Kamis, 25 Maret 2010

Sekilat Flash Fiction!




(Jurnal ini seharusnya mengisi blog writer’s circle pekan lalu. Namun karena satu dan lain hal, tulisan ini baru bisa saya selesaikan minggu ini. Mudah-mudahan masih penting, hehehe.)

Tidak seperti biasanya, saya merasakan suatu dilema menjelang pertemuan writer’s circle dua pekan lalu. Begini, rata-rata pertemuan mingguan kami, para penulis, berdurasi dua jam; kalau mulainya jam empat sore, maka pertemuan akan usai jam enam petang. Berhubung belakangan kami sering mulai pada jam setengah lima, tak heran bila selesainya jam setengah tujuh. Padahal, saat itu saya seharusnya sudah ada di tempat lain. Karena tak mungkin membolos, akhirnya saya menetapkan latihan menulis yang kira-kira akan cepat selesai. Jadilah flash fiction terpilih sebagai tema dua minggu yang lalu.

Jadi makhluk apakah itu flash fiction? Menurut Wikipedia, istilah ini diambil dari sebuah buku kumpulan cerpen yang berjudul, tentu saja, Flash Fiction. Antologi tersebut terbit di Amerika Serikat tahun 1992. Menurut editornya, flash fiction merupakan cerita yang panjangnya cukup apabila dimuat ke dalam dua halaman majalah seukuran saku; kurang lebih 750 kata. Di Indonesia sendiri, bentuk flash fiction yang paling populer adalah cerita 100 kata, yaitu cerita pendek yang selesai dalam 100 kata. Banyak penulis kita yang menulis dalam bentuk ini dan mempublikasikan ceritanya dalam portal cerita fiksi Kemudian.com, atau 100kata.blogspot.com. Bahkan sudah terbit buku 100 kata, yang memuat cerita 100 kata dengan berbagai macam tema.

Aturan main latihan menulis dua minggu lalu adalah dalam waktu dua puluh menit, masing-masing peserta harus membuat tulisan pendek, menanggapi beraneka macam prompt yang saya peroleh dari situs writersdigest.com. Berbeda dari biasanya, tidak ada tambahan waktu dalam sesi menulis kali ini. Sejak awal para peserta harus berpikir bagaimana supaya cerita mereka jadi pendek.

Semua sudah dikalkulasikan, tulisan pendek=pembacaan singkat=diskusi kecil=saya bisa pergi cepat. Namun, bagaimanapun manusia hanya bisa berencana. Pada jam setengah lima, peserta yang sudah di Reading Lights baru lima orang: saya, Dea, Anggi, Aji, dan Nia. Beberapa menit kemudian berdatanganlah Farida, Uli, Sapta, Dani, Tegar, dan akhirnya Regie. Belakangan datang juga teman Uli, Somad dan pacarnya, yang sedang magang di Harian Pikiran Rakyat. Mereka rupanya berniat meliput writer’s circle. Sesingkat-singkatnya tulisan kami, kalau yang datang sebanyak ini ya tidak jadi singkat. Alhasil saya pun mengubur harapan bisa pulang secepatnya.

Prompt yang siap memakan mangsa

Peserta yang pertama kali membacakan tulisan pada sore itu adalah Nia Janiar. Ia mendapatkan tugas menulis pidato pernikahan. Nia lantas berpidato untuk temannya yang bernama Bangsawan Tua. Bangsawan berasal dari Papua, meskipun begitu kulitnya putih dan rambutnya lurus. “Raja hutan mengakhiri rimbanya,” tulis Nia, “kembali ke bumi mencari perlindungan yang abadi. Selamat menikah kawan. Saya yakin kau tidak akan kehilangan petualangan karena petualangan sesungguhnya baru kau mulai sekarang.” Dan peserta lain pun terkesima, rupanya Nia beranggapan bahwa pernikahan adalah sebuah petualangan baru. Tulisan ini bernada optimistis. Anggi berkomentar bahwa tadinya ia menduga kalau Nia akan menulis sesuatu yang nuansanya sinis.

Tulisan Aji dan Sapta sama-sama memakai elemen bunuh diri. Padahal prompt yang mereka masing-masing berbeda. Prompt Aji: After years of unhappiness, you’ve finally had enough and have decided to quit but we’re not talking about your job. Write a letter of resignation to someone other than your employer at school, your family, your favourite sports team, whatever. Just be sure to keep it PG-13. Sementara itu prompt Sapta: At an internet café, you’ve accidentally stumbled across an unlikely family member’s MySpace page. What do you find? How do you deal with it? Aji menulis tentang curahan hati seorang tokoh pada orang-orang di sekitarnya dari sudut pandang orang pertama. Akhirnya tokoh ini bunuh diri. Sementara itu Sapta mengisahkan bagaimana dirinya menemukan suicide note kakaknya di halaman MySpace. Kedua cerita mampu membuat bulu kuduk merinding penyimaknya. Apalagi kalau dibacakan Sapta yang bersuara creepy-creepy bagaimana.

Farida lalu membacakan tulisan kocak tentang salah sambung dengan orang-yang-kenal-kita-tapi-kita-tidak-tahu-siapa-dia. Farida mengajak pembaca mengikuti hipotesis si karakternya tentang siapa sesungguhnya orang yang bicara dari telepon. Tulisan ini menuai tawa ketika dengan percaya diri si misterius bertanya kepada karakter utama, “Mau balikan lagi ya? Kok nyuruh jemput-jemput?” Dan telepon pun ditutup.

Sementara Dea kali ini absen membacakan tulisannya, Uli menuliskan cerita tentang Bangku Taman Remang. Prompt Uli seperti ini: You and your spouse welcome a beautiful baby into your lives and, after going round and round on names, you choose one that’s very unusual. Write a scene where you announce the name to your family. Include their reaction and your explanation for choosing such an odd name. Benar sekali, Uli menamai bayinya Bangku Taman Remang dan berusaha menjelaskan alasannya kepada keluarga Jawanya serta para peserta lain.

Suasana kemudian berubah serius ketika Tegar membacakan tulisan. Teman sekampus Nia yang mampu membaca kartu tarot ini menulis cerita tentang marked up yang biasa terjadi dalam dunia perkantoran. Cerita diawali ketika tokoh yang ditulis Tegar tidak sengaja mem-print dokumen bersifat personal, yang tak sengaja menyasar ke printer atasannya. Meskipun tulisannya pendek, Tegar mengaku ada banyak tema yang ini ia kemukakan di dalamnya.

Saya dan Regie mendapat prompt yang sama dengan Uli. Apabila saya menulis tentang seorang istri yang ingin bayinya dinamakan sama dengan nama mantan kekasihnya, Regie menulis tentang anaknya yang akan dinamakan Sparkling Precious. Nama itu didapatnya dari salah satu kuis di Facebook. Menurut kuis itu, seandainya Regie merupakan seorang Bond’s Girl, maka namanya adalah Sparkling Precious!

Berikutnya Maknyes alias Thya yang membacakan tulisan. Prompt yang didapat penyiar radio ini sama dengan prompt Farida. Maknyes lantas menceritakan seorang remaja putri masa kini yang menelepon seorang oom-oom senang. Cerita ini menjadi sangat lucu karena, untuk percakapan si karakter remaja, Maknyes menirukan suara mendesah-desah yang hasilnya cukup seksi juga. Ini membuat peserta lain bertanya-tanya: apakah diam-diam Maknyes juga merupakan operator hotline sex?

Anggi mendapatkan prompt yang sama dengan Aji. Ia pun menuliskan cerita penuh muatan emosi tentang seorang perempuan yang ingin lepas dari pacarnya yang penyiksa. Tulisan Anggi ini menarik karena berbeda dengan tulisan-tulisannya yang seringkali romantis dan berbunga-bunga. Terakhir, Dani menulis tentang seorang tentara (“Again,” kira-kira begitu komentar Regie.) yang berenang di kolam renang dan menemukan jasad anjingnya yang sudah lama hilang. Uli mempertanyakan kelempengan emosi si tokoh ketika menemukan anjing kesayangan yang sudah tidak bernyawa. Dani berargumen, tokohnya memang bersifat seperti itu. Para peserta yang lain pun mengharapkan kemunculan tokoh ini dalam cerita-cerita yang lain. Hanya dengan begitu pembaca bisa melihat apakah karakternya konsisten atau tidak.

Barangkali, hal yang paling terasa ketika menulis dan menyimak pembacaan flash fiction adalah kebebasan dalam berkreasi dan berimajinasi. Maksudnya, flash fiction memang tetap menggunakan elemen-elemen cerita seperti plot, penokohan, konflik, latar, dll. Namun karena formatnya yang pendek, hal-hal tersebut seringkali menjadi tidak tersurat. Sementara penulis menjadi leluasa dalam berkreasi, pembaca dapat melepaskan imajinasinya berkeliaran.

Sampai jumpa dalam latihan menulis yang lain!




Andika Budiman adalah fasilitator Reading Lights Writer's Circle dan penulis lepas untuk Rumah Buku/Kineruku Webzine

5 komentar:

M. Lim mengatakan...

oh banyak betul pesertanya!

*mata berkunang-kunang*

btw, yang punya Nia itu sepembacaanku rasanya getir, bukan optimis. :P hihihi

Andika mengatakan...

Memang sih...

Gw sendiri tadinya menduga kalau Nia bakal menulis pidato emosional tentang sejarah panjang antara dia dengan sahabatnya atau malah bagaimana pengantin perempuan merebut sahabatnya. Untungnya tidak, ya.

Nia mengatakan...

Mungkin beda cerita kalau tulisannya dipanjangin.

M. Lim mengatakan...

kalau begitu coba dipanjangkan dong, Nia :D laa la la la la laaa

penggemar Flash Fiction mengatakan...

seandaix di makassr ada kegiatan seperti ini juga....