Selasa, 17 Februari 2009

Mari Membuat Film

Ketika saya datang pada tanggal 11 Februari 2009, ada suasana lain yang terlihat meriah dan berbeda di Reading Lights. Ternyata hari ini, Reading Lights berulang tahun ke-3. Ruangan-ruangan penuh oleh beragam kegiatan kreatif seperti knitting, origami, membatik, sketching, dan lainnya. Dan kami sendiri, the writers' circle, mengadakan kegiatan menulis skenario film yang belum pernah kami adakan di workshop setiap minggunya. Mengapa skenario film? Ini dilatarbelakangi dengan pesatnya pertumbuhan film di Indonesia terutama film independen.

Saya datang dua jam sebelum acara workshop skenario film dimulai. Ketika saya datang, salah seorang pembicara, Ina, sudah hadir dan sedang mengulik materi di laptop. Biar khatam, mungkin. Karena saya hanya bertindak selaku moderator, tidak ada yang perlu saya persiapkan selain mental. Untuk meregangkan aktivitas mental yang sedikit tegang, saya merajut syal bersama Mbak Danti.

Waktu semakin dekat dan pengunjung mulai berdatangan. Sampainya dimulai acara, kami tidak mengira bahwa pengunjung akan sebanyak itu. Ya tidak banyak-banyak amat sih, tapi kami hanya tidak terbiasa dengan pengunjung workshop yang biasanya kami adakan. Otomatis ruangan atas Reading Lights penuh. AC yang sudah dinyalakan pun tidak mampu mengatasi udara panas yang menyergap.

Suasana sebelum dimulainya workshop

Dua puluh menit dari pukul empat, saya membuka acara. Setelah memperkenalkan diri, saya menjelaskan sedikit mengenai Reading Lights Writers' Circle, memperkenalkan kedua pembicara yaitu Ina Khuzaimah dan Yuliasri Perdani, dan meminta peserta mengenalkan dirinya. Setelah pembukaan, saya menghantarkan waktu dan tempat kepada pembicara.

Ina dan Yuliasri, atau yang biasa dikenal dengan Uli, menjelaskan mengenai hal-hal yang harus ditentukan untuk membuat skenario. Hal-hal tersebut adalah:
a. Tema (horor, komedi, noir)
b. Style
c. Plot
d. Cerita
e. Karakter

Selain itu, mereka menjelaskan mengenai proses kreativitas untuk menulis skenario:
a. Ide
b. Deskripsi
c. Analisis.
Analisis yang dimaksud adalah membunuh ide sampai tidak bisa dibunuh sehingga menghasilkan mengapa suatu ide layak dijadikan suatu cerita atau skenario film.
d. Problem Solving
e. Reborn of Idea.
Uli mencontohkan sebuah cerita tentang seorang anak yang memiliki ibu dengan profesi sebagai pemain film dewasa. Ide ini ia ceritakan kepada seluruh keluarganya agar mendapatkan masukan ide yang lebih baik. Misalnya ketika ia bercerita kepada neneknya, Uli mendapatkan masukan mengenai nasihat-nasihat yang akan dialami si tokoh anak. Ketika bercerita kepada ayahnya, Uli mendapatkan masukan agar tokoh ibu lebih greget.
f. Description
g. Survival

Dalam suatu skenario, terdapat Formula 3 yaitu,

A. Introduksi
Introduksi didapat melalui:
-Memunculkan premis
-Mengejar kemauan atau menyadari kebutuhan. Misalnya seorang perempuan yang suka kepada salah satu laki-laki di sekolahnya sehingga ia mengejar laki-laki itu.
- Perkenalan karakter bisa dilakukan melalui character bibling yaitu penjelasan detail mengenai tokoh, bagaimana sudut pandang pengarang terhadap plot, cerita, dan dialog. Selain character bibling, perkenalan karakter dilakukan melalui cycle of being yaitu mendeskripsikan tokoh lewat masa kecil dan masa remaja. Ide ini diangkat dari konsep psikologi bahwa perkembangan manusia saling terkait satu sama lain. Beberapa aliran psikologi percaya bahwa masa kecil (childhood) mempengaruhi manusia ketika dewasa dan masa remaja dianggap masa paling kritis karena manusia masih bersifat labil.
-Stereotype adalah pandangan suatu kelompok terhadap kelompok lain yang biasanya berupa prasangka. Misalnya stereotype suku batak adalah keras, sunda adalah lembut, jawa adalah pantang menyerah.
-Archetype adalah emosi universal yang bersifat turun temurun. Menurut contoh Uli, dalam setiap masyarakat jenis apapun pasti memiliki tokoh agama. Kalau menurut saya, contoh archetype yang paling besar adalah archetype ibu yang memiliki sifat menyayangi, mengasihi, mengasuh, dan lainnya. Tanpa dipelajari, anak pun sudah tahu mengenai archetype ibu. Itu yang dimaksud turun temurun.

B. Konflik
Faktor terpenting dan harus ada dalam sebuah cerita atau skenario film adalah konflik. Apalah artinya sebuah cerita atau skenario film jika tidak ada konflik? Konflik dalam plot dibagi dua:
a. Plot point 1 dimana usaha yang dilakukan tokoh namun berakhir gagal. Misalnya di film Silent Hill dimana tokoh ibu gagal menyelamatkan anaknya sehingga ia dan anaknya terjebak dalam dimensi lain.
b. Plot point 2 yaitu dimana setelah mengecap kegagalan, tokoh melakukan perenungan baru. Plot point seperti ini sangat khas sekali di film-film superhero Hollywood seperti Batman, Superman, Spiderman, dan lainnya. Misalnya dalam film Spiderman 3, Peter Parker dihadapkan di situasi dimana ia merasa bersalah terhadap diri akibat kematian kakeknya, ketidakpedulian terhadap Mary Jane sehingga direbut kembali oleh sahabatnya, dipenuhi dendam dan merasa tersaing dengan teman di kantor, dan lainnya. Setelah ia berubah menjadi Spiderman dengan kostum berwarna hitam dan sifatnya berubah drastis, ia mengalami perenungan apa yang dilaluinya tidak benar. Dan semenjak itu ia mulai bangkit kembali.
Dalam membuat konflik, terkadang penulis mengalami writer's block. Pembicara mereferensikan tips dari Geogre Polti untuk membuat cerita semakin kreatif dan dramatis.

C. Solusi

Plot point adalah kejadian/emosi yang bergerak maju.

Dalam sebuah cerita atau skenario film pasti memiliki pergerakan cerita. Pergerakan cerita bisa ditimbulkan dari dua hal:
a. Cerita dikendalikan oleh karakter yaitu tokoh mengendalikan cerita. Misalnya film Ocean Eleven dimana semua tokoh berkomplot untuk mencuri uang.
b. Cerita dikendalikan oleh situasi. Misalnya salah satu film di film Paris, I Love You dimana seorang turis yang baru datang ke Paris dan melihat dua orang yang sedang berciuman di stasiun kereta. Adegan pertama adalah turis tersebut sedang membaca buku bahwa peraturan di Paris adalah tidak boleh melihat orang langsung padanya. Namun ia melakukan kesalahan ketika ia memandang mata perempuan yang sedang berciuman. Menyadari hal itu, lelaki marah dan memukuli sang turis. Dalam film ini dilakukan tanpa dialog dari tokoh turis dan ia tidak melakukan apa-apa. Cerita dikendalikan oleh tokoh lainnya sebagai situasi disekelilingnya.

Biasanya cerita dikatakan bagus atau tidak dilihat dari endingnya. Terkadang pembaca sering dikecewakan dengan ending yang buruk atau tidak terselesaikan misalnya ending film The Earth Stood Still-nya Keanu Reeves atau ending-ending yang tidak terselesaikan dalam maksud agar ada film seri selanjutnya seperti Scream atau Saw.

Terdapat dua macam ending:
a. Apakah tokoh berhasil atau gagal dalam misinya. Misalnya dalam film Twister dimana setelah melewati dua kegagalan akhirnya tokoh berhasil menerbangkan sensor elektronik dalam angin topan.
b. Saat tokoh mengalami kejadian-kejadian setelah keberhasilan atau kegagalannya. Misalnya masih dalam film Twister, tokoh telah menggurat sejarah dan kembali lagi bersama dengan mantan suaminya.

Setelah memberikan materi, peserta diinstruksikan untuk membuat karakter dan plot. Setelah menghabiskan waktu 10 menit, peserta disuruh membacakan karyanya agar mendapat feedback dari peserta lainnya apakah karakter yang dibuatnya sudah kuat apa belum. Maksud karakter yang kuat adalah ketika muncul karakter lain, karakter utama tidak tenggelam. Selain itu, karakter yang kuat bisa dilihat ketika tokoh dihadapkan oleh situasi tertentu sehingga pembaca bisa menduga apa yang dilakukannya. Misalnya tokoh dengan karakter yang sombong dan manja. Bisa terbayangkan jika tokoh dengan karakter ini dihadapkan dengan situasi atau karakter lain miskin, kotor, atau kumuh. Tokoh tidak akan bisa tiba-tiba baik. Tentunya ada reaksi menolak dari tokoh utama.

Salah satu peserta yang menjelaskan karakter dari etnis Tionghoa, penjelasannya itu bisa dijadikan tips yang baik untuk menggambarkan suatu karakter. Biasanya karakter yang diusung dari suatu etnis akan lebih mudah untuk menjadi karakter yang kuat.

Pembicara mengemukakan ada beberapa hal yang penting ketika menulis skenario. Dalam skenario harus ada interior (keterangan tempat), keterangan waktu, deskripsi singkat, dialog, dan lainnya. Misalnya seperti ini:

Sore hari di ruang makan.
Budi memakan mie kuah panas

Budi:
(memakan dengan hati-hati)
"Hmmm.. enak!"

Rina:
(tergiur)
"Waaah, aku mau dong!"

Ekspresi perasaan tidak usah dijelaskan secara detail karena akan diatur oleh sutradara. Dan ketika menulis skenario, kita harus memikirkan biaya yang akan dihabiskan. Misalnya ketika menginginkan adegan hujan, biaya akan naik jutaan rupiah demi air. Ini disiasati dengan mengganti latar belakang tempat misalnya jadi di dalam ruangan.

Jika ingin bertanya lebih lanjut, pembaca bisa datang ke Reading Lights setiap hari Sabtu pukul 16.00 untuk bertemu kami (terutama Ina dan Uli yang bisa menjelaskan pengalaman mereka sebagai finalis LA Lights Movie 2007) dan akan dijelaskan lebih lanjut.

Ina dan Uli sedang menjelaskan materi

Selamat menulis dan berkarya!

Photo Session

Tidak ada komentar: