Jurnal Mingguan Karya Peserta Writers' Circle di Reading Lights Bookshop & Coffee Corner, Bandung.
Selasa, 20 April 2010
Kisah Seorang Gadis yang Tak Menyukai Nasibnya
Kali ini ada yang beda di RL Writers' Circle. Kita tidak diminta menulis oleh Andika. Kursi-kursi berjejer di ruang yang gelap, menghadap pada tembok putih yang ditembakkan cahaya dari proyektor. Regie terlihat sumringah hari itu. Mungkin karena kali ini ia berkesempatan mengenalkan dunia yang sangat dicintainya: anime.
Seperti yang kita tahu, Regie si Siluman Rubah suka sekali membaca dan menulis mengenai dunia khayalan khas Jepang. Bisa saya katakan, kali ini ia menawarkan film anime berkualitas tinggi untuk kita, Toki o Kakeru Shōjo alias The Girl Who Can