Sabtu ini di Reading Lights kembali dilaksanakan kegiatan nulis. Yaah, karena belum ditentukan tema sebelumnya, jadi tema untuk sekarang dikocok dari pilihan-pilihan tiap orang yang datang. Tema yang terpilih adalah tema dari Dini. Sastra cita rasa. Sebetulnya Dini menulis tema sastra cita rasa dan blablablabla. Tapi kurang lebih yah intinya dan blablablanya kayaknya cuman pendukung si sastra cita rasa sendiri kali yah. Jadi ngga inget deh dan blablablanya. Haha.
Foto dipinjam dari Reading Lights |
Saat menulis, kita kedatangan Wahyu--yang katanya teman lama di RLWC. Ya sebagai penulis jurnal yang kebetulan baru di RLWC, saya baru liat Wahyu. Wahyu datang saat waktu tinggal 20 menit. Awalnya Wahyu menolak untuk mengikutin kegiatan menulis dan hanya ikut mendengarkan hasil karya hari ini saja. Tapi karena didesak teman-temannya, akhirnya Wahyu menulis dengan sekitar sisa waktu 15-20 menit.
Penulis pertama yang membaca ceritanya adalah Wahyu. Wahyu menulis tips makan di meja makan. Eh salah, mungkin Wahyu tidak menulis cerita. Wahyu seperti menulis sebuah manual mengenai cara makan di meja makan. Dan tulisan dia pada saat itu paling outstanding kali yah. Selain menulis sejenis manual cara makan di meja makan, diakhiri dengan joke yang ringan.
Lalu penulis kedua, Nia. Nia menuliskan sebuah cerita mengenai cowok yang sedang diintrogasi ceweknya. Atmosfer yang dibentuk Nia di cerita kali ini sangat mengasyikan buat diikutin. Melalui suasana sebuah cafe, yang kata Nia sendiri, dia membayangkan suasana cafe-nya itu Reading Lights. Sayang saat bagian dialog beberapa saya lost ceritanya.
Lalu penulis ketiga Andika. Dia menuliskan cerita mengenai hubungan 2 cewek yang tinggal 1 sekolah. Andika menulis interaksi-interaksi dan segmen-segmen suasana suasana yang berganti ganti antara cewek 1 dan cewek 2 sangat dinamis. Even lagi-lagi saya agak kusut juga takut ketuker-tuker cewe yang ini apa yang itu. Sayangnya Andika saat membacakan masih belum menyelesaikan ceritanya jadi kurang terlihat sisi makanannya, karena kata dia. Dia sebetulnya akan menuliskan mengenai makanan-makanannya saat akhir cerita.
Setelah Andika, giliran Rizal yang membacakan ceritanya. Rizal menulis cerita mengenai seseorang yang awalnya sangat menyukai sup iga dari ibunya. Tetapi saat kali ini dia diberi sup iga hasil kurban dia merasa sangat mual. Rizal menuliskan bagaimana hubungan emosional tercipta antara sapi dan seseorang itu. Hanya lewat tatapan sang sapi pada dia. Agak geli sih ya waktu ditulis gini. Haha. Tapi waktu dibacain perasaan dapet deh rasa emosinya.
Penulis ke empat itu Sabiq, ato saya. Saya menuliskan mengenai hubungan antara ibu dan anak kelas 5 SD, mengenai ibu yang mulai sadar akan kesalahan dia pada anak itu karena membiarkan penyakit pada anak itu kambuh terus menerus. Hingga dia harus dioperasi dan kehilangan suaranya. Saya menuliskan sebuah suasana dimana sang ibu kembali mengakrabkan diri dengan sang anak. Meski di akhir ibu itu menolak kembali anak tersebut karena sang anak cacat dan meminta di-ke-panti-asuhan-kan. Cerita ini disebut ngga begitu logis karena terlalu kecil dah dapet penyakit yang kayakya untuk dewasa banget dengan penyusunan kata yang tidak begitu kekenak kanakan mengingat menggunakan tokoh aku dan si anak kelas 5 SD.
Lalu penulis ke 5 itu Uli. Uli nulis mengenai sebuah suasana pembicaraan pasangan suami istri yang sudah terpuruk, yang mereka berdua pernah sama sama selingkuh. Uli menuliskan latar bubur merah putih. Karena kata uli bubur merah putih mempunya makna yin dan yang. Uli menulis seperti mempunyai 2 klimaks pada cerita tersebut. Sayangnya saat klimaks pertama pada cerita Uli yang lebih dapet emosinya dibanding klimaks terakhirnya. Idk, mungkin gara-gara cerita mendukung klimaks terkakhir yang memang tidak terlalu lama seperti klimaks pertama menjadikan klimaks terakhir seperti tenggelam pada klimaks pertama.
Setelah uli, ada aji. Aji menuliskan cerita yang memiliki alur pendek tapi Aji menyisipkan joke-joke urban dan sebuah suasana yang merakyat sekali. Aji menulis mengenai 2 orang lagi ngobrolin dan makan mie ayam. Just it, tapi Aji mampu meraciknya jadi sangat menarik
Dan penulis terakhir Dini, yang milih tema. Dini menuliskan cerita dengan tokoh utama seorang wanita, ya Dini menulis cerita yang sentimentil sekali. Dengan emosi melalui suasana suasananya dapet banget. Di mulai dengan awal cerita yaitu nostalgia, saat sang wanita menceritakan mengenai pria yang dulu mereka pernah mengalami rasa suka sama suka tanpa ada keterikatan hubungan. Bagaimana mereka saling admiring satu sama lain tanpa lain. Yah.. itu sweet sekali.. , lalu dilanjutkan dengan sebuah reuni dan bertemu kembali sang pria. Dan diceritakan bagaimana dia masih suka si pria, meski sang wanita masih menyukainya.
Ternyata sang pria tersebut sudah menikah, dengan memperkenalkan istrinya. Lagi-lagi suasana suasana yang dibangun dini mengenai patah hati sang wanita sangat terbentuk lagi. Terlebih Dini menyanyikan sebuah lagu yang mendukung di tengah tengah cerita. Yah, yang mungkin, saya juga bakal nyobain kayak gitu menyisipkan sebuah lagu untuk lebih dapet feel-nya haha.
Sebetulnya beberapa cerita satu sama lain terlihat agak mirip. Seperti:
Sabiq dengan Rizal tentang ibu anak.
Nia dengan Uli tentang konflik hubungan cewek dan cowok.
Aji dengan Andika yang sama sama pertemanan 2 orang.
Yang paling keliatan sih yang 3 itu.
Akhir jurnalnya nggak ada ide, Ni. Sama kamu aja ho oh tambah-tambahin.
PS: Selain tanda baca, admin tidak mengubah isi jurnal demi menjaga keaslian gaya penulisan Sabiq. :D
Muhammad Sabiq Hibatul Baqi adalah peserta termuda (masih SMA) yang menulis data diri di Facebook sebagai: Raw. Sok nyeni. Sok eksperimentalis. Kedatangannya pertama kali ke RLWC adalah saat menulis teknik puisi akrostik. Ia menulis puisi sederhana tentang bebek dengan sangat aneh (dalam konteks baik) sehingga keberadaannya langsung berbekas di benak writer's circle. Sabiq juga pernah berniat bolos try out karena memilih hang out dengan peserta writer's circle di H-1.