Selasa, 24 Mei 2011

Air Mengalir Sampai Jauh

Sabtu (21/05) ditemukan bahwa sebetulnya tidak ada alasan untuk mengalami writer's block karena kekurangan ide. Setidaknya itu menurut idealnya saya, tapi kadang aplikasinya berkata lain. Ide menulis itu dimana dan apa saja, hanya mungkin memunculkan ide-idenya saja yang susah. Kemarin--akibat membaca sebuah artikel--saya memikirkan tentang ide yang sederhana dan begitu dekat dengan keseharian: menulis tentang air. Ide kecil ini rupanya memiliki dampak yang luas terhadap keberlangsungan hidup para makhluk yaitu air sebagai sumber utama kehidupan.

Saya membebaskan peserta untuk menulis fiksi atau non fiksi. Dari lima peserta, hanya Aji yang menulis non fiksi. Ia menulis artikel tentang pentingnya resapan air, air sebagai pemicu perang, di suatu daerah yang kekeringan dan di daerah lain begitu melimpah ruah yang paradoks. Selain membeberkan fakta yang kurang (tentu karena Aji tidak mempersiapkan literatur), Aji juga memberikan saran tentang penghematan air dari menanam pohon, mandi memakai shower, hingga tidak usah mencuci mobil atau motor! Tentu ide terakhir ini membuat mereka-mereka yang jarang mandi merasa dibenarkan untuk tidak mandi dengan alibi menghemat air.

Lalu Monika menulis tentang cerita binatang yang bisa berbicara (fabel). Menceritakan tentang ikan yang berkelompok dan mau pergi ke hilir. Sampai di sana, mereka menemukan air yang tidak jernih. Lalu datang air berbusa dan berbau yang keluar dari sebuah lubang. Saat mereka lari, mereka bertemu dengan burung bangau yang akhirnya menjelaskan apa yang terjadi di hilir. Ah! Monika ini menyadarkan bahwa peserta writer's circle pada umumnya jarang menulis fabel!

Ada ide unik yang ditawarkan LM (bukan nama sebenarnya), dituliskan di cerita yang berjudul "Mengalir". Ia bercerita tentang tokoh aku yang bernostalgia bersama neneknya tentang air yang dulu mudah mengalir namun kini air harus terhambat dengan tembok beton. Cerita diakhir dengan sang ibu yang hanya meminta setengah gelas air saja. Si anak membawa setengah gelas air beserta pisau yang dibalut kain. Ternyata darah yang "mengalir" dari tangannya yang menggantikan fungsi air. Frase yang menurut saya kuat dan dalam adalah ketika LM menulis begini, "Satu-satunya air yang mengalir adalah darahmu." Ending-nya bukan twist tapi bagus!

Dani, dengan gaya menulis yang khas, bercerita tentang Ulrike dan temannya yang mengejar orang-orang. Orang-orang yang mereka kejar itu meninggalkan jalur sungai selama 5 hari. Ulrike bertanya-tanya bahwa jika isi botol mereka sendiri sudah pada habis, tentunya isi botol orang-orang tersebut juga habis. Tapi mengapa orang-orang tersebut tidak haus? Ternyata orang-orang tersebut punya peta yang menunjukkan arah menuju mata air.

Sementara saya bercerita tentang para perempuan yang harus menempuh belasan kilometer setiap harinya untuk mendapatkan beberapa liter air rembesan tanah yang keruh. Setelah mereka ke rumah dan saat air mau dimanfaatkan untuk kegiatan sehari-hari, sayangnya air di dalam jerigen itu tumpah karena tidak sengaja tersandung oleh anak kecil.

Manusia bisa bertahan lama tanpa makan namun tidak bisa bertahan lama tanpa minum. Kemarin juga ada diskusi setelah sesi menulis bahwa jumlah air tidak pernah berkurang, oksigen dalam air yang berkurang karena banyaknya eceng gondok, dan hulu yang mulai banyak tercemar. Satu unsur kecil namun memiliki pengaruh yang sangat besar.

Sekarang, tuanglah air ke dalam satu gelas bening di depan matamu. Putuskan: apa kamu akan menulis sesuatu tentangnya atau langsung meminumnya saja?


*Judul diambil dari lagu Bengawan Solo oleh Gesang.

Nia Janiar

3 komentar:

salamatahari mengatakan...

Siapa LM ? Idenya keren ...

Btw, jurnal yg ini bagus, deh, Ni, gue suka ...

Lilly Melinda mengatakan...

LM saya, kak.. Hehe, makasi :">

Reading Lights Writer's Circle mengatakan...

@Dea: Kata Nia makasih.. Haha.

@LM: Naaah, ini dia orangnya. Hey, dateng lagi doongg :)