Minggu, 07 Agustus 2011

Mengupas Spiritualitas

Saptapasta: Ting, apa kabar? Mau liat RLWC ngga? Hari ini kita mau ngumpul dan nulis..
Ryan othink: OK! Jam berapa?
Saptapasta: Jam 4 di Reading Lights, Gandok, Ciumbuluit, sebelah Siliwangi Billiyard
Ryan othink: OK, Siap!!
Saptapasta: C U there!!

Diawali pesan lewat BBM, akhirnya saya bergegas menuju Reading Lights. Seperti biasa Bandung nampak sibuk di hari Sabtu. Keterlambatan para peserta RLWC, termasuk saya, adalah bukti nyata kesibukan Bandung. Justru teman yang saya ajak tadi, datang sebelum pukul 4. Jadwal resmi RLWC adalah Sabtu jam 4 sore, meski belakangan sering ngaret.


Setelah mengenalkan teman saya yang baru bergabung di RLWC, kami akhirnya menentukan tema.

“HIDAYAH!” Kata Nia.

“HAH?” Saya melongo.

“Kan kesepakatan minggu lalu, menjelang puasa..,” kata Nia.

Setelah tawar menawar yang sengit akhirnya hari itu kami tidak jadi menulis tema Hidayah dengan genre mendayu-dayu seperti cerita di sinetron. Hari ini kami enggan menulis “Kuburan yang di kerubuti belatung” atau “Kulit bernanah karena berzinah”. Tema kali ini yang kami sepakati adalah Pengalaman spiritual.

“Itu kan luas, ya?” kata saya.

Seluas apa cerita Pengalaman spiritual yang kami hasilkan?

Seluas pengertian cerita pengalaman spiritual saya tentang tokoh yang koma. Cerita saya berbeda dengan pengalaman “kesaksian” mengenai pasien yang koma di televisi. Tokoh dalam cerita saya justru bertemu dengan seseorang di langit ketujuh dan berbicara dalam bahasa yang tokohnya tidak mengerti. Saat sang tokoh siuman, justru pengalaman spiritualnya menyebabkan sang tokoh mempertanyakan agama yang diyakininya.

"Doa? Seperti apa? Dalam bahasa apa? Bahkan di langit ketujuh aku tak mengerti dia berbicara dalam bahasa apa.

Aku lumpuh dan aku tak menemukan pelajaran dari ini semua. Salahkan saja perjalananku menuju langit ke tujuh. Salahkan saja gambaran yang terparti dalam ingatanku. Aku tak merasa bersalah karenanya."

Seluas apa pengalaman spiritual yang Rizal hasilkan?

Tokoh yang ditinggalkan sahabatnya karena kematian memisahkan mereka. Lewat sepucuk surat, sahabatnya berpamitan dan memintanya untuk datang ke kampung tempat sahabatnya mengabdikan dirinya. Saat tiba di kampung itu barulah tokoh utama sadari betapa berjasa sahabatnya ini dimata warga sekitar. Perpisahan di tepi pantai dengan “spirit” sang sahabat adalah pengalaman spiritual yang dimaksud.

“Aku memaafkanmu..”

Pengalaman spiritual selanjutnya lewat cerita Nia lebih luas.

Sang tokoh yang terhasut oleh temannya yang religius. Hasutan yang berakhir dengan pengalaman spiritual lewat jamur tai kebo. Seperti efek LSD sampai tahap narkose. Kalimat-kalimat yang dihasilkan oleh sang tokoh teruntai indah seperti mantra, seperti puisi pujangga, tentang dosa, tentang hidup dan kematian. Halusinasi.

"Suara-suara yang aku dengan menjadi benang-benang halus yang masuk ke telinga, lalu menggelitik benda-benda yang melayang di atas sana, termasuk si jam dinding yang berbengkok-bengkok jarumnya. Tik tok tik tok, jarum berdetik mundur ke belakang."

Bukan Dea, bila tak bermain dengan kata-kata. Ia memaknai lebih luas lagi bagaimana pengalaman spiritual bisa dihasilkan. Disaat Spiritual yang sudah tidak merasa lagi menjadi Spirimudal. Lewat berkas cahaya yang di hasilkan oleh Spiritus.

Disusul cerita Fadil. Diceritakan tokoh Yahudi yang sedang berdoa lewat tembok ratapan. Kehusyuan sang tokoh yang bedoa ini adalah pengalaman spritualnya.

“Suara-suara yang tidak masuk lewat telinga melainkan pori-pori tubuhnya.”

Dani adalah peserta terakhir yang membacakan ceritanya. Ryan memutuskan untuk tidak menulis karena datang terlambat, sementara Retno dan Othink setia mendengarkan sesi pembacaan RLWC hari ini.

Sebelumnya Dani sudah memberikan peringatan, “Mungkin cerita yang gua buat nggak nyambung ama spiritual.”

Cerita seorang tokoh yang menyerahkan benda kenang-kenangan kepada seorang wanita berambut merah. Wanita ini adalah istri dari prajurit yang sebenarnya dibunuh dalam peperangan oleh sang tokoh. Niat baiknya timbul karena entah kenapa rasa iba tiba-tiba muncul. Sayangnya niat baiknya ini berubah! Sang tokoh jatuh cinta pada wanita berambut merah, haruskah dia mengatakan yang sejujurnya?

Sesi RLWC kali itu seperti biasa kami akhiri dengan banyak diskusi. Minggu depan sudah masuk bulan puasa. Selamat berpuasa untuk yang menjalankannya! Semoga bulan ini bulan yang tepat untuk merangkai pengalaman spiritual kita.






Sapta P. Soemowidjoko. Bergelar sarjana science yang pada akhirnya terjun ke dunia seni. Hobinya menulis, menggambar, dan memotret yang pada akhirnya digeluti secara profesional. Semasa kuliah pernah menjadi penyiar dan produser di beberapa radio dengan genre anak muda. Terakhir, ia pernah terpilih menjadi art director LA Indie Movie dalam film Dummy Bukan Dami sekaligus menjadi pemeran utamanya. Visual merchandise and promotion untuk Corniche adalah pekerjaan tetap yang tertulis dalam kartu namanya.

Tidak ada komentar: