Kesempatan kali ini, Reading Lights writers' circle memutar Film Perancis yang berjudul I’ve Loved You So Long. Film berdurasi 2 jam ini dibintangi aktris Kristin Scott Thomas sebagai pemeran utama, Juliette.
Film ini menceritakan bagaimana Juliette harus membuka lembaran baru lagi dalam hidupnya. Hal yang harus dilakukannya setelah bebas dari penjara selama 15 tahun akibat pembunuhan.
Tentu tak mudah untuk memulai hidup baru sebagai bekas narapidana lebih-lebih, narapidana kasus pembunuhan anaknya sendiri!
Dalam salah satu adegan disebutkan sebenarnya betapa menyesalnya sang tokoh terhadap tindakan yang telah diambilnya. Juliette bilang kalau tidak ada kehilangan yang lebih besar dari kehilangan seorang anak. Bahkan, ia juga bilang kalau kehilangan anak baginya, adalah penjara itu sendiri. Bukti bahwa sebenarnya Juliette sangat mencintai anaknya itu.
Oleh karena itu, menurut Juliette, selama proses penyelidikan dan persidangan ia lebih banyak diam karena menurutnya, tak boleh ada excuse terhadap kematian. Tidak boleh ada alasan atau pembelaan diri terhadap yang namanya kematian. Faktanya, kamu menyebabkan seseorang mati, kamu tetaplah bersalah apapun alasannya, begitulah mungkin kurang lebih yang hendak disampaikan oleh sang tokoh.
Salah satu adegan yang menyentak adalah ketika keponakan Juliette, P'tit Lys bertanya kepada ibunya, Lea. Ia bertanya mengapa tantenya tidak punya anak. Mengapa kau menanyakan itu? tanya ibunya. Soalnya, ‘kan saya bisa punya sepupu, jawab P'tit Lys lagi. Terbayang, kalau dia tahu bahwa tantenya itu adalah seorang pembunuh anaknya sendiri! Apalagi, ia akrab dengan tantenya Juliette, walau baru bertemu saat itu juga.
Poin lain yang menurut saya penting adalah ketika sang tokoh diajak adiknya Lea, untuk berkumpul dengan teman-temannya. Dalam kesempatan itu, Juliette dicecar habis-habisan mengenai jati dirinya dan apa pendapatnya tentang sesuatu hal. Ia pun akhirnya menjawab kalau ia pernah dipenjara selama 15 tahun karena membunuh orang. Orang-orang yang tak tahu jati dirinya lantas tertawa karena menganggap pernyataan Juliette itu adalah gurauan yang cerdas dan mengagetkan.
Ini sebenarnya merefleksikan nilai-nilai dan wujud nyata di masyarakat yang sebenarnya. Kita sering melihat bagaimana masyarakat dengan mudahnya menghakimi seseorang, mengolok-oloknya padahal, ia sendiri belum tahu persis mengenai keadaan seseorang tersebut.
Jadilah, pendapat-pendapat yang sering muncul terlalu menyederhanakan masalah, simplisitis, overgeneralisasi, dangkal, serba di permukaan, dan bukan pada esensinya. Inilah yang menghajar sisi rasionalitas, intelektualitas, dan nilai-nilai kemanusiaan kita setiap harinya ….
Mungkin kita bisa bercermin dari film itu bahwa baik dengan kita sadari maupun tidak, kita sering melakukan hal yang sama. Well, you know, judging people. I admit it, I do it a lot in every single day in my whole life! Hayo, sekarang, giliran lu yang ngaku! Ngaku ajalah! Don’t worry, I won’t bite!
Entah apakah kita harus bersimpati atau justru mengutuk sang tokoh utama ini. Pembunuhan apapun alasannya, tentu tak bisa dibenarkan karena yang berhak mencabut nyawa seseorang itu adalah Tuhan. Masalah mencabut nyawa seseorang jelas, mutlak, hak prerogatif Tuhan. Ini penting, apalagi banyak pembunuh yang beralasan bahwa pembunuhan yang dilakukannya adalah karena cinta. Katanya cinta, tapi kok, ngebunuh, ya?
Satu hal yang pasti, Juliette yang tadinya sangat tertutup, lama kelamaan mulai lebih membuka diri kepada dunia.
Pertanyaan yang kemudian menggelayut di pikiran saya apakah penyelesaiannya terlalu klise, simplistik, terlalu happy ending, fairy tale layaknya film-film Hollywood? Atau justru unik, mengejutkan, tak terduga, cukup realistis sesuai dengan alur ceritanya dan membuka wawasan berpikir yang baru?
Everybody has the right to get a second chance. Setiap orang berhak mendapat kesempatan kedua, ketiga, keempat, atau bahkan kelima, itu yang bisa saya tangkap dari film ini. Seorang bajingan sekalipun, berhak mendapat pengampunan dan kesempatan untuk memperbaiki diri sampai ajal menjelang. Aduh, klisenya …
Mengenai karakter Lea, adik, sang tokoh utama, itu adalah bentuk dari cinta tak bersyarat. Bagaimana seorang adik bisa tetap mencintai dan menerima apa adanya segala kekurangan, keburukan, dan kejahatan yang pernah dilakukan oleh kakaknya. Unconditional Love. Wih, siapa yang nggak mau, coba? Mungkin ada yang pernah mengalaminya? Entah sebagai pelaku, atau korban?
Enak juga kali, ya? Jika kita yang menyebalkan ini masih ada yang mencintai dengan sepenuh hati tanpa syarat pula. Jadi, ada alasan untuk tidak perlu memperbaiki diri. Toh, masih ada yang mencintai kita apa adanya hehehe ....
Saya jadi teringat dengan salah satu dialog dalam sebuah film yang saya lupa judulnya. Salah satu tokoh dalam film itu bilang, dia tetap tak bisa lupa bagaimana dia pertama kali bertemu dan jatuh cinta dengan seseorang walaupun bagaimana menyebalkannya orang itu. Ia juga bilang walau jengkel dan akhirnya harus putus, tetapi dia masih inget sama mantannya itu. Kalo inget mantannya itu, hatinya pun masih bergetar. Tsaaah, sedaaap, klise banget nih orang!
Di film in, kita juga bisa lihat betapa pemaafnya figur Lea, sang adik. Mungkin poin yang hendak disampaikan dalam film ini adalah kekuatan memaafkan. Betapa dahsyatnya kekuatan memaafkan bagi seseorang agar dapat melewati masa-masa suram nan kelam. Suatu bentuk dukungan moril yang sangat dibutuhkan agar Juliette dapat berdamai dengan masa lalunya demi menatap masa depan yang lebih baik.
Wah, saya kok jadi suka sekali sama hal yang berbau klise. Marilah kita berklise ria! Klise? Waduh, saya lupa harus afdruk foto buat di-upload ke Facebook. Ini baru klise beneran. Bener-bener klise deh, pokoknya!
Pusing karena tak mendapat pembaruan wacana dan peningkatan intelektualitas setelah membaca tulisan saya?
Well, it’s only a goddamn movie! It’s only my goddamn opinion! You can’t disagree with me! Lho, katanya terserah kok, harus setuju?
Au revoir … deu, mentang-mentang Film Perancis! I’ve loved you so long. Now, I have to say so long sucker… hahaha.
2 komentar:
Tulisannya Aji khas ya?
Iya. Gw suka sinisme yang ada di dalamnya.
Posting Komentar