Tampilkan postingan dengan label tips menulis. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label tips menulis. Tampilkan semua postingan

Minggu, 07 Juni 2009

Tulis Momen Romantismu!

Oleh Primadonna Angela dan Isman H. Suryaman

Keromantisan—Perlukah?

Bayangkan hidangan favoritmu, panas mengepul di depan mata, tertata sempurna menggoda selera, siap menyapa lidah saat dicerna. Aromanya menyeruak membuatmu merasa, ah, sekali cicip hidupmu takkan terasa sia-sia. Saat gigitan pertama, matamu membelalak dan hatimu kecewa karena ternyata rasanya jauh dari ekspektasimu.

Seperti itu jugalah hidup, dan dalam hal ini novel, tanpa keromantisan.

Tanpa pengalaman romantis sekalipun orang masih bisa menikmati novel, namun akan terasa ada yang kurang. Berbagai adegan romantis akan membuat novelmu terasa lebih hidup dan memikat.

Berdasarkan KBBI edisi keempat, definisi romantis adalah bersifat seperti cerita roman (percintaan), bersifat mesra, mengasyikkan.

Apakah roman atau percintaan harus antara perempuan dan pria dewasa? Tentu saja tidak. Ada banyak sekali jenis cinta di dunia ini yang bisa dibahas dan diulik. Apalagi dengan definisi mengasyikkan dari KBBI, di sini saya mengartikan adegan romantis dalam novel sebagai berbagai peristiwa yang menyentuh perasaan, menginspirasi, dan membuat pembaca merasa terharu—senang sekaligus barangkali, terenyuh.

Dengan keterlibatan emosi, sebuah karya akan terasa lebih indah dan menggugah.
Dengan adanya keromantisan, pembaca akan terbuai dan lebih terpesona dengan tulisanmu.
Jamie Cullum, sebagai contoh, mendeskripsikan pemandangan kota London dalam London Skies, sebagai:
Patient moments you chill to the bone under infinite greys,
Vision hindered mist settling low like a ghostly ballet,
On a cold winters Day.

Will you let me romanticize,
The beauty in our London Skies,
You know the sunlight always shines,
Behind the clouds of London Skies.

Bayangkan jika Jamie Cullum hanya menggunakan deskripsi standar dan stereotipikal; “Langit selalu mendung. Hujan terus. Di London.” Hambar.

Tapi Bagaimana Kalau Saya Tidak Romantis?

Pertama: hati-hati dengan labelisasi diri. Apa benar Anda “tidak romantis”? Mari kita uji.

Apakah Anda:
a. Pernah benar-benar suka dengan suatu lirik lagu yang berbicara tentang keindahan? (Bisa cinta maupun tidak).
b. Pernah berhenti sejenak untuk mengagumi suatu hal (langit, hewan, tumbuhan, atau malah orang)?
c. Pernah jatuh cinta?
d. Pernah melakukan suatu hal dengan penuh semangat?

Kalau Anda menjawab “ya” untuk salah satu dari poin di atas, Anda sudah pernah mengalami momen romantis. Ini berlanjut ke poin berikut...
Kedua, bisa jadi tantangannya adalah pada mengenali momen romantis.

Latihan
1. Tutup mata, bayangkan orang, tempat, atau benda yang memancing keromantisanmu. Kalau kamu (mengaku) tidak romantis, bayangkan saja sesuatu yang membuatmu merasa nyaman dan bahagia. Orang lainkah? Benda tertentu? Atau barangkali, makanan?

2. Tuliskan lirik lagu atau kutipan (narasi maupun dialog) favorit yang menurut Anda romantis.

Mengenali dan Memicu Momen Romantis

Momen romantis bisa dipicu oleh berbagai cara. Misalnya:

1. Lokasi. Ini paling mudah dilakukan. Tinggal memikirkan atau melakukan riset mengenai tempat yang dianggap romantis, kemudian mendeskripsikannya. Paling aman mencari tempat yang kental dengan nuansa alam. Contoh: pemandangan mentari terbit atau tenggelam di pantai Kuta Bali itu romantis. Namun pemandangan mentari terbit atau tenggelam di pantai Kuta Bali yang dikelilingi turis berpakaian seadanya dan sampah yang mencuat di sana-sini, bukanlah hal yang romantis.

Latihan Menulis Lokasi Romantis

Kalau kamu pernah mengunjungi tempat yang kamu anggap romantis, berarti akan lebih mudah bagimu melakukannya. Bagaimana caranya? Visualisasikan saja.
Tinggal pejamkan mata, tanyakan pada dirimu sendiri:
a. Apa kesan paling kuat yang kamu tangkap dari tempat itu?
b. Saat mengucapkan nama tempat itu keras-keras, apa yang pertama kali terbayang olehmu?
c. Bagian apa yang paling membuatmu terkesan? Secara keseluruhan, apa yang menurutmu menarik dari tempat itu?
d. Aroma apakah yang kamu asosiasikan dengan lokasi tersebut?
e. Bayangkan kamu menyentuh salah satu benda di tempat itu. Bagaimana rasanya?
f. Bunyi-bunyian/lagu apa yang kamu asosiasikan dengannya?

Untuk lebih mudahnya, kamu harus bisa mendeskripsikan tempat itu menggunakan panca indramu. Kalau kamu bisa melakukannya, tinggal menuangkannya dalam bentuk tulisan sedemikian rupa agar mereka pun merasa dapat mengalami tempat itu menggunakan kelima indra mereka.

2. Benda atau hadiah. Ini juga relatif mudah dilaksanakan. Gunakan imajinasimu untuk menentukan, berdasarkan sifat dan minat seseorang, hadiah apa yang paling menyentuh hatinya. Sulit membayangkannya? Coba daftar berbagai benda yang kamu inginkan sebagai hadiah, dan bayangkan salah satu orang yang kamu sayangi memberikannya untukmu. Namun, kalau dia memberikannya dengan alasan seperti ini, “Sebenarnya ini kubelikan buat cewek lain, tapi karena dia menolak jadi buatmu saja deh…”

3. Situasi. Ini sedikit rumit dan membutuhkan kreativitas yang lebih dalam. Tempat dan benda tidak pengaruh, namun yang berperan nyata adalah konteks. Pria yang menelepon seseorang dan berkata, “Sepatu,” misalnya, tidak akan terkesan romantis. Namun kalau ada kisah di baliknya, ada kesempatan di masa lalu antara pria dan perempuan saat mendiskusikan sepatu pengantin orang lain, berarti “sepatu” yang diucapkan merujuk pada lamaran pernikahan.

Latihan Memicu Momen Romantis
Bayangkan sebuah momen romantis dan jadikan haiku asal-asalan. Yang penting terdiri dari tiga baris. Baris pertama terdiri dari lima suku kata. Baris kedua; tujuh suku kata. Dan baris ketiga; lima suku kata. Jangan habiskan terlalu banyak waktu untuk berpikir. Buat sebanyak-banyaknya dalam lima menit!


Contoh:
Seekor katak
lompat ke dalam kali
tanpa alasan.

Bersin mengundang;
lagi tisu terbuang;
pohon ditebang.

Gandengan tangan;
Begitu susahkah ‘tuk
kita lakukan?


Show, Don’t Tell!

Ini adalah idiom kepenulisan yang barangkali sering didengung-dengungkan namun juga acapkali diabaikan. Memang bagi penulis pemula, lebih terasa mudah menuturkan cerita apa adanya. Akan tetapi ini bisa jadi bumerang, karena penceritaan yang monoton akan membuat pembaca jemu.

Alih-alih memberitahu pada pembaca bahwa suatu “langit itu terlihat indah”, tunjukkanlah bagaimana “seakan-akan daratan telah menjadi samudera biru dan langit memantulkannya utuh.” Hindari menjelaskan “ia adalah pria yang romantis”. Tunjukkan melalui tindakannya.

Riset

Ingatlah bahwa kadar keromantisan orang itu berbeda-beda. Ada yang merasa suasana romantis sangat mendukung, banyak juga yang berpikir suasana romantis hanyalah dekorasi yang tidak terlalu penting. Karakterisasi juga penting dalam karyamu, dan berbagai keromantisan harus serasi dengan penokohannya.

Bagaimana menyiasati hal ini? Kuncinya adalah riset.

Berbagai teknik riset sederhana:
1. Mengumpulkan aneka informasi dari internet, kamu bisa mengetahui pendapat berbagai blogger mengenai keromantisan. Kalau niat kamu juga bisa mengadakan survei kecil-kecilan.
2. Cari buku atau film yang menurutmu romantis. Bingung menentukannya? Minta rekomendasi teman. Setelah membaca atau menontonnya, jawab pertanyaan ini: apakah elemen yang membuat sebuah kisah terasa romantis?
3. Tanyakan pada teman atau saudara terdekatmu, momen paling romantis yang pernah mereka alami. Mengapa mereka menganggapnya romantis?
4. Buka-buka album foto lama kemudian ingat-ingat lagi pengalamanmu di masa lalu.
5. Janjian ketemuan dengan teman-teman lama dan diskusikan berbagai kenangan di masa lampau—kemudian tuliskan!
6. Saling curhat mengenai berbagai pengalaman romantis yang kamu alami bersama sahabat.


Mulai dari Mana?

Pilih kalimat dan paragraf pembuka yang “nendang”. Pikat pembaca dari awal. Demikian juga saat menuliskan pengalaman romantismu.

Ingatlah untuk menggambarkan menggunakan kelima indra. Pembaca harus bisa membayangkan, menghirup aroma tertentu, merasakan tekstur, mendengar, dan mencicipi adegannya. Tidak harus keseluruhannya, dua dari tiga pun sudah cukup sebenarnya.
Lebih mudah menuliskan sesuatu yang sudah kamu alami, apalagi kalau peristiwa itu sangat berkesan bagimu. Yang patut diingat adalah untuk menekankan:
1. Bagian apa yang membuatmu terkesan.
2. Hindari untuk bertele-tele dan menceritakan kisah lain yang tidak ada hubungannya.
3. Show, don’t tell.


Pentingnya Konteks

Harus diingat bahwa tanpa konteks, setiap situasi atau benda tidak akan memiliki makna lebih. Bahkan pada dasarnya setiap benda, situasi, dan tempat bisa saja menjadi romantis.
Emosilah yang menentukan sesuatu itu romantis atau tidak. Untuk membuai emosi, kita harus pandai-pandai menyelipkan berbagai konteks yang sesuai. Asosiasikan berbagai benda dengan pengalaman yang menyentuh hati.

Sama seperti koki yang mungkin lebih senang diberi hadiah peranti masak, rempah langka, atau celemek bergaya, tiap karakter—atau dalam hal ini dirimu—pasti memiliki kegemaran atau katakanlah, semacam “tombol leleh” yang akan membuatmu terharu sekaligus terpesona.
Ciptakan konteks yang sesuai untuk membangun keromantisan, biarkan semuanya mengalir, dan momen romantismu pasti bisa tertuangkan dalam bentuk kata dengan indah.


Membangun Konteks dengan Interaksi

1. Tokoh dengan Latar
Dalam Zen and The Art of Motorcycle Maintenance, kita menyelami pikiran tokoh utama saat ia melakukan perjalanan lintas negara bagian Amerika Serikat dengan menggunakan motor besar. Keromantisan, salah satunya, disampaikan dengan cara ia memandang motor dan berbagai tempat yang ia kunjungi. Baginya, mengemudi mobil bagaikan nonton TV; pengemudinya tidak terlibat dengan dunia luar. Sementara itu, mengendarai motor membuat pengemudinya bersentuhan langsung dengan dunia... dan kehidupan.

Latihan
Ingat-ingat suatu tempat umum yang sering Anda lewati. Buatlah sebuah karakter yang baru pulang dari rumah sakit. Seminggu lalu, ia baru saja divonis akan mati dalam waktu tiga bulan karena penyakit. Ternyata tadi, sang dokter memberitahu kalau ada kesalahan rekaman medis. Dia tidak apa-apa. Dalam perjalanan pulang, ia berhenti di tempat yang Anda ingat tersebut. Tulislah apa yang ia alami di situ.

2. Tokoh dengan Tokoh Lain
Christopher Buckley, dalam novel Thank You for Smoking, menciptakan ketegangan asmara antara tokoh Naylor (humas untuk industri rokok) dan Polly (humas untuk industri minuman beralkohol) justru tanpa dialog romantis, melainkan konteks. Naylor dan Polly digambarkan sering bertikai namun saat Naylor membutuhkan bantuan yang bisa membahayakan jiwa, Polly sigap membantu.
Latihan
Seorang pria hendak melamar wanita yang ia cintai. Ia ingin melakukannya di depan umum. Ada satu tantangan: sang wanita kehilangan pendengaran sejak lahir. Tulislah adegan pelamaran yang dilakukan sang pria.

Dialog Romantis

Kekuatan dialog muncul dari karakter. Dengan kata lain, jika penokohan kita sudah kuat, otomatis dialog kita juga akan terasa lebih tajam. Sebaliknya, penokohan yang kurang tegas akan membuat dialog terasa hambar dan tidak berkarakter—siapa pun bisa mengatakan itu.
Dialog Rhett Butler pada Scarlett O’Hara dalam novel Gone with The Wind, "My dear, I don't give a damn," melekat pada benak pembaca karena muncul dari karakter yang kuat.
Kesesuaian tokoh dengan konteks juga penting.

Dialog dalam film Jerry Maguire seperti “You complete me”, dan “You had me at ‘hello’” tidak akan menjadi kalimat yang diingat kalau diucapkan pada konteks yang tidak tepat. Bayangkan Jerry mengatakan “You complete me” pada saat pertama kali melamar Dorothy. Dampaknya jadi lemah karena pada saat itu, penonton tahu bahwa Jerry masih belum yakin akan perasaannya. Alhasil, mereka akan mendapatkan kesan bahwa Jerry tidak tulus. Saat Jerry kehilangan Dorothy dan menyadari bahwa ia benar-benar mencintai wanita itu, kalimat ini jadi pas.


Tulislah dengan Perasaan

Pada akhirnya, emosi kita saat menulis akan berpengaruh pada hasil tulisan. Dalam berakting, aktor yang baik akan benar-benar sedih saat ia memerankan tokoh yang sedih. Penulis juga serupa, walaupun tidak sedrastis itu. Momen romantis akan lebih terasa nyata jika saat kita tuliskan, adegan itu benar-benar terjadi dalam benak kita.

Kita tidak perlu ikut menangis saat karakter kita menangis. Namun, tulisan kita akan lebih kuat jika karakter tersebut benar-benar menangis dalam benak kita. Coba saja tulis kesedihan seorang karakter saat membayangkan tokoh tersebut justru sedang bahagia.

Untuk latar juga begitu. Kita tidak perlu menulis di puncak Gunung Bromo untuk berbicara keindahan pemandangan di puncak gunung. Namun, pengalaman mendakinya bisa kita jadikan bayangan untuk latar yang melibatkan keasrian alam atau keromantisan interaksi tokoh dengan alam.


Tips

Bawalah buku catatan dan alat tulis ke mana-mana. Jika Anda mengalami suatu momen romantis, segera abadikan dalam bentuk tulisan. Kumpulan tulisan ini bisa menjadi referensi Anda saat diperlukan.

Minggu, 17 Mei 2009

Mengolah Ide Menjadi Tulisan



Melanjutkan postingan sebelumnya yaitu bagaimana cara menangkap ide dari kehidupan sehari-hari, kini akan saya coba paparkan bagaimana cara mengolahnya. Mengolah ide adalah mematangkan ide yang telah didapat oleh seseorang untuk diperoleh menjadi sebuah cerita tulis (Pranoto, 2007). Terkadang ada beberapa penulis yang mendapat ide kemudian langsung menuliskannya, namun ada juga yang harus mengendapkan terlebih dahulu, misalnya Hamsad Rangkuti yang mengendapkan idenya selama empat tahun.

Ide diolah untuk dijadikan plot cerita. Waktu yang tepat untuk mengolah ide adalah pada saat mood (suasana hati) yang tepat. Karya yang berasal dari mood biasanya lebih bermakna karena menggunakan perasaan ketika menulisnya, namun bukan berarti menunggu mood baik juga. Kalau moodnya tidak datang terlalu lama, penulis menjadi tidak produktif. Selain suasana hati ada juga jam-jam produktif (the golden time for writing). Pada umumnya, jam produktif berada di suasana yang sepi yaitu sekitar pukul 23.00 hingga dini hari. Percaya atau tidak, saya pernah mengalami jam produktif ini. Pernah hampir tiga tahun saya mengalami gangguan tidur tapi saya banyak memproduksi tulisan. Begitu jam biologis sudah berubah, saya hampir tidak menghasilkan karya apa-apa.

Mengolah ide bisa melalui proses yang terstruktur dengan menggunakan 5W (Who, What, When, Where, Why) dan 1H (How). Pedoman 5W+1H bisa menjadi pernyataan-pernyataan untuk menguji atau mengasah ide itu sendiri.

Who - Charaters - Siapa saja pelaku atau tokoh-tokohnya?
What - Conflict - Konflik apa yang akan disajikan?
When - Time - Kapan berlangsungnya cerita itu?
Where - Place - Dimana cerita itu terjadi?
Why - Character's motivation - Mengapa atau motivasi apa yang dimiliki tokoh sehingga ia berbuat sesuatu?
How - Resolve Conflict - Bagaimana menyelesaikan konflik yang ada?

Terdapat langkah-langkah untuk mengolah ide. Caranya sangat mudah dengan sistem kerja yang terarah:

1. Menghimpun Tokoh
- Tokoh tidak harus manusia tetapi bisa binatang, tumbuhan, atau alam itu sendiri. Tokoh pun harus dibagi menjadi tokoh utama dan tokoh pendukung.
- Dalam cerita pendek, usahkan tokoh tidak lebih dari tiga agar penulis bisa fokus terhadap tookoh yang dibuat.

2. Membuat setting cerita
Setting dapat dibuat fiktif atau diambil dari setting yang sesungguhnya. Setting fiktif biasanya digunakan untuk menyajikan cerita kontemporer yang bersifat absurd atau cerita fantasi. Sedangkan setting sesungguhnya, biasanya digunakan untuk cerpen realis, menggunakan kota-kota yang sudah ada seperti Jakarta, Bandung, dan lainnya.

Salah satu teman saya pernah berkata bahwa kebanyakan penulis Indonesia membuat setting fiktif yang tidak matang. Batasan panjang cerita pendek membuat penulis susah menulis secara detail setting fiktif. Berbeda di novel, J.K. Rowling bisa menulis, mencipta, dan membentuk dunia baru lengkap dengan detailnya sehingga pembaca merasa masuk ke dalam cerita. Pengadaan setting fiktif yang tiba-tiba dan tanpa penjelasan membuat cerita terlihat patah.

3. Konflik dan Peristiwa
Tulis poin-poin penting konflik dari cerita yang akan disajikan. Konflik ini berhubungan erat dengan peristiwa yang disajikan disamping dampak dari perilaku tokoh. Untuk mencipta konflik, ada beberapa tips:
- Konflik akan terasa hidup apabila dilukiskan dengan kata-kata yang kuat, yaitu kata-kata yang mampu mewakili suatu perbedaan yang mengundang perdebatan, argumen, bahkan pertengkaran.
- Konflik tidak cukup dibangun dengan dialog para pelaku dengan sistem sahut-sahutan.
- Konflik bukan berarti buruk walau terjadi pertentangan yang dahsyat.

4. Penyelesaian
Cerita yang menarik harus terdiri dari pembukaan-klimaks-anti klimaks-penutup. Penyelesaian harus dibuat sedalam mungkin untuk menghindari hal-hal yang tidak logis kecuali menulis cerpen yang bersifat absurd.

Mungkin sistem kerja yang terarah jangan sampai membuat menulis sebagai pekerjaan yang kaku. Buatlah sesantai mungkin namun pada jalur yang tepat dimana point-point penting harus masuk ke dalamnya.

Apapun dan bagaimanapun cara menulis Anda, selamat menulis!

sumber: Pranoto, Naning. 2007. Creative Writing: Jurus Menulis Cerita Pendek. Bogor: Raya Kultura

Sabtu, 09 Mei 2009

Menjaring Ide

"Jangankan nulis, ide saja tidak punya!"

Kalimat itu terlontar dari mulut teman saya ketika saya bertanya apakah ia suka menulis cerita atau tidak. Saya bertanya kepada teman saya apakah yang menjadi hambatannya selama ini adalah penemuan ide, teman saya menjawab iya.

Ide menjadi hal yang esensial dari menulis karena ide menjadi titik mula untuk membuat sebuah karya. Banyak penulis yang dibuat frustasi setengah mati jika kena writer's block - yaitu proses terhambatnya ide. Lalu, bagaimanakah caranya mendapatkan ide?

