Minggu, 02 Agustus 2009

Dongeng Sebelum Tidur

Di hari Sabtu yang terlampau cerah, sebelum ke RL, Andika mengajak saya ke Selasar Sunaryo untuk melihat pameran ilustrasi buku anak-anak kontemporer di Jerman. Pameran yang diselenggarakan selama 13 hari itu diisi oleh 13 seniman Jerman. Ilustrasi lukisan cat air, kolase, dan gambar digital ada dalam pameran ini sehingga membentuk spektrum yang luas dari seni buku-bergambar modern. Menarik. Ternyata pameran ini memberi insight pada Andika untuk mengangkat tema 'Dongeng' untuk writer's circle.



Cukup mengejutkan ketika Andika mengeluarkan sebuah kain hijau kotak-kotak dari tasnya. Kain itu disimpan di atas meja - diharapkan membangun suasana imajinatif. Setelah itu ia mengeluarkan buku-buku ilustratif seperti Charlie and Chocolate Factory, The Series Of Unfortunate Events, Dunia Adin, Harry Potter, dan lainnya.

Sebelum mulai, Andika bertanya kepada masing-masing peserta tentang dongeng apa yang paling kita ingat ketika masih kecil. Ada peserta yang menyebutkan dongeng Hansel and Gretel, Gadis Penjual Korek Api, Sangkuriang, bahkan dongeng turun temurun yang diceritakan oleh Azisa bahwa keluarganya suka bercerita kalau klentengan tukang sate sering itu adalah suara kereta kencana seorang prabu.


Dengan panduan buku, Andika menjelaskan bahwa kali ini kami akan menulis sebuah dongeng yang berasal dari dongeng yang pernah kami dengar. Bisa diambil karakternya, setting-nya, ceritanya, mengubah sudut pandangnya, dan lainnya. Misalnya pada dongeng Cinderella, kami boleh mengubah ending ceritanya atau kami bercerita melalui sudut pandang kakak tirinya. Pasti ini akan seru!



Dimulai dari Andika yang bercerita tentang empat orang anak yang tinggal dengan neneknya di Magelang. Nenek yang suka masak itu dicurgai selalu masak dengan air liur, memasukkan kolor ke panci agar masakannya enak, dan memakai daging tikus. Semua anak bersembunyi di balik lemari dan nenek mengancam akan mencari mereka jika mereka tidak segera turun untuk makan. Anak-anak itu berimajinasi tentang kursi yang bisa terbang ke Semarang, Bandung, dan Jakarta. Tanpa disangka imajinasi mereka menjadi nyata - semua anak hilang dari lemari kecuali satu orang.

Cerita Andika ini seru banget. Di benak saya, nenek itu muncul sebagai sosok yang tua, mengerikan, dan menyeramkan. Selain memacu adrenalin tentang nenek yang menghitung 'satu.. dua.. tiga..' untuk mengejar anak-anak tersebut, ending ceritanya mengejutkan dimana anak-anak itu betul-betul hilang. Cukup imajinatif. Dan hal yang seperti ini hanya ada di dunia dongeng, 'kan?

Saya menulis kelanjutan gadis penjual korek api. Saya mengajak gadis penjual korek api pada semburan gas agar ia bisa menyajikan imaji ibu karena api yang tiada habisnya.

Teman-teman saya bilang mood yang diciptakan Andika dan saya jomplang banget. Sebelumnya mereka mendngarkan cerita yang ceria dan menegangkan, sementara cerita saya begitu kelam dan menyedihkan. Sepertinya ini sudah menjadi gaya nulis saya.
Cerita Thya paling lucu nih. Dia mengambil sudut pandang Bawang Merah di cerita Bawang Merah dan Bawang Putih. Cerita Thya mengkritisi tentang perempuan-perempuan yang mendapat kebahagiaan tanpa usaha - hanya karena wajah cantiknya. Siapa yang tidak iri coba? Wajar, 'kan, kalau bawang merah jadi bersikap antagonis seperti itu? Kalimat akhir yang diucapkan Bawang Merah begitu pas: "Ia boleh cantik, tapi aku pintar"



Anggi dan Hakmer menyajikan isu baru: ketimpangan psikologis. Anggi menulis hubungan oedipal antara Sankuriang dan ibunya menjadi sahih. Sementara Hakmer menulis Hansel dan Gretel yang menjadi incest. Gila.
Sementara itu Azisa bercerita tentang gadis dengan tudung merah dalam versi lain. Di cerita itu, gadis tudung merah bertemu dengan seorang laki-laki. Laki-laki itu berkata, "Bagaimana ya jika penebang kayu tidak lewat dan kamu masih berada di dalam perut srigala? Mungkin aku tidak bisa melihatmu sekarang". Namun gadis tudung merah memenggal kepala laki-laki itu. Usut punya usut, sebenarnya ketika gadis tudung merah masuk ke perut srigala, tudungnya berwarna putih.



Rupanya gadis penjual korek api sangat laku kali ini karena Dani terinspirasi membuat ceritanya. Berbeda dengan saya yang meneruskan akhir cerita, Dani memilih untuk mengambil tokohnya saja. Diceritakan gadis penjual korek api yang menjadi intel dan ditembak mati seseorang. Korek api yang dibawa sebenarnya adalah bom pemusnah masal. Yap, kali ini Dani mengubah dongeng menjadi sci-fi.

Cerita ini begitu sinetron - begitu aku Farida. Cerita antara putri dan pangeran dibuat semakin parah dengan pangeran yang mau mengambil tahta sang putri sementara ia pun memiliki gadis lain. Dalam cerita ini, Thya berpendapat mengapa pangeran di dongeng-dongeng itu selalu berwajah tampan namun bodoh?

Jadi, intinya?

Intinya pertemuan kali ini seru. Apalagi setelah itu kami membahas tentang mitologi dan keanehan-keanehan dalam dunia dongeng maupun nyata. Mengubah dongeng dan menjadikan apapun yang kita mau itu patut dicoba!



4 komentar:

pandi merdeka mengatakan...

wah boleh juga tuh nggak bisa ngebayangin kalo dongeng ande ande lumut di buat dari sudut pandang yuyu nya hihihi

Tiberius Clausewitz Drusus Nero Germanicus mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Pradana P. M. mengatakan...

Rasanya cerita yang terakhir itu dari Azisa lho. Regi cuma nambahin latar belakang folklore-nya.

Nia Janiar mengatakan...

Wah, iya ya? Ntar gue cross-check lagi deh sama Zisa.