Minggu, 02 Oktober 2011

Tentang Teh, Pergi, dan Menunggu

Enam orang di Reading Lights sore ini. Ada 3 kata yang dimasukkan ke kepala kami sore ini, untuk ditumpahkan jadi kata-kata. Teh, pergi, dan menunggu. Diinterpretasikan menjadi 6 cerita, seperti apa jadinya?

Sapta membacakan tentang teman lama yang kembali, dengan hati retak yang mengakhiri cerita. Nia bercerita tentang wanita yang belum mendengar kabar dari suaminya yang pergi berperang, di lautan. Diakhiri dengan ending yang manis dimana harapan menyelimutinya. Menaikkan kembali mood dari cerita pertama.

Sabik dipilih oleh Nia sebagai pembaca berikutnya. Tentang pasangan yang bertengkar dan ditengahi oleh teh. Katanya belum selesai tapi diselesaikan dengan improvisasi. Mbak Riri menjadi orang yang dipilih selanjutnya. Orang yang menunggu orang lain, yang tidak berkeberatan menunggu dengan tehnya. Menunggu laki-laki bermata biru, seorang asing yang ditunggu setiap hari. Konsep tentang tea stick menarik perhatian Sapta. Semua orang jadi tertarik. Mbak Riri menjelaskan tentang teh dalam bentuk pensil, yang diaduk-aduk ke airnya untuk membuat teh. Regie dan Sabik merasa cerita Mbak Riri sendiri manis. Sabik menceritakan cerita non-tulisan yang lebih manis lagi, tentang orang yang sampai dilamar karena sering satu angkot. Ternyata cerita-cerita hari ini banyak yang manis ya?

Pas bagian saya cerita, orang-orang bingung dengan ceritanya karena tidak tertangkap dengan didengar. Saya harus menjelaskan bahwa itu adalah cerita tentang lesbian yang salah satunya sedang menyatakan cinta pada yang lainnya. Yang satu yakin bahwa hubungan mereka akan bertahan, yang satu tidak. Yang satu liar, yang satu “jinak”. Yang lain menyarankan lebih baik membacanya dalam teks.

Regie membaca terakhir. Satu remaja yang sedang berdandan, bersiap untuk menemui seseorang. Yang ternyata sesama perempuan juga, senada dengan cerita saya. Prolog cerita saya, katanya. Mbak Riri bertanya mengenai keberadaan kata teh, Regie menjawab tentang teh chamomile.

Saya bertanya kenapa tidak ada yang menulis tentang menunggu angkot sambil teh, kemudian angkotnya pergi. Kemudian peserta RLWC mulai berdiskusi tentang cerita yang lebih pendek, dan tentang angkot. Dengan itu, setelahnya, sesi menulis berakhir, ditutup oleh Regie.





Farida Susanty adalah mahasiswi Jurusan Psikologi Universitas Padjadjaran yang kecanduan siaran televisi berlangganan. Sekonyong-konyong tubuhnya akan terpaku di depan televisi apabila ada film-film seru di channel HBO. Genre film favorit Farida beragam dikisaran indie, teen-flick, drama, dll. Meskipun membenci klise dan pretentiousness, gadis yang besar di Tasikmalaya ini akan memasukkan nonton-bareng-Juno-dan-Twilight ke dalam agenda sosialnya. Ia sudah menelurkan 4 buah buku yaitu Dan Hujan Pun Berhenti, Karena Kita Tidak Kenal, serta dua antologi. Kunjungi blognya http://lovedbywords.tumblr.com/

Tidak ada komentar: