Senin, 31 Oktober 2011

Kejahatan dalam Tulisan

Wah, buffering lagi, buffering lagi. Lagi-lagi, buffering. Iklannya sih, katanya, nggak pake buffering-bufferingan tapi, ternyata, lama bin lelet jadinya, I like slow. Ini mungkin yang dinamakan in the praise of slowliness di masa yang begitu mengagungkan keadaan yang serba cepat, instant, seketika itu juga.

Saya memutuskan koneksi internet setelah membuka situs Youtube dan menonton videoklip band-band favorit sewaktu SMA dulu. Bernostalgia sesekali ternyata mengasyikkan juga supaya hidup nggak terlalu stress.

Udah weekend aja nih, nggak berasa. Semua orang mungkin suka dengan hari Sabtu. Walaupun kadang-kadang rencana untuk ngilangin stress gagal terrealisasi karena macet berkepanjangan di jalan. Bukannya sembuh, malah tambah stress.

Di saat musim yang kadang panas dan kadang hujan, harus cepat-cepat pergi sebelum benar-benar hujan sehingga ada alasan pembenar untuk tidak pergi. Saudara kita yang bernama hujan ini, memang sering meledek kalau kita memutuskan untuk pergi, dia akan turun dengan derasnya. Sebaliknya, kalau kita memutuskan tidak pergi, dia pun tidak jadi turun. Entahlah, mungkin karena dia sayang sama kita kalau kita pergi dia akan menangis, kalau kita tinggal di rumah dia tidak jadi menangis. Mungkin dia juga mau mengetes sejauh mana kekuatan mental kita ah, baru segitu aja udah nyerah, cemen lu…


Untuk menyembuhkan penyakit writer’s block akut yang sudah terlalu lama saya idap, saya pun pergi ke Readinglights (perasaan, dari dulu, writer’s block melulu…). Mungkin alasan kemalasan saya semata hehehe. Sabtu memang harinya orang untuk banyak beralasan ini dan itu. Kalau saya pribadi sih, Sabtu adalah harinya untuk menonton sepakbola yang disiarkan langsung oleh televisi secara gratis. Apalagi kalau sudah mendung menggelayut, pertanda Tuan Hujan ini akan menitikkan air matanya wah, ada alasan pembenar untuk bermalas-malasan, bikin secangkir kopi hangat, sambil mata memelototi layar kaca. Nggak tahu deh, buat saya, sepakbola itu udah jadi bagian dari hidup. Sepi rasanya kalau nggak ada sepakbola. Saya sepertinya sudah dikutuk untuk selalu suka sepakbola. Nggak ada protes deh, buat sepakbola walaupun tetap ada juga hal-hal negatif dari sepakbola. Sudah telanjur jatuh cinta, sih…

Saya pun tiba di Reading Lights dan bertemu dengan Sapta yang sedang asyik dengan laptopnya. Biasalah, sedikit chit-chat antar teman jika sudah cukup lama tak bersua. Untungnya, saya udah punya kegiatan yang sedikit bisa membanggakan jika ada yang bertanya, “Sekarang, lagi sibuk apa, Ji?”. Lumayanlah, ketimbang jawaban yang itu-itu saja yang sudah tertebak seperti, yah, gitu, deh atau wah, sibuk apa ya? Nggak tahu, deh..atau bisa juga well, you know stuff like that atau yah you knowlah little this, little that ... Jawaban khas orang bingung atau yang nggak punya banyak kegiatan tapi selalu sok sibuk dan sok banyak beralasan seperti saya hehehe.

Bak membuka kotak Pandora (buset!), bermunculanlah satu persatu peserta Reading Lights Writer’s Circle (RLWC). Total ada tujuh orang yang datang, Sapta, Farida, Danny, Riri, Sabiq, David, dan saya.

Setelah berembuk tentang tema apa yang akan menjadi bahan tulisan, kita akhirnya memutuskan untuk menulis tentang crime (kejahatan). Tema ini kita ambil setelah mendengar cerita dari kawan kita Farida yang mendapat tugas dari kampus untuk mewawancarai narapidana di sebuah penjara di Bandung yang namanya saya lupa.


Cerita pertama datang dari Danny. Cerita ini memang belum selesai baru permulaan dari kisahnya secara keseluruhan. Inti ceritanya yang bisa saya tangkap sih, tentang seorang saksi pembunuhan yang akhirnya setelah dua puluh tahun kemudian, dibunuh oleh pembunuhnya itu sendiri. BAGUS.

Lalu giliran adik kecil kita, cieeeh… Mr. Highschool Boy, hehehe. Sabiq menulis cerita tentang seseorang perempuan yang akhirnya mengaborsi janin yang ada di rahimnya setelah hamil di luar nikah setelah menjadi korban pelecehan dan kekerasan seksual. Kayak gitu bukan sih, ceritanya, bro? Sorry ya, kalo salah. Salah-salah dikit, nggak apa-apa kali, ama temen ini. Prinsipnya sih, ceritanya bagus tapi, mungkin karena terburu-buru, ada beberapa bagian yang harus diperjelas. Not bad at all for the beginner. Alah, belagu bener ya gua? Kayak udah expert aja. Sorry kawan, hanya bercanda. Pokoknya mah, BAGUS.

Cerita selanjutnya datang dari somebody who pull the trigger alias sang pemicu timbulnya ide, Farida. Saya suka ceritanya karena sudah ‘jadi’ dan juga, menimbulkan rasa penasaran untuk membacanya terus sampai akhir cerita. Kisahnya tentang orang baik-baik, berpendidikan tinggi, yang hidupnya harus berakhir di penjara karena membunuh orang. Suatu hari karena dia terburu-buru, ia berdebat dengan seseorang yang menjengkelkan dan terpaksa memukul orang tersebut dengan dongkrak hingga mati. Dalam cerita itu juga dikisahkankan kalau keluarga si tokoh adalah keluarga yang bermasalah dengan ayah yang pengangguran, kerap menyiksa isterinya sehingga akhirnya dibunuh oleh kakak sang tokoh. Ia pun akhirnya, dibiayai oleh sang paman yang juga berwatak keras dan temperamental. BAGUS.

Kali ini, tidak seperti biasanya, Riri bisa menyelesaikan cerita sampai tuntas. Good for you, Riri. Dan bagusnya lagi, cerita yang dibuat juga unik, spesial karena tokohnya seekor anjing. Berbeda dari kebanyakan cerita-cerita peserta lainnya yang mengambil sudut pandangnya dari manusia. Kisahnya tentang seekor anjing yang majikannya adalah seorang pembunuh. Ceritanya semakin menarik ketika tanpa sengaja si anjing mengorek tanah dan menemukan tulang dari mayat yang dibunuh dan dikubur oleh majikannya di rumahnya. Mudah-mudahan sih bener begitu ya, ceritanya? Sorry ya, kalau terlalu banyak dikarang-karang dan terlalu banyak penafsiran hilang fokus sih, hehehe. BAGUS.

Lanjut, pada kisah karya Sapta. Sepertinya, kisah ini bagus kalau dijadikan sekuel atau lanjutan dari kisah karya Farida. Ceritanya, soal orang yang dipenjara karena sesuatu hal yang tidak disebutkan dalam cerita. Di penjara, dia dikurung dalam sel dengan 3 narapidana lainnya yang menjadikannya budak pemuas seks. Singkat cerita, malam berganti malam, “kekasih-kekasih” si tokoh saling membunuh untuk mendapatkan “cinta” dari si tokoh. Karena dianggap menjadi penyebab terjadinya peristiwa saling bunuh tersebut, pihak penjara akhirnya, memindahkannya ke ruang sel lain yang tersendiri. Mungkin betul rencana si tokoh untuk menuliskan kisahnya itu dalam bentuk buku, akan menjadi lebih tebal lagi. Wah, bisa jadi bestseller tuh, novelnya. BAGUS.

Kisah selanjutnya, datang dari kawan lama kita, David. Ceritanya sangat-sangat lucu, dengan dialog-dialog khas Sunda yang mengocok perut kita. Ceritanya, tentang seseorang yang didakwa melakukan suatu tindak pidana dan sedang diinterogasi polisi. Kekuatan dari cerita ini walaupun belum sepenuhnya selesai adalah, percakapan informal yang memang biasa terjadi antara tersangka kejahatan dengan polisi di wilayah Bandung dan sekitarnya. Dialognya, kalau menurut saya, memang khas banget kalo pelaku kejahatannya kasus-kasus seperti maling ayam, maling jemuran, dan semacamnya. Bagian yang paling tidak bisa saya lupakan adalah ketika si polisi menanyakan nama tersangka dan dia menjawab Andre Otong. Lalu si polisi menuding, kalau dia bohong karena pakai kaos tulisannya Jajang. Dengan setengah mati ia meyakinkan kalau ia memang Andre Otong adapun kaos yang dipakainya memang milik temannya, Jajang yang ia pinjam setelah ia bermalam di rumah temannya itu. Udah gitu, sang polisi menemukan sebuah KTP atas nama Pepen Surepen kontan saja, membuat polisi makin curiga dan gemas. Si tokoh pun mati-matian meyakinkan kalau itu KTP temannya yang terbawa olehnya. BAGUS.

Terakhir, cerita buatan saya. Seperti biasa, saya menulis tentang cerita yang ringan-ringan saja. Itu mungkin spesialisasi saya untuk membuat cerita yang jayus bin garing, makanya, ditambahin air aja, biar basah wkwkwk… Jadi, ceritanya soal seorang bernama Bobby yang disidang karena kasus pencurian sepeda. Ini karena dia salah menafsirkan pernyataan seorang perempuan yang memintanya untuk mengambil “miliknya” yang paling berharga. Lalu, ia memilih mengambil sepeda milik perempuan itu dan didakwa melakukan tindak pidana pencurian. Entahlah, ada atau tidak pria setolol itu. Yah, namanya juga cerita hehehe. Ditambahin BAGUS nggak ya? Nggak usah deh. Wah, udah telanjur tuh, udah nggak bisa dihapus lagi.

Omong-omong, mau tahu alasan saya meletakkan kata bagus dengan huruf kapital pula di setiap ulasan karya rekan-rekan? Saya jadi teringat dengan almarhum Pak Tino Sidin guru melukis dan menggambar. Entah, masih ada yang ingat atau tidak dengan beliau. Saya suka sekali dengan acara belajar menggambar yang diasuh Pak Tino Sidin di TVRI zaman baheula pisan. Nah, di acara tersebut, Pak Tino selalu mengucapkan kata bagus setiap ia habis membacakan gambar karya anak-anak yang mengirimkan karyanya kepada Pak Tino. Ketika ditanya, mengapa Pak Tino selalu bilang kata bagus? Beliau berkata, “Sebenarnya, BAGUS itu singkatan dari Belajarlah Gambar-Menggambar Untuk Seni.” Akhirnya, saya jadi ikut-ikutan beliau deh, pakai kata bagus setiap kali habis mengulas karya rekan-rekan sekalian. Mungkin dalam hal ini, maknanya jadi, Belajarlah Tulis-Menulis Untuk Bahasa alah, garing banget…

O.K. There’s nothing left to say… Tetap asah penamu, mas bro, mbak sis. Sampai ketemu minggu depan!


Satyo Aji Karyadi, lebih akrab disapa Aji, adalah peserta writers' circle yang kedatangannya paling sulit diprediksi. Kadang ia datang setiap minggu, tetapi kadang-kadang ia lama tidak muncul hanya untuk muncul lagi dan membuktikan kebertahanannya. Pria tinggi dan berkacamata ini sebetulnya pendiam, tetapi ada tiga fakta yang patut diketahui tentangnya. Pertama, Aji telah mengenyam pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran. Kedua, seperti yang diakuinya, Aji suka menulis tentang politik dan sepak bola (Kadang-kadang tajuk tulisan politiknya cukup ajaib. Membandingkan Stalin dengan Charlie Chaplin, misalnya). Ketiga, dalam tulisan ini Aji mengutip lagu Message in a Bottle-nya The Police. Apakah laki-laki ini suka The Police? Apakah kesukaannya ini merupakan indikator dari usia Aji yang sebenarnya? Ah, barangkali cuma anak-anak writer circle dan malaikat yang juga tahu.

Rabu, 26 Oktober 2011

To: Han

Salah satu karya peserta RLWC, Farida Susanty, akan difilmkan. Cerpennya yang berjudul Tuhan dalam bukunya Karena Kita Tidak Kenal diinterpretasikan oleh komunitas Semiotika Embun Pagi. Berikut adalah trailer-nya.


Untuk pemutaran secara penuh, akan dilakukan di sebuah acara:

Mangga Malam Mingguan
29 Oktober 2011, Pk. 19.00 WIB
di Story Lab, Bandung
Jl. Mangga No. 14, Bandung

Mari kita dukung hasil perkawinan dunia kepenulisan dan perfilman di Indonesia!

Minggu, 23 Oktober 2011

Mundur Pada Masa Lalu

Dalam realita kehidupan sehari-hari, waktu memang senantiasa melaju ke depan. Dari masa lalu, ke detik ini, lalu ke masa depan. Namun, dalam dunia tulisan, dalam dunia imajinasi, apa pun bisa terjadi. Termasuk waktu yang bergerak mundur ke belakang. Tema kami minggu ini.


Adalah saya yang terakhir kali membacakan cerita saya, karena saya juga menjadi penulis jurnal. Saya berkisah tentang tokoh aku mabuk-mabukan di kamarnya, karena ia baru mengundurkan diri, atau lebih tepatnya, memecat dirinya sendiri dari pekerjaannya yang gemilang. Pemecatan ini adalah buntut dari kinerja si aku yang terus menurun, akibat patah hati dengan rekan kerjanya yang memilih menikah dengan orang lain. Padahal si tokoh aku ini selalu siap dijadikan tempat curhat si rekan kerja. Rekan kerjanya ini, adalah cintanya pada pandangan pertama. Nia berkomentar bahwa cerita saya ini bisa menggambarkan emosi tokoh si aku, yang merasa patah hati dan ditinggalkan, dengan realistis.

Sebelum saya, ada Dani yang menyatakan bahwa ceritanya kali ini adalah cerita terburuk yang ditulisnya beberapa waktu terakhir. Dani bercerita tentang Tegar, yang mendapati Raisa jatuh dan tewas di hadapannya sepulang ia membeli telur di warung. Di warung itu orang-orang ramai membicarakan kecelakaan yang baru terjadi. Tegar memang kehabisan stok telur, dan ia jengkel karenanya, dan ia semakin jengkel ketika mendengar Raisa, mantan pacarnya, menangisi teman-temannya yang baru mengalami kecelakaan. Dalam kejengkelannya, ia berteriak pada Raisa, “Mati saja sana!” Saya berkomentar bahwa cerita Dani ini justru termasuk yang bagus dan sangat bisa dinikmati. Meskipun saya tidak percaya Tegar mampu bersikap sekejam itu pada mantan pacar yang ia putuskan sendiri. Mungkin lebih masuk akal jika Raisa dan Tegar tidak punya hubungan spesial, atau jika Raisa yang dulu memutuskan Tegar.

Sebelum Dani ada Nia, yang kembali menggunakan nama Musa Idris. Musa Idris adalah pria yang diinginkan oleh banyak wanita, tapi ia sendiri selalu menghindari wanita. Saat SMA, wanita yang disukainya pun meninggalkannya karena ia tidak pernah mau ditempeli. Dari masa lalunya terkuak bahwa dulu saat ia masih sangat kecil ia menyaksikan ayah dan ibunya bertengkar, sebelum kemudian ibunya meninggalkan rumah, tidak menghiraukan dirinya yang terus-menerus memanggil dengan tangisan. Menurut saya cerita ini adalah “psikologi banget”.

