Kepada Yth.
Seluruh manusia fana
di tempat
Halo,
Aku kirim surat ini agar kau tahu bahwa harimu sudah dekat. Aku sudah tahu rencananya, aku sudah mengetahuinya, maka aku akan mengingatkanmu untuk bersiap.
Aku ceritakan sedikit agar kau tidak kaget. Saat ini, salah seorang dari mereka yang bernama Sapta, bilang bahwa ia mendapat ide dari Farida Susanty untuk menulis surat yang ditujukan kepada seseorang yang besok pasti mati. Bacalah surat ini sampai habis, agar kau mengerti, agar kau bersiap-siap, karena mungkin kau yang menjadi target mereka selanjutnya.
Kuberi petunjuk contoh-contoh surat yang mereka buat selama 40 menit. Dibalut oleh kata-kata yang dirangkai dengan baik namun tidak bisa menyembunyikan kegetiran tentang kematian itu sendiri. Begini kronologis pembacaannya:
1. Nia bercerita tentang seorang perempuan mengirim surat yang berisikan tentang rencana pembunuhan. Perempuan itu membuat kisah manuskrip palsu untuk membuat Sakti (teman perjalanannya) mau menghabiskan 10 bulan bersamanya untuk mencari manuskrip yang tidak pernah ada. Karena tokoh akan diperistri dan tentunya akan ia akan merindukan Sakti di malam-malam nanti, ia merencanakan sebuah penembakan Sakti di perbatasan timur Papua. Dalam kondisi sekarat, Sakti membaca surat ini yang ditujukan kepadanya.
Salah satu dari mereka, Sapta, terdistrak oleh rima yang tujuan awalnya sengaja dibuat untuk kesan dramatis. Dani sempat salah tangkap bahwa manuskripnya ada di Papua padahal Papua hanyalah tempat mereka bersinggah saja. Sisanya mungkin baru sadar isi surat di atas setelah ada penjelasan bahwa itu adalah sebuah rencana pembunuhan.
Kau bisa mengecek petunjuk selanjutnya di sini.
2. Dani, yang seperti membuat buku self-destruct, menuliskan cara-cara membunuh dalam sebuah surat yang dituliskan oleh tokoh utama: menarik pelatuk senapan jarak jauh dari semak-semak pegunungan dimana target berada di dalam rumah dan sudah tepat posisinya, target dipotong dengan beragam pisau dapur yang dimilikinya, disetrum pisau cukur, racun yang dititipkan lewat pipa air, asap dari knalpot, dan lainnya.
Menarik pada awalnya tapi detail yang banyak membuat agak membosankan. Kau harus paham ini, manusia. Detail kadang tidak terlalu penting.
Lalu ia menceritakan lagi sebuah cerita yang dianggap lebih bisa dinikmati. Ia bercerita tentang seorang penguntit yang membuat surat sebagai tanda peringatan kepada orang yang sedang dicintainya karena akan dibunuh oleh beberapa orang yang tidak jelas. “Aku tak memintamu untuk menghargaiku, apalagi menjawab cintaku. Tetapi larilah. Bersembunyilah. Selamatkan dirimu, yang kuhargai lebih dari apapun di dunia ini.”
3. Lalu, salah satu peserta mereka yang termuda—Ryan—membuat cerita tentang dua orang yang bersahabat selama 40 tahun, menganalogikan diri mereka sebagai dua raja yang memerintah sebuah kerajaan, yang walaupun pernah saling mencaci maki dan mengeluarkan seluruh pengetahuan tentang kata-kata hina, mereka tetap saling menyayangi. Diceritakan tentang perasaan walaupun saling berjauhan tapi masih merasa berada di sampingnya. Sang sahabat menuliskan surat ini ketika sudah tiba saatnya sebuah kerajaan kehilangan salah satu rajanya.
Mereka mencium aroma homoseksual di sini karena hubungan persahabatan mungkin tidak sebegitu terobsesinya.
Tetaplah membaca, mungkin kau menemukan petunjuk lainnya.
4. Terselip sebuah cerita manis yang dituliskan oleh Rizal. Dibuka dengan kalimat “mendaki gunung adalah simulasi masuk surga”, ia berkisah tentang dua orang sahabat yang suka mendaki gunung dan berbagi tentang pengalaman keindahan hingga salah seorang sahabatnya terbaring di rumah sakit karena kecelakaan di flyover Pasupati. Sudah 3 bulan si keluarga sahabat berusaha untuk memperpanjang nyawanya dengan mesin sementara ada obsesi mereka berdua yang belum tercapai yaitu mendaki gunung selatan. Cerita dengan manisnya ditutup, “Mungkin jika sudah dicabut oksigenmu, kamu bisa pergi ke gunung selatan sendirian tanpa perlu didampingi.”
Gunung dan bromance agaknya mengingatkan mereka pada film Brokeback Mountain. Bagaimanapun, cerita ini manis adanya dan emosi sedihnya sungguh terasa.
5. Dengan tidak biasa, Andika membuka ceritanya dengan seorang tokoh yang suka bermimpi jika ada yang mau meninggal dan kali ini mantan pacarnya, Yudi, yang mengunjungi mimpinya. Yudi ini digambarkan sebagai sosok yang tidak disukai oleh tokoh utama. Tokoh utama mencibir tentang Yudi yang broken home dan tidak lulus kuliah. Dunia Yudi bagai gudang sempit yang penuh kotoran yang didalamnya penuh tikus-tikus. “Memutuskanmu adalah hal terbaik yang pernah kualami. Kini kuucapkan selamat karena selamat tinggal dan sampaikan salamku kepada Tuhan.” ujar tokoh utama.
Awal cerita yang tidak biasa, surat diisi dengan metafora yang baik, dan klimaks pada akhir cerita. Hari ini milik Andika.
6. Fasilitator kali ini, Sapta, bercerita tentang Nada Astina—seorang pemahat patung—yang memiliki kegemaran berbicara dengan orang asing ketika ia sedang berpergian ke Yogyakarta dengan menggunakan kereta. Di sana ia bertemu dengan wanita setengah baya bernama Retno yang tidak menikah karena 25 tahun yang lalu, wanita ini divonis dokter tidak akan berumur panjang. Dengan alibi tidak ingin menyakiti dan meninggalkan orang yang disayangi, maka ia memutuskan untuk hidup sendiri. Sayangnya, vonis 25 tahun yang lalu itu tidak terbukti dan ia masih hidup sampai sekarang sehingga ia agak menyesal karena percaya vonis dokter.
Menutup ceritanya, Sapta menulis begini:
“Di depan peron, Nada disambut oleh keluarga besarnya. Ibu, bapak, dan kelima adiknya. Berlarian berebut memeluk Nada, air mata berhamburan di mata mereka, Nada berusaha menahan tangis. Sayang, Nada tidak berhasil menepati janjinya. Janji untuk air mata yang tak akan jatuh lagi dari sudut matanya, air mata yang sudah kering beberapa bulan lalu saat vonis dokter menyatakan dirinya tidak akan berumur panjang dan esok adalah batas hari itu. Hari ini Nada melihat kenyataan bila vonis itu hanyalah diagnosa, hanyalah dugaan manusia. Dokter bukan Tuhan. Harapan itu ada. Ibu Retno adalah buktinya.
Hari ke dua Nada di Jogja tangisan keluarga Nada kembali terdengar, bahkan lebih kencang, kala itu Nada menepati janjinya untuk tidak menangis..
Tapi memejamkan mata untuk selamanya.”
Kau tahu, kalian para manusia, bahwa twist yang disajikan Sapta kali ini begitu lembut dan tidak patah karena penjelasan menuju akhir ceritanya cukup baik dan klimaks tetap terjaga hingga akhir.
7. Dini membuat surat perpisahan berdasarkan kisah nyata. Ia memberikan surat ini untuk Sammy, yang belakangan diberitahu bahwa itu adalah sebuah handphone Siemens yang diganti menjadi Nokia. Dini menceritakan dan memperlakukan seolah-olah itu adalah seorang manusia.
Mereka sudah menyangka bahwa tokoh yang ditulis Dini bukanlah orang tapi seekor hewan atau sesuatu, tapi siapa yang menyangka bahwa Dini menulis surat untuk handphone yang sudah musnah karena terjatuh saat menunggang kuda?
Apakah kau sudah membaca polanya bahwa setiap orang yang membaca surat di atas akan mati esok harinya? Ada kata-kata terakhir? Jika tidak, kini tengoklah ke belakang, mungkin ada seorang perempuan yang akan menikammu perlahan-lahan.
Salam,
Nia Janiar
Nia Janiar