Oke, cukup tentang saya, karena jurnal ini adalah jurnal Reading Lights Writer’s Circle, bukan jurnal saya ;P
Saat saya datang (euh, kenapa pakai saya lagi?), sudah ada Andika, Nia, Dani, Indra, dan Hakmer. Mereka semua sedang sibuk menulis. Ketika saya hampiri, Andika menyodorkan dua kertas kecil yang penuh kata-kata di dalamnya. “Pilih salah satu dari sini lalu buat tulisan,” kata Andika. “Oke,” jawab saya. Setelah meminta kertas dan meminjam ballpoint (haha, ga modal banget sih), saya juga langsung ikut menulis.
Setelah semua peserta selesai menulis, kami langsung berpindah ke sesi yang berikutnya, yaitu membacakan tulisan. Karena selesai pertama kali, maka Dani didaulat untuk menjadi pembaca yang pertama. Sebelum membacakan tulisannya, Dani mengatakan, “Saya mendapat kalimat ‘Pedagang kambing – membuat – celana dalam – dengan sepenuh hati’.” Kemudian Dani membacakan tulisannya yang berisi percakapan antara dua orang yang menemukan fosil celana dalam yang diperkirakan terbuat dari kulit kambing. Hmm…. bener ga ya ingatan saya ini? Tulisan Dani lucu dan mendapat pujian dari semua peserta karena walaupun bentuknya percakapan dan menggunakan bahasa Indonesia yang baku, tapi terdengar mengalir dan tidak kaku. Lalu ada yang berkomentar, “Hebat ya, walaupun mendapatkan kalimat yang sangat aneh, tapi Dani berhasil membuat tulisan yang asik seperti ini.”
Semua orang mengangguk setuju dan mengiyakan, sementara saya berpikir, “Oo… tampaknya ada yang salah nih.” Apa yang salah? Baca terus jurnal ini ya….
Pembaca berikutnya adalah Nia. Nia mendapatkan kalimat ‘Melodi – menuliskan – teh jahe – dengan brutal’. Tulisan Nia bercerita tentang seseorang yang bernama Melodi, seorang reporter kuliner yang harus membuat review tentang sebuah cafĂ© teh padahal dia tidak suka minum teh. Karya Nia ini terdengar sweet, khas Nia banget – kata Andika. Emang, tulisan yang Nia banget tuh yang bagaimana sih, Andika? Kemudian Indra berkomentar, “Pinter juga ya, Melodi-nya dijadiin nama orang. Karena yang kebayang tadi cuma melodi yang ada di dalam lagu.”
Selanjutnya yang membacakan tulisan adalah Andika. Andika bercerita tentang seorang remaja perempuan yang tidak diundang ke pesta minum teh sekaligus pesta ulang tahun yang diadakan oleh teman sekelasnya yang juga cewek terpopuler di sekolah. Karena penasaran, dia mencari tahu mengapa dia tidak diundang dan menemukan bahwa beberapa teman yang lain, yang pernah secara tidak sengaja membuat kesal sang cewek populer, juga tidak diundang. Lalu orang-orang yang tidak diundang ini berencana mengacaukan pesta dengan cara melempari rumah sang cewek populer dengan cangkir teh. Kenapa dengan cangkir teh? Karena ternyata cangkir-cangkir itu diproduksi oleh pabrik yang dimiliki oleh ayah si cewek populer. Kami tertawa-tawa selama Andika membacakan ceritanya. Kocak sih. Oya, di tulisan ini Andika memberi nama karakter-karakternya dengan nama depan dan nama keluarga. Begitu Andika selesai membaca, saya langsung bertanya apakah akhir-akhir ini dia membaca kembali serial Lima Sekawan, Malory Towers, atau buku-buku lain karya Enid Blyton. Sambil tertawa-tawa,
Andika menjawab, “Ya, tulisan ini memang semacam tribute untuk Enid Blyton.” Ha! Dugaan saya tepat! Kemudian Nia bertanya apakah Andika memang sengaja membuat ceritanya ber-setting jaman dulu. Belum sempat Andika menjawab, Indra – yang didukung oleh Dani dan Hakmer – langsung bertanya dengan heran mengapa Nia bisa menebak kalau cerita itu ber-setting jaman dulu. Lalu diskusinya menjadi ramai karena semua orang bersahut-sahutan mengungkapkan penjelasan dan pertanyaan tentang setting waktu yang ada di cerita Andika. Oya, Andika mendapatkan kalimat ‘Secangkir teh – menghujam – lembah – di malam hari’.
Setelah ramai membahas karya Andika, berikutnya adalah giliran saya. Jeng – jeng…..! Ini dia nih cerita tentang sesuatu yang salah yang saya sebutkan tadi. Ternyata, ketika menyodorkan dua kertas kecil dan mengatakan ‘pilih salah satu’, yang dimaksud Andika adalah pilih salah satu dari dua kalimat yang ada di dua kertas tadi. Dan yang saya lakukan adalah hanya memilih satu kata, karena saya tidak ngeh kalau kata-kata yang ada di masing-masing kertas itu membentuk satu kalimat. Habis kalimat yang dibentuk aneh banget sih dan otak saya kan masih beku gara-gara kehujanan… hahaha, ALESAN! Kata yang saya pilih adalah ‘Melindas’. Dengan kata itu saya membuat tulisan tentang roda yang memulai kegiatannya lagi setelah cukup lama tidak bergerak. Saya menulisnya dari sudut pandang si roda lho. Tapi, karena kesalahan yang saya buat, akhirnya tidak ada yang mengomentari tulisan saya. Hiks.
Setelah saya, berikutnya adalah giliran Hakmer. Hakmer mendapatkan kalimat ‘Lampu – merentangkan – ember – di tengah padang kabut’. Tulisan Hakmer sebetulnya belum selesai, karena ceritanya masih panjang sementara waktunya tidak cukup. Isinya adalah tentang suami istri yang hendak bercinta, tapi terganggu oleh Lampu (yang alat penerangan dan yang ternyata juga nama anak si suami istri tadi). Sayang ceritanya belum selesai, padahal cara penuturan Hakmer sangat menarik dan Hakmer ingin mengangkat budaya Batak Karo sebagai latar belakang ceritanya. Semua peserta mengharapkan Hakmer meneruskan tulisan ini karena penasaran dengan akhir ceritanya.
Yang terakhir membacakan karyanya adalah Indra, yang pada hari itu entah kenapa tampak riang sekali dan sering tertawa. Ia mendapatkan kalimat ‘Nia – merangkak – secangkir teh – jika hari sedang hujan’. Karya Indra bercerita tentang seorang anak bernama Nia yang sakit cukup parah sampai mengigau dan teriak-teriak seperti orang kesurupan dan membuat takut orang-orang seisi rumahnya. Awal ceritanya terkesan agak horor buat saya, tapi lalu Indra dengan menarik menyusun kata-kata sedemikian rupa sehingga endingnya jadi komedi. Sementara si Andika tertawa-tawa terus sepanjang cerita karena membayangkan Nia Janiar yang jadi tokoh di tulisan Indra.
Hari itu rasanya semua peserta membuat tulisan yang cara penulisannya, pemilihan kata-katanya, dan isi ceritanya berbeda dari yang biasa dilakukan oleh masing-masing orang. Mungkin karena tiba-tiba dihadapkan pada satu kalimat yang aneh dan absurd sama sekali yang akhirnya malah menimbulkan suatu efek yang ‘membebaskan’, maka setiap orang ingin membuat tulisan yang berbeda dari kebiasaan. Sampai-sampai Dani sempat berkata kalau tulisannya kali ini sungguh aneh dan enggak penting banget. Lalu semua orang menanggapi, “Ah, tulisan gue juga aneh kok.” Kemudian masing-masing melihat kembali tulisannya sendiri dan saling berkomentar, “Iya ya, tumben cerita kamu kocak, tumben tulisan kamu isinya dialog semua, tumben …, tumben …” (Jadi inget, apa sih bahasa Indonesianya tumben?) Terus, Indra berkata kalau cara penulisan yang kita pilih kan biasanya cara yang paling nyaman untuk kita, begitu juga tentang isinya. Jadi ada semacam comfort zone di sana. RL Writer’s Circle ini ternyata bisa membuat orang keluar dari comfort zone-nya dan mencoba yang lain. Wow!
Sebelum mengakhiri pertemuan hari itu, Andika mengajak untuk bermain kata-kata lagi. Jadi, begini caranya: Ambil kertas dan pena. Orang pertama menuliskan kata yang merupakan Subyek. Lipat kertasnya agar kata yang pertama tidak terlihat oleh orang yang berikutnya. Orang kedua menuliskan Predikat. Lipat lagi. Orang ketiga menuliskan Obyek. Lipat lagi. Orang terakhir menuliskan Keterangan. Kalau sudah selesai, buka lipatan-lipatannya dan baca.
Ooo….pantesan kalimatnya jadi aneh-aneh begitu. Makanya Niken, lain kali jangan telat kelamaan. (^_^;)
Niken Anggrahini adalah lulusan Psikologi UNPAD yang seringkali disangka anak seni rupa. Mungkin karena rupanya berseni sesuai dengan pekerjaannya yaitu mengajar seni gambar di sekolah dasar. Niken seringkali menyisipkan humor dalam tulisan-tulisannya. Untuk melihat tulisan-tulisannya, silahkan mengunjungi http://nniikkeenn.multiply.com/
3 komentar:
Waktu masih SD sampai SMP suka main begini juga, tapi nama permainannya "Alat-alat tubuh" hahaha.
Subjek-kata kerja-kata benda (berupa organ tubuh manusia luar dalam)-objek.
Hasilnya pasti aneh dan bisa bikin ketawa sampai nangis.
namanya juga anak kecil.
oke .. again ...
when you guys having sumthing soo fun I was left ouutt...
but again ... we always have fuunnn ....
wkwkwkwkwkw
@M: Haaa, iya.. anak SD jaman sekarang masih kayak gitu gak yaa?
@Regi: Oleh karena itu, datanglah!
Posting Komentar