Selasa, 17 Februari 2009

Jurnal Darurat

Seharusnya yang kebagian menulis jurnal minggu lalu adalah Marti.


Namun, karena berbagai keterbatasan teknis (terutama karena Marti sebagai seorang mahasiswa seni tidak memiliki akses pada jaringan internet, sehingga ia tidak memiliki gambaran tentang jurnal writers' circle) akhirnya tugas menulis jurnal menjadi tertunda-tunda sampai hari Sabtu minggu lalu. Hari itu, di toko buku Reading Lights Marti lantas menemui saya,


bertanya-tanya tentang seperti apa jurnal yang harus ditulisnya, dan memulai penulisannya pada saat itu juga. Sementara Marti menulis jurnal secara manual (dengan menggunakan tangan, bolpen, dan kertas), saya berkeliling-keliling toko menunggu dia selesai. Waktu yang kami miliki tidak banyak karena hari itu Marti memang berencana untuk tidak ikut pertemuan writers' circle. Beberapa saat kemudian, anak itu selesai menulis dan menyerahkan dua lembar kertas kepada saya. Dengan gaya mengemudi a la reli Paris-Dakkar (Kata Dea lho, Mar.), Marti pun meluncur ke Bandung Indah Plaza untuk mengikuti diskusi buku dan film Twilight.


Parahnya, sekarang saya malah menghilangkan satu-satunya kopi orisinal dari jurnal Marti untuk minggu lalu. Alhasil saya harus menulis semua ini sebelum memposting foto-foto yang diberikan oleh Marti:



Ceritanya pada pertemuan itu kami membahas tentang menulis thriller. Yang datang adalah: saya, Dea, Nia, Farida, Ina, Ivan, Omes, Marti, Lafra, Manda, dan Uli. Oh ya, tema minggu itu merupakan usulan Nia, dan materi saya dapatkan dari artikel Writer's Digest.

Sekian saja untuk kali ini. Sekadar informasi, ada dua tulisan lagi yang akan dimuat di blog ini pada minggu ini. Stay sharp!

Tidak ada komentar: