yang mengijinkan kita bertemu di hari itu, atau mungkin segala sesuatunya sudah diatur dan tersirat sejak sebelum manusia dapat berjalan di tanah ini, aku tidak tahu, aku tidak mengira-ngira, tapi aku tahu, tidak pernah dapat bersama. Kau dan aku dibatasi oleh ulasan tangan Tuhan, dan perintah-Nya yang menaklukan hamba-hamba-Nya memisahkan semuanya diantara kita berdua.
Ketika langit sudah tidak menjadi penghiburku, kualihkan pandanganku kepada Dajal, sang malaikat maut, dengan harapan membayar kepadanya setengah jiwaku aku dapat memilikimu, dengan setengah jiwaku aku dapat memberikan setengahku disampingmu, tapi singa tetaplah singa walaupun kau dandani singa itu seperti kucing, dajal menerima dan mengambil setengahku lalu dengan tawa disertai telunjuknya mempermalukan aku dihadapan seluruh dunia, memperlihatkan betapa rendah dan menjijikannya diriku. Kukutuk Dajal atas sikapnya kepadaku, kukutuk Tuhan atas suratan takdirnya atas kita, kukutuk malaikat-malaikat yang hanya dapat mengikuti perintah-Nya tanpa dapat menolongku, dan lagi kukutuk diriku sendiri atas menyedihkannya diriku.
Tanganku tidak cukup panjang untuk meraihmu memang, dan kakiku tidak cukup kuat mengejarmu memang, tapi aku tahu hatiku cukup untuk menginginkanmu, tidak cukupkah itu? Ayahanda, mengapa kau biarkan aku menjadi mahluk menyedihkan ini, tidak tahu menahu soal malu dan hormat, hanya cinta mati saja. Ibunda, dimanakah engkau sekarang? Mengapa engkau tidak berada disampingku atau di punggungku, mencoba mendorongku, mendukungku, mencoba mengatakan,”Ibu ada disini nak.” Dimanakah engkau sekarang?
Kini aku tahu aku tidak memiliki seorangpun, aku hanya punya engkau cintaku, bukan, aku hanya punya cintaku kepadamu. Kesetiaan? HA!!! hanyalah kata-kata penuh dengan dusta dan racun, dibuat untuk menghangatkan hati para manusia bodoh, tuli, dan bisu. Cintaku, aku telah mengejarmu sampai menuju gerbang pintu dunia di ujung cakrawala, hanya untuk mengharapkan balasan dari cintaku, dari ungkapan isi hatiku. Kau mempermainkan hatiku , kau memberikanku senyum disertai dengan harapan kosong, dan pergi tanpa melihatku terpuruk di tanah, dan kau tidak memalingkan wajahmu kepadaku, sekalipun tidak.
Disinilah aku, di laut milik ratu selatan, berharap tubuhku bisa menjadi bayaran yang pantas atas permohonanku kepada sang ratu untuk melepas rohku untuk berada disampingmu, penyesalan memang ada, kekecewaan dan kepahitan memang terasa di bibir yang kelu ini, tapi aku ingin tidak menyesal, bersama dengan permintaanku kepada sang ratu, aku ingin berada disana, Hai, Pencuri Hatiku. Hai, Mahluk Malam. Hai, Rembulan. Diamlah di ujung langit malam sana bersama dengan mahluk mungil bercahaya itu, janganlah bersembunyi dibalik kapas langit, tidak perlu malu, tunggulah aku disana, aku hanya tinggal memberikan tubuhku kepada sang ratu dibawah sana, dan jiwaku akan bersamamu, disampingmu selamanya.
------
Ketika Bulan Menjadi (Teman)ku
Bunyi deburan ombak di pantai laut selatan terdengar seperti teriakan caci maki dan penolakan, “Kemari-kemarilah,” bunyi deburan ombak menghantam tepi karang. Angin malam bertiup kencang, seperti memelukku, menghapus air-air hangat dalam cucurannya, dan disinilah aku berdiri bersama kekasihku, cintaku, setengah jiwaku.
Cintaku, kita bertemu disaat malam dan selalu berpisah di saat fajar, mungkin takdir yang mengijinkan kita bertemu di hari itu, atau mungkin segala sesuatunya sudah diatur dan tersirat sejak sebelum manusia dapat berjalan di tanah ini, aku tidak tahu, aku tidak mengira-ngira, tapi aku tahu, tidak pernah dapat bersama. Kau dan aku dibatasi oleh ulasan tangan Tuhan, dan perintah-Nya yang menaklukan hamba-hamba-Nya memisahkan semuanya diantara kita berdua.
Ketika langit sudah tidak menjadi penghiburku, kualihkan pandanganku kepada Dajal, sang malaikat maut, dengan harapan membayar kepadanya setengah jiwaku aku dapat memilikimu, dengan setengah jiwaku aku dapat memberikan setengahku disampingmu, tapi singa tetaplah singa walaupun kau dandani singa itu seperti kucing, dajal menerima dan mengambil setengahku lalu dengan tawa disertai telunjuknya mempermalukan aku dihadapan seluruh dunia, memperlihatkan betapa rendah dan menjijikannya diriku. Kukutuk Dajal atas sikapnya kepadaku, kukutuk Tuhan atas suratan takdirnya atas kita, kukutuk malaikat-malaikat yang hanya dapat mengikuti perintah-Nya tanpa dapat menolongku, dan lagi kukutuk diriku sendiri atas menyedihkannya diriku.
Tanganku tidak cukup panjang untuk meraihmu memang, dan kakiku tidak cukup kuat mengejarmu memang, tapi aku tahu hatiku cukup untuk menginginkanmu, tidak cukupkah itu? Ayahanda, mengapa kau biarkan aku menjadi mahluk menyedihkan ini, tidak tahu menahu soal malu dan hormat, hanya cinta mati saja. Ibunda, dimanakah engkau sekarang? Mengapa engkau tidak berada disampingku atau di punggungku, mencoba mendorongku, mendukungku, mencoba mengatakan,”Ibu ada disini nak.” Dimanakah engkau sekarang?
Kini aku tahu aku tidak memiliki seorangpun, aku hanya punya engkau cintaku, bukan, aku hanya punya cintaku kepadamu. Kesetiaan? HA!!! hanyalah kata-kata penuh dengan dusta dan racun, dibuat untuk menghangatkan hati para manusia bodoh, tuli, dan bisu. Cintaku, aku telah mengejarmu sampai menuju gerbang pintu dunia di ujung cakrawala, hanya untuk mengharapkan balasan dari cintaku, dari ungkapan isi hatiku. Kau mempermainkan hatiku , kau memberikanku senyum disertai dengan harapan kosong, dan pergi tanpa melihatku terpuruk di tanah, dan kau tidak memalingkan wajahmu kepadaku, sekalipun tidak.
Disinilah aku, di laut milik ratu selatan, berharap tubuhku bisa menjadi bayaran yang pantas atas permohonanku kepada sang ratu untuk melepas rohku untuk berada disampingmu, penyesalan memang ada, kekecewaan dan kepahitan memang terasa di bibir yang kelu ini, tapi aku ingin tidak menyesal, bersama dengan permintaanku kepada sang ratu, aku ingin berada disana, Hai, Pencuri Hatiku. Hai, Mahluk Malam. Hai, Rembulan. Diamlah di ujung langit malam sana bersama dengan mahluk mungil bercahaya itu, janganlah bersembunyi dibalik kapas langit, tidak perlu malu, tunggulah aku disana, aku hanya tinggal memberikan tubuhku kepada sang ratu dibawah sana, dan jiwaku akan bersamamu, disampingmu selamanya.
Ryan
Marhalim, hanyalah mahluk biasa kelahiran 1988, Juli, tahun Naga yang penuh
dengan angan-angan belaka yang menjadi salah satu anggota RL dengan harapan
setinggi langit, sudah lulus dari Unversitas Kristen Maranatha berlatar
belakang jurusan akuntan akan tetapi melarikan diri ke arah sastra. Salah satu
latar belakang Ryan menulis adalah karena kesukaannya kepada sastra dan novel,
salah satu novelist favoritnya adalah
Pramodya Ananta Toer dengan judul “Bumi
Manusia” sedangkan pengarang luarnya adalah John Grisham, hobinya adalah
membaca berbagai macam buku dan silahkan menghadiahi buku-buku seperti
filsafat, psikologi, sejarah, dan juga hobi mengarang. Saat ini berada di
negeri bambu, tertinggal sendirian dan terlepas dari teman-teman RLnya demi menempuh
gelas Master. Tetapi karena kesukaannya kepada sastra Ryan tetap menulis dan
akan terus menulis.
Selasa, 15 September 2009
Terbang

Mereka mengantongi mimpi masing-masing. Katanya, mimpi harus direalisasikan dengan usaha sendiri. Benar saja, maka berangkatlah mereka. Dua ke Jerman dan satu ke Korea. Mimpi sebesar apa hingga kau harus mengejar sampai ke sana, wahai teman?
Berbanggalah ketika kau pulang. Mengantongi ilmu dan pengalaman yang lebih ketimbang orang awam. Apapun susahmu di sana, jangan kau keluhkan. Simpan sebagai bekal untuk masa depan.
Nia Janiar
Perempuan yang akhir-akhir ini lebih sering menulis karya non fiksi di Ruang Psikologi, bercita-cita menjadi seorang penulis ketimbang pengajar - sebagaimana profesinya yang digeluti saat ini. Dan karya ini ditujukan untuk ketiga temannya di writer's circle: Uli, Neni, dan Myra.
Langganan:
Postingan (Atom)