Sabtu, 6 Agustus 2011
Ada yang pernah membaca Majalah Hid*y*h? Saya bertanya di awal sesi penulisan. Sebagian mengiyakan, sementara Ryan menggelengkan kepala.
Saya memiliki memori yang lekat mengenai majalah islami ini. Saat SMP kadang saya dan teman membelinya karena penasaran dengan gambar kartun dan judul di halaman depannya. Gambar kartunnya biasanya menunjukkan kehebohan, wajah terhenyak, orang sakit, atau liang kuburan. Judulnya pun tak jauh beda, misalnya “Perut Jenazah Menyemburkan Api” atau “Akibat Selingkuh, Hamil di luar Kandungan.”
Penulisan kali ini mengambil topik dari kejadian-kejadian yang biasa dituliskan di majalah tersebut. Bagaimana penulis memaknai “azab” tersebut? Hasilnya sungguh menarik.
Hari ini, Riko menjadi pembaca pertama. Anggota baru Writers Circle ini membaca ceritanya dengan semangat.
Riko: Seorang ibu mendapat kabar bahwa anaknya sekarat tersambar petir. Dengan pedih, sang ibu menyaksikan anaknya menghembuskan napas terakhirnya sambil memanggil, “Ibu.” Kini, sang ibu merasa sangat terpukul hidup sendirian dan kehilangan tunjangan yang biasa diberikan anaknya. Ia menyesali bahwa kematian anaknya itu, tak lain, disebabkan oleh sumpah dalam amarahnya sendiri, “Mati disambar petir, kamu!”
Sapta, yang mengenalkan Riko dengan Writers Circle, mendapat giliran kedua membaca.
Sapta: Seorang penari Ronggeng mendambakan dirinya nasib teman sesama penari yang dinikahi menjadi istri ke-7 Pak Lurah. Ia membayangkan bagaimana enaknya hidup dengan menyandang status tersebut. Akhirnya, sebuah mimpi menyadarkannya bahwa nasib temannya tidaklah indah. Dalam mimpi itu, teman dalam keadaan telanjang digiring oleh beberapa orang, dan dari tubuhnya keluar hewan-hewan. Saat ia bangun, diketahui temannya sudah meninggal.
Fadil baru datang di tengah sesi pembacaan. Ia tidak menulis tapi ikut mengapresiasi tulisan. Cerita Sapta, kami pikir, cukup surealis sekaligus mengingatkan pada kekejaman khas “Clockwork Orange”-nya Stanley Kubrick.
Ryan: Sebuah keluarga juragan kelapa sawit yang tidak harmonis. Sang ayah meninggalkan keluarganya. Sang ibu yang kesepian akhirnya terlibat cinta terlarang dengan anak pertamanya. Cinta tersebut berakhir dengan kematian anak pertama yang tragis. Tak disangka, anak kedualah yang merencanakan ini semua. Ia juga memiliki hati pada sang ibu.
Cerita Ryan cukup tragis, kejam, dan memiliki kerumitan yang menarik. Sesi menulis diakhiri dengan cerita perkawinan muda.
Uli: Di sebuah desa, seorang gadis berusia 12 tahun dipaksa menikah oleh keluarga dan tokoh desanya. Sang gadis mungil tahu pernikahan ini hanyalah penembus hutang orang tuanya kepada. Sang gadis melawan tapi gagal. Ia dinikahkan dengan pria tua yang sudah beristri. Gadis itu dipaksa berhubungan seksual dan akhirnya terjadi pendarahan organ internal yang berakibat pada kematiannya. Sang suami yang tak mau disalahkan, mengatakan gadis itu mati bersimbah darah karena azab melawan suaminya. Seluruh desa mempercayainya.
Dalam teori konstruksi realitas Berger & Luckmann disebutkan, setiap kejadian bisa manusia maknai apa saja, tergantung pada sistem kepercayaan yang dianut individu. Berdasarkan hal tersebut, saya memandang pemaknaan atas azab hanyalah sebuah pilihan.
Toh, bila sebuah majalah menggunakan kejadian itu sebagai alat penguatan iman yang berlandaskan ketakutan pada azab, itu terserah mereka. Di sisi lain, kami memiliki pandangan alternatif mengenai fenomena-fenomena tertentu. Bisa dimaknai fenomena medis baru, rekayasa kejadian, nasib, atau... ya memang azab.
Yuliasri Perdani atau bisa dipanggil Uli, adalah seorang pecinta film sejati. Uli, yang memiliki pengetahuan tentang film cukup baik, pernah menjadi cameo di film karyanya bersama teman-temannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar