Jumat, 12 Maret 2010

Lima Belas

Sore itu pertama kalinya saya datang lagi ke Reading Lights di hari Sabtu, setelah beberapa lama tidak aktif di klub menulisnya. Salah satu alasannya, teman saya, Sapta, menghubungi saya sejak seminggu yang lalu, bilang bahwa dia ingin ikut klub menulis. Jadi, kami berdua ketemu di sana sekitar jam 4.

Tapi, ketika pertama kali menginjakkan kaki lagi di Reading Lights, ternyata anak-anak klub menulis belum semuanya tampak. Yang pertama saya lihat adalah Andika dan (kalau tidak salah) Aji. Saya dan Andika ngobrol sebentar, lalu karena ternyata sesi menulis belum dimulai, saya kembali ke meja saya dengan Sapta. Jadi, sambil melepas kangen dengan kafe ini, saya dan Sapta ngobrol sebentar, ngopi-ngopi dan makan.

Jam setengah lima, baru Andika memberitahukan bahwa klub menulis sudah akan dimulai. Dia juga menambahkan, "Oh iya, sekarang memang jadi setengah lima mulainya, Far," katanya. Dan saya akhirnya baru mengerti kenapa jam 4 tadi bisa sekosong itu. Oh well :)

Kami naik ke atas dan mengambil tempat duduk. Ternyata, selain saya dan Sapta, memang baru ada Andika dan Aji. Tapi, kami tetap memulai sesi menulis. Andika mengumumkan bahwa tema hari itu adalah umur 15 tahun. Tentang memori pada masa itu, perasaan sebagai remaja, pengalaman-pengalaman unik dan aneh saat itu, tapi difokuskan pada satu pengalaman spesifik saja. Andika juga memberikan tips tentang cara mengingat kejadian pada masa itu, di antaranya musik yang digemari pada umur 15 tahun, siapa musisi yang paling sering didengarkan dan dicontek gayanya, cinta pertama, atau juga kehidupan yang berpusat di sekolah alih-alih di rumah dengan orangtua.

Saya pikir, Oh, tidak. Umur berapapaun selain umur 15. Tolong.

Tapi itulah tema hari itu *melirik Andika*.

Andika juga menambahkan, bahwa sebaiknya pengalamannya tidak terlalu dramatis atau sedih. Oke.

Selesai diberikan pengarahan, dimulailah sesi menulis. Untuk beberapa saat, jujur, saya tidak bisa menulis apapun. Saya mencoba mengingat-ingat umur 15 tahun saya, dan saya tidak begitu ingat hal-hal menarik pada saat itu. Saya menulis beberapa hal yang terlintas di pikiran ke kertas, tapi belum juga menulis banyak. Dan saat itulah, anggota lain Reading Lights Writers' Circle, Arizal, datang dengan berjalan agak cepat.

"Am I late?" katanya, sambil mengambil tempat duduk di sebelah saya.

Andika menjelaskan lagi tentang tema hari ini dan tipsnya pada Arizal, dan segera saja jumlah orang yang mengetuk-ngetukkan pulpen mengingat masa umur 15 tahunnya bertambah. Arizal pun mulai menulis.

Dan tidak lama kemudian, di tengah sesi penulisan, Azisa, Dany, dan Regi muncul dan bergabung dengan kami. Regi langsung mencuri perhatian, karena hari itu dia memakai gaun hitam panjang super manis (oke, ini subjektif, tapi, memang begitu kok!) dan wig panjang berwarna hijau. Dia tampak seperti puteri yang entah bagaimana nyasar ke Reading Lights. Regi bercerita, ternyata dia memang baru melakukan cosplay sebagai seorang puteri (see?).


Foto Regi yang dimaksud Farida
(diambil dari Facebook-nya. Dengan tanpa izin, tentunya)


Lalu begitulah. Dany, Azisa, dan Regi sang Puteri bergabung juga untuk menuliskan tentang masa umur 15 tahun mereka. Di tengah sesi penulisannya, Regi turun dari kursinya dan memutuskan untuk duduk di lantai dan menulis di meja pendek sebelah kami. Keputusan yang bagus, karena dengan posenya itu, banyak orang yang lewat ruangan itu terbelalak dan menampilkan ekspresi-ekspresi yang tak ternilai, yang langsung membuat anggota klub menulis riuh tertawa.

Beberapa lama berselang, akhirnya semua orang selesai menuliskan ceritanya. Andikalah yang pertama membacakan ceritanya. Ternyata Andika menggunakan clue "musik kesukaan" untuk memulai ceritanya, dan bagaimana musik itu menghubungkannya dengan orang-orang spesialnya ketika dia berumur 15 tahun. Ceritanya begitu menyenangkan, hingga sampai di ending, dimana dia menutupnya dengan, "Akhirnya, orang yang saya sukai itu dekat dengan seorang gadis berkerudung. Karena itulah, saya tidak suka gadis berkerudung."

Uhuk. Halo, Andika.

Saya tidak akan berkomentar banyak tentang cerita itu atau apapun yang terjadi setelahnya. Yang mendapat bagian kedua untuk membacakan adalah Arizal. Ceritanya angst, tentang pembelahan identitas dan patah hati. Dengan kata-kata yang puitis juga. Pada sesi komentar, Regi setuju bahwa pada umur 15 tahun, seorang remaja memang bisa jadi sangat angst. Saya setuju juga tentang hal itu.

Selanjutnya yang membacakan adalah saya. Saya tidak mengambil tema yang rumit, hanya cerita tentang remaja yang berusaha menarik perhatian kakak kelasnya dengan memakai seragam yang ketat, tapi ternyata gagal dan berhenti memakai seragam seperti itu. Pada sesi komentar, anggota writers’ circle lain menyatakan cerita saya memang tidak terlalu terasa plotnya, tapi terasa remajanya.

Yang selanjutnya membacakan adalah Dany dan Azisa. Selanjutnya terungkap bahwa ternyata cerita mereka berhubungan :) Tapi, Dany menuliskan ceritanya dengan mengubah latar dunia nyata menjadi dunia fantasi, dan Azisa juga bermain dengan metafora dalam memaparkan kisahnya, jadi saya tidak begitu bisa menebak hubungan cerita mereka. Tapi, Arizal berceletuk bahwa dia tampaknya tahu siapa orang di cerita Azisa. Oh well, saya tetap tidak tahu =___=

Sapta membacakan ceritanya setelah mereka. Sapta menyatakan bahwa masa umur 15 tahunnya tidak menarik, karena dia banyak di rumah dan tidak melakukan kegiatan-kegiatan aneh. Dia menceritakan mengenai bagaimana dia mengagumi videoklip di acara musik kesayangannya di TV dan impian masa remajanya tentang itu. Ending-nya ternyata mengandung twist dan lucu, sehingga membuat anggota writers’ circle lain tertawa riuh. Karena masa umur 15 tahun Sapta sudah agak lama, dan setting-nya memang di 90an, semua orang mulai bernostalgia tentang musik pada saat itu, juga hal-hal lainnya.

Dilanjutkan oleh Aji. Awalnya, cerita Aji lebih cenderung seperti esai tentang masa remaja, tapi selanjutnya cerita mulai santai dan Aji memaparkan tentang masa remajanya dimana ia dekat dengan seorang teman yang menyukai musik-musik keras, dan konser musik keras pertama yang pertama Aji datangi. Pada sesi komentar, lagi-lagi anggota writers’ circle bernostalgia tentang konser-konser pertama yang mereka datangi. Terlepas dari itu, beberapa berkomentar bahwa cerita Aji sangat menyenangkan :)

Sesi pembacaan cerita ditutup oleh cerita Regi. Regi bercerita tentang cinta pertamanya dan kejadian saat prom nite. Tentang rasa yang terasa tidak pasti dan penemuan identitas diri karena kejadian yang dialaminya dengan orang yang dia sukai.

Setelah selesai pembacaan hasil tulisan masing-masing, semua orang mulai ngobrol tentang hal-hal random. Azisa menunjukkan komiknya, yang gambarnya luar biasa keren, dan sudah diterbitkan oleh M&C!. Juga mengumumkan tentang sebuah toko komik lokal yang dia kelola bersama teman-temannya. Maju terus komik Indonesia :D

Sisa waktu itu, dilewatkan anggota writers’ circle dengan bercakap-cakap tentang berbagai hal. Lalu Sapta pulang, disusul saya, sedangkan yang lain tetap tinggal di sana.




Farida Susanty sudah mengeluarkan buku "Dan Hujan pun Berhenti" yang membawanya menjadi pemenang Khatulistiwa Awards 2006-2007 sebagai Penulis Muda Terbaik. Untuk bulan Maret ini, ia akan mengeluarkan buku "Karena Kita Tidak Kenal".

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Wahai editor, jangan biarkan manusia lemah ini menghujat nama agungku! Ejalah dengan I! D - A - N- I !

Nia Janiar mengatakan...

Hahahaha.. baiklaaahh..