Sumber Ide Adalah Kehidupan Itu Sendiri

Jika ada yang berkata mencari ide itu sulit, maka itu bohong besar. Ide ada dimana-mana! "Jika Anda mengalami kesulitan pada saat akan memulai menulis, buka jendela lebar-lebar dan lihatlah sejauh mungkin. Dunia dan semua isinya serta kehidupan kita adalah sumber cerita dan setiap peristiwa adalah sebuah keajaiban!" ujar Ernest Hemingway (1899-1961).

Ada sebuah sumber ide yang paling dekat dengan diri yaitu pengalaman hidup sendiri. Selain itu, ide bisa didapatkan dari hasil pengamatan dan/atau interaksi dengan lingkungan sekitar. Hamsad Rangkuti, penulis cerpen yang banyak mengangkat tema kehidupan rakyat jelata, mendapatkan ide dari orang-orang disekitarnya seperti tukang becak, penjual gado-gado, dan lainnya. Semakin banyak bergaul dan memahami dunia dan karakter mereka, maka semakin banyak ide yang kita dapatkan.

Dalam perjalanan ke sekolah, ke kantor, atau ke rumah, banyak sekali ide yang Anda temui. Setiap orang dan peristiwa adalah ide. Namun bagaimana mengamati keadaan lingkungan kita, mungkin itulah yang sering terlupakan. Semua yang Anda lihat dan Anda alami akan membentuk fakta-fakta mentah. Jika Anda ingin menulis cerita fiksi, Anda harus mengolah dan memanipulasi fakta mentah itu menjadi cerita yang masuk akal.

Ide bagaikan daun-daun yang perlu mendapatkan batang, akar, cabang, dan ranting untuk utuh sebagai pohon cerita. Berilah ruh agar bisa berbicara banyak kepada pembaca. Ruh bisa didapat dengan membaca buku-buku seperti buku sejarah, psikologi, sosiologi, kebudayaan, dan lainnya.

Ekspresi Hidup

Menulis cerita fiksi adalah mengekspresikan suasana hati pengarang berdasarkan ide yang digalinya untuk pencerahan pembacanya. Jadi, jika ada seorang pengarang yang berkata bahwa karyanya itu tidak ada hubungannya sama sekali dengan dirinya adalah bohong besar. Perasaan penulis selalu masuk dalam karyanya. Misalnya novel-novelnya Ayu Utami yang seringkali membahas masalah politik pada masa orde baru. Hal ini bisa dilihat sebagai ekspresi perasaan Ayu Utami sebagai seorang jurnalis dalam melihat keadaan Indonesia pada masa itu.

Atau misalnya penulis yang memenangkan Nobel Sastra tahun 1991 bernama Nadine Gordimer. Ia adalah perempuan kulit putih yang menyuarakan penderitaan kulit hitam yang ditindas penguasa para orang kulit putih. Novelnya dilatarbelakangi bahwa ia pernah dibesarkan di daerah pertambangan. Di daerah itu Nadine bergaul dengan anak-anak kulit hitam walaupun mendapat kecaman dari teman-temannya sesama kulit putih. Nadine paham benar kehidupan mereka dan itu menjadi kekayaan batin baginya. Apa yang ia saksikan itu menjadi ide tulisannya yang sangat manusiawi.

Berani Tampil Beda

Jangan pernah Anda tidak percaya diri dengan penulis yang sudah lama berada di dunia penulisan hanya karena Anda adalah penulis muda. Menulis bukanlah masalah senioritas tapi bagaimana proses kreativitas itu muncul dan dihasilkan menjadi sebuah karya. Tidak ada namanya karya yang bagus atau berbobot jika karya itu tidak pernah ditulis. Ciptakan karya yang berbeda, bukan karena permintaan pasar atau yang sedang tren di masyarakat. Utarakan imajinasi dan logika Anda sebebas mungkin.

Jika Anda perlu "ruang" seperti tempat yang nyaman atau waktu yang tepat, sediakanlah. Buatlah diri Anda senyaman mungkin.

Bagaimana, sudah ada ide? Kalau sudah ada, datang lagi ke blog ini ya. Kita akan sama-sama membahas bagaimana cara mengolah ide itu sendiri.


sumber: Pranoto, Naning. 2007. Creative Writing: Jurus Menulis Cerita Pendek. Bogor: Raya Kultura