Sapta juga kembali menulis dengan tema sadis. Sapta berkisah tentang Cindy, gadis sakit jiwa yang baru saja membantai sebuah keluarga dengan bahan kimia yang dihidangkan sebagai minuman. Cindy pergi naik angkot dan membeli racun itu setelah mendengar Maya, anak kecil dalam keluarga itu, bercerita bahwa ayah ibunya sering membicarakan Cindy diam-diam di kamar. Cindy yang memaksakan diri untuk bergabung dengan keluarga ini, baik sebagai istri kedua atau pembantu, dengan ancaman. Ancaman bahwa Cindy melihat mayat yang pasangan itu buang ke sungai. Saya kesulitan memahami cerita ini, dan baru memahaminya setelah istri saya menjelaskan dengan alur maju. Mungkin karena gaya penuturan maupun bahasanya yang unik, atau saya saja yang terbiasa dengan hal-hal sederhana. Karena hanya saya yang tampaknya kurang paham.

Sebelum Sapta, Farida bercerita tentang seorang gadis yang baru mengalami kecelakaan lalu lintas. Ia berjuang menghubungi nomor seorang pria, dan kini suara yang mengangkatnya adalah suara seorang wanita. Pria itu adalah pria yang akhirnya memutuskan untuk meninggalkannya demi wanita lain. Pria itu adalah pria yang dulu sangat dekat dan akrab dengannya.

Dan, yang mendapat kesempatan membacakan ceritanya pertama kali adalah Abi, peserta baru yang datang minggu ini. Abi memulai ceritanya dengan 2 lembar kertas yang diremas. Ia benci kertas itu seperti ia membenci alkohol, yang ia minum bersama seorang pria di Eropa sana. Tokoh aku ini merasa sakit hati karena tujuan awalnya untuk berkuliah di sana sudah berbelok. Di akhir cerita, sang pria menawarkannya 2 lembar kertas. Satu tiket pulang ke Indonesia. Satu lamaran pernikahan. Di sinilah pembukaan cerita berlangsung; tokoh aku meremas 2 lembar kertas tersebut. Sapta berkomentar bahwa Abi punya pemilihan kata yang bagus dalam menulis. Saya setuju.

Dan demikianlah. Adalah Sapta yang memilih tema “alur mundur” untuk sesi menulis kali ini. Demikian sesi menulis 22 Oktober 2011 dimulai; demikian pula jurnal ini berakhir.




Rizal Affif. Seorang pria yang sedang merintis lagi jalan untuk kembali ke impian lamanya menjadi penulis. Setelah beberapa tahun terdampar di dunia konsultansi Human Resource Management sebagai freelance Assessor. Sebuah konsekuensi akibat banyak menunda menulis selama kuliah dan semasa SMA.

Kamis, 20 Oktober 2011

Keluarga yang Tak Kukenal

Bagaimana rasanya menulis tokoh fiktif yang diinspirasi dari anggota keluarga yang justru tidak/kurang dikenal? Deskripsi kasat mata yang terakhir dilihat serta potongan informasi yang pernah didengar menjadi modal utama pembuatan tokoh, sisanya mengarang indah.

Fasilitator kala itu, Andika, membagi penulis menjadi dua sesi. Sesi pertama adalah mendeskripsikan fisik identitas saudara yang tidak kita kenal (nama boleh disamarkan) selama lima menit. Setelah itu, kita membuat cerita fiksi tentang tokoh dengan menggunakan karakter saudara kita itu.

Dika cerita tentang Lala, sepupunya yang sering menulis tentang keluarga di blog. Dari blognya itu, Dika mendapatkan gambaran om (bapak Lala) yang tidak pernah sama sekali bertemu. Ceritanya sendiri tentang perceraian yang terjadi pada orang tua Lala karena ibunya ingin mengaktualisasikan diri. Dalam kisahnya, Dika dapat mengemukakan detil rutinitas Lala yang begitu cermat. Namun detil dalam sebuah cerita sangat pendek ini, dirasa membuat cerita jadi serba terburu-buru.

Berbeda dengan Dika, Regie mengambil jalan yang berbeda dalam membuat cerita fiksinya. Ia membuat cerita pendek dengan format Cerpen. Berkisah tentang seorang perempuan yang tinggal di Jepang, suka cosplay, dan punya toko. Dia menceritakan aktivitas-aktivitasnya selama di Jepang termasuk menceritakan tentang pembunuhan yang sering ia lihat selama di Jepang. Tokoh tidak menyadari bahwa gunting merah miliknya adalah gunting yang menusuk orang-orang tersebut. Fine twist, Regie!

Salah satu peserta yang baru datang ke dua kalinya, Angi, menulis tentang pelukis bernama Yuky yang menunggu seorang perempuan Indo-Australia bernama Nona. Dengan pilihan kata yang manis, Angi dapat membuai para peserta lainnya untuk menikmati ceritanya. Namun sayang, tokoh perempuan Indo-Australia yang lama tinggal di luar negeri kurang terasa tabiat acuh tak acuh ala bule-nya ;)

Nira adalah orang Jawa asli. Bercerita tentang Nira, seorang mahasiswi, yang menjadi murung karena orang tuanya tidak bisa datang ke kota karena masalah keuangan. Masalah keuangan ini membuat Nira membikin batas dengan orang lain. Itu yang dipilih Rizal--yang saat membacakan agak kurang percaya diri karena merasa tulisannya buruk. Ia mengambil salah seorang saudaranya yang betul-betul tidak ia kenal sehingga ia merasa kesulitan mau menulis cerita macam apa. Ia bercerita tentang saudaranya yang sederhana tapi banyak yang suka bergaul dengannya.

Format dialog ditawarkan oleh Sapta. Ia berkisah tentang saudara sepupurnya yang kembar bernama Martini dan Martina yang salah satunya mengalami cacat mental dan tidak identik layaknya utara dan selatan. Beberapa peserta lain ada yang tidak suka karena tidak gelap seperti biasanya. Justru menurut salah seorang peserta, format yang dipakai Sapta ini sangat memudahkan untuk memberi pesan tanpa banyak deskripsi dan membuat plot terasa cepat.

Berbeda dengan karya-karya Ryan sebelumnya, karya Ryan kali ini sungguh enak didengar. Ia berkisah tentang konflik keseharian dimana tokoh mengalami diskriminasi kasih sayang oleh ibunya, punya adik yang menyebalkan, dan juga dijodoh-jodohkan.

Sementara itu, Aji membuka ceritanya dengan teras yang sangat membuat pembaca sangat tertarik dengan karyanya. Bagaiamana tidak, ia becerita tentang Abdul Karim Hassan, tentara muslim yang didiskriminasi, yang harus dipenjara karena ia muslim dan rajin beribadah, yang Qurannya diinjak dan dikencingi oleh Santo. Sebetulnya Aji mau bercerita keterkaitan saudaranya dengan tokoh Santo. Namun rupanya ia salah fokus sehingga karakter yang dominan dimiliki oleh Abdul Karim Hassan.

Dan pertemuan ditutup oleh Riri. Riri bercerita tentang instruktur fotografi bawah air. Ia terinspirasi dengan saudaranya yang suka foto dan diving, maka ia mengimajinasikan sebuah tokoh yang merupakan perkawinan karakter keduanya yaitu menjadi instruktur fotografi bawah air.

Jika ada istilah 'tak kenal maka tak sayang', maka di penulisan mungkin penulis tidak butuh sayang-sayangan, tetapi inspirasi dalam menulis yang justru bisa datang dari orang yang tidak kenal. Jangkauannya bisa yang paling dekat: keluarga.

Selasa, 11 Oktober 2011

Pergantian Musim

Pertemuan RLWC 8 Oktober 2011 sempat akan bertema satu kalimat utuh yang diusulkan oleh tiap peserta, yang nantinya akan dipilih acak untuk dipakai dalam tulisan. Karena suasana gerimis dan Dani mengusulkan tema pergantian musim/cuaca, semua setuju dan ambil tema tersebut.

Dani bercerita tentang seseorang yang berselimut koran dan kehujanan, sementara di emperan toko dan bangku taman sudah terisi pengemis dan tuna wisma. Saat baru menemukan sepetak tempat yang hanya cukup untuk duduk, ada yang memanggilnya “Joni?”. --- cerita terputus, lengkapnya bisa dibaca di http://www.facebook.com/notes/pradana-pandu-mahardhika/cerita-iseng-20/10150338311109223 --- tambahan cerita secara lisan: yang manggil teman sekolah Joni yang sekarang kerja kantoran yang nanya ngapain duduk disitu. Ternyata Joni berantem sama istrinya di rumah dan diusir, jadi menggelandang untuk semalam.
Komentar teman-teman: belum lengkap jadi belum bisa dikomentari secara utuh.

Ryan menulis tentang seorang anak kecil bernama Indah yang terbangun dari tidurnya ditengah hujan. Indah minta ijin Parto (ayah Indah) untuk bermain diluar, dan diijinkan. Sambil minum kopi Parto memandangi foto keluarga, Parto-Indah-Anita (almarhum istrinya yang meninggal karena leukemia). Flashback ke suatu malam saat mereka berkumpul & berbincang-bincang. Anita berkata pada Indah bahwa dia akan pergi lama, karena tahu akan segera meninggal. Anita berpesan pada Parto supaya membiarkan anak mereka bermain saat dia akan datang di kala hujan.
Komentar Dani, masa kininya nggak keliatan, inti ceritanya di masa lalu.

Angie bercerita saat langit mendung & kelabu, menyeruput cokelat hangat. Ada yang melambai, siapa itu, laki-laki atau perempuan? Orang itu menuntunku, menembus kelabu. Awan gelap tersingkap, cerahpun datang. Ada ramai, ada tawa. Warna-warna yang indah. Dibalik mendung yang kelabu ada musim semi yang menanti, asal kita cukup berani.
Komentar Rizal: jarang orang ‘berkhayal’ seperti itu, banyak metafora.

Pipit menulis semacam artikel / opini mengenai pawang hujan. Musim di Indonesia ada dua yaitu kemarau dan hujan. Ada yang namanya pawang hujan, biasanya disewa oleh penyelenggara acara outdoor. Benarkah cuaca bisa diatur? Belum pernah ada bukti. Apakah harus ada pengawasan terhadap pengendalian cuaca?
Komentar: seperti jurnalistik.

Sapta menulis puisi. Tentang 2012 di mata lelaki, ibu-ibu, dan anak kecil.
Komentar: siapa kau dan aku? Jawabannya: kau = manusia, Aku = Tuhan.
Andika bercerita mengenai dua tahun ini Indonesia dilanda hujan. Roni menyiram halaman setelah mengerjakan PR, suka mencium bau tanah basah. Saat hujan datang, Roni tak perlu lagi menyiram halaman. Inti cerita hujan mau dijadikan tokoh antagonis, anak kecil yang tadinya suka hujan jadi benci tetapi saat kemarau rindu hujan.
Komentar: penggambarannya jelas untuk kondisi yang suka hujan

Rizal bercerita tentang hujan yang datang membawa kehidupan bersamanya. Kata Ibu selama dalam kandungan, si bayi (aku) tenang saat hujan. Waktu masih kecil, (aku) yang sedang menangis bisa terdiam saat hujan. (Aku) suka melihat hujan dari balik jendela. Hujan datang saat Ibu berlari menjemputku, kilat menyambar. Musim hujan kali ini berbeda, tak ada kilat yang datang. --- inti cerita: ibunya meninggal tersambar petir tapi si tokoh utama tetap suka hujan sejak kecil
Komentar: terlalu telling, bisa dibuat lebih showing.

Farida yang terlambat datang masih sempat menulis sebuah cerita tentang hantu dalam perjalanannya ke pertemuan RLWC.
Komentar: beberapa notice ada hantu di cerita tersebut tetapi agak bingung dengan sudut pandang tokoh utama

--- kepotong, waktu habis ---
Komentar: bagian awal terlalu panjang, bikin lost. Menarik saat masuk ke dialog, sayang terpotong di bagian yang ditunggu-tunggu.




Yudhinia Venkanteswari. Author of @JalanJalanHemat ke Eropa, globetrotter wannabe, ngaku backpacker tapi ga punya backpack, open water diver, zealous worker, it's just me anyway...

Minggu, 02 Oktober 2011

Tentang Teh, Pergi, dan Menunggu

Enam orang di Reading Lights sore ini. Ada 3 kata yang dimasukkan ke kepala kami sore ini, untuk ditumpahkan jadi kata-kata. Teh, pergi, dan menunggu. Diinterpretasikan menjadi 6 cerita, seperti apa jadinya?

Sapta membacakan tentang teman lama yang kembali, dengan hati retak yang mengakhiri cerita. Nia bercerita tentang wanita yang belum mendengar kabar dari suaminya yang pergi berperang, di lautan. Diakhiri dengan ending yang manis dimana harapan menyelimutinya. Menaikkan kembali mood dari cerita pertama.

Sabik dipilih oleh Nia sebagai pembaca berikutnya. Tentang pasangan yang bertengkar dan ditengahi oleh teh. Katanya belum selesai tapi diselesaikan dengan improvisasi. Mbak Riri menjadi orang yang dipilih selanjutnya. Orang yang menunggu orang lain, yang tidak berkeberatan menunggu dengan tehnya. Menunggu laki-laki bermata biru, seorang asing yang ditunggu setiap hari. Konsep tentang tea stick menarik perhatian Sapta. Semua orang jadi tertarik. Mbak Riri menjelaskan tentang teh dalam bentuk pensil, yang diaduk-aduk ke airnya untuk membuat teh. Regie dan Sabik merasa cerita Mbak Riri sendiri manis. Sabik menceritakan cerita non-tulisan yang lebih manis lagi, tentang orang yang sampai dilamar karena sering satu angkot. Ternyata cerita-cerita hari ini banyak yang manis ya?

Pas bagian saya cerita, orang-orang bingung dengan ceritanya karena tidak tertangkap dengan didengar. Saya harus menjelaskan bahwa itu adalah cerita tentang lesbian yang salah satunya sedang menyatakan cinta pada yang lainnya. Yang satu yakin bahwa hubungan mereka akan bertahan, yang satu tidak. Yang satu liar, yang satu “jinak”. Yang lain menyarankan lebih baik membacanya dalam teks.

Regie membaca terakhir. Satu remaja yang sedang berdandan, bersiap untuk menemui seseorang. Yang ternyata sesama perempuan juga, senada dengan cerita saya. Prolog cerita saya, katanya. Mbak Riri bertanya mengenai keberadaan kata teh, Regie menjawab tentang teh chamomile.

Saya bertanya kenapa tidak ada yang menulis tentang menunggu angkot sambil teh, kemudian angkotnya pergi. Kemudian peserta RLWC mulai berdiskusi tentang cerita yang lebih pendek, dan tentang angkot. Dengan itu, setelahnya, sesi menulis berakhir, ditutup oleh Regie.





Farida Susanty adalah mahasiswi Jurusan Psikologi Universitas Padjadjaran yang kecanduan siaran televisi berlangganan. Sekonyong-konyong tubuhnya akan terpaku di depan televisi apabila ada film-film seru di channel HBO. Genre film favorit Farida beragam dikisaran indie, teen-flick, drama, dll. Meskipun membenci klise dan pretentiousness, gadis yang besar di Tasikmalaya ini akan memasukkan nonton-bareng-Juno-dan-Twilight ke dalam agenda sosialnya. Ia sudah menelurkan 4 buah buku yaitu Dan Hujan Pun Berhenti, Karena Kita Tidak Kenal, serta dua antologi. Kunjungi blognya http://lovedbywords.tumblr.com/