Sementara orang-orang mulai berdatangan dan suasana semakin ramai, sebuah kelompok kecil yang dihadiri Farida dan Fadil sedang sibuk menyalin dan membicarakan film. Setelah Dani, Sabiq, dan David Hutahuruk datang, akhirnya kami mulai sesi nulis dengan tema 'susu' yang ditulis Dani. Alasan Dani mengambil susu sebagai tema adalah ia melihat booth susu Greenfield di depan Reading Lights yang menjadi bagian sempurna dari kopi produk Reading Lights yaitu capuccino.
Susu sebenarnya tema yang gampang-gampang susah. Membikin cerita tentang susu yang biasa itu gampang, tapi membikin cerita tentang susu yang out of the box atau luar biasa itu sulit. Buktinya beberapa peserta agak kesulitan mencari wangsit ketika waktu 30 menit sudah ditetapkan untuk membuat satu cerita selesai. Bahkan Sabiq yang sudah mondar mandir, bakar rokok, baru bisa membuat cerita saat 15 menit telah berlalu.
Saya yang membacakan cerita pertama kali karena enggan dapat giliran terakhir. Saya menulis kisah tentang seorang pemuda tanggung bernama Hasyim yang sedang memerah susu sapi. Saat memerah susu sapi, pikirannya membayangkan ke fase kanak-kanak dan membayangkan air susu sapi ini sebagai air susu ibunya. Keinginan infantil ini bisa dibaca lebih lanjut di blog saya.
Dani menulis tentang kisah yang belum jelas bercerita tentang apa dan mau dibawa kemana. Bercerita dengan setting (yang boleh dipersepsikan) penculikan, seorang perempuan bernama Dira dipaksa untuk meminum susu oleh seorang lelaki. Akhirnya ia meminum susu itu sambil bertanya-tanya dia ada dimana, sedang apa, dan mau apa. Lalu lelaki berbeda datang mengganti segelas susu baru. Kesal karena tidak boleh keluar, Dira melempar gelas susu yang baru tersebut kemudian ia meronta sehingga perlu ditenangkan oleh kedua susu tersebut hingga ia pingsan. Saat terbangun, gelas susu ke tiga sudah hadir tepat di depan matanya.
Sabiq menulis tentang dua orang bernama Kemarau dan Hujan. Dengan deskripsi yang detil tentang latar belakang setiap karakter, mereka dipertemukan secara sengaja dengan kejadian-kejadian yang selalu bikin mereka bersama oleh suster yang menyusui mereka saat di rumah sakit. Singkatnya, Sabiq bercerita tentang fenomena saudara sesusu.
Berbeda dengan Sabiq yang begitu naratif, David menuliskan cerita dengan senjata utamanya: dialog. Ia bercerita sebuah percakapan antara manusia bernama Pak Dasep dengan kuda yang sedang diperahnya bernama Horsi. Setelah bercakap-cakap dengan Horsi dan juga Miun--seorang anak SD--mereka pindah kandang selanjutnya untuk melanjutkan percakapan perbedaan sapi, kuda, dan domba.
Perpaduan narasi dan dialog dibawakan oleh Farida. Ia bercerita tentang pasangan suami istri dimana sang istri menolak menyusui anaknya karena enggan badannya rusak. Jika alasannya protein, sang istri memilih memberikan anak tersebut dengan susu sapi yang dijual di toko-toko. Perdebatan yang menarik antara suami dan istri yang menyentil logika ini bisa dibaca langsung di blog-nya Farida.
Fadil membacakan awal ceritanya dengan suasana murung, terutama deskripsinya yang membuat kemurungan semakin nyata. Diceritakan tentang seorang remaja perempuan yang sedang memandang cermin dan merasa tidak suka dengan dirinya karena ia merasa tidak sempurna seperti Mia, teman sekelasnya cantik, pandai olahraga, punya banyak teman, dan sempurna. Kemurungan berakhir ketika ibunya menyuruh ia mengambil segelas susu panas dari ibunya. Susu adalah pelengkap pola makan yang membuat kita sehat dan sempurna--terngingat ucapan gurunya di pikiran si tokoh. Setelah susu diteguk, ia merasa sempurna.
Kekayaan gaya menulis (dialog, deskripsi, narasi) pada setiap peserta mencerminkan kekayaan yang terkandung dalam susu secara harfiah atau filosofis. Maka, pertemuan ini mencerminkan bahwa hal keseharian yang biasa ditemui juga bisa menjadi ide kepenulisan itu sendiri.
Untuk pertemuan minggu depan (Sabtu, 11/02) Fadil akan menjadi fasilitator dengan membawakan potongan cerita pendek dimana peserta harus membuat kelanjutan ceritanya. Bagi yang ingin mengikuti workshop, silahkan datang pukul 16.30 di Reading Lights. Tanpa syarat dan tanpa bayaran. Sampai jumpa minggu depan!
Nia Janiar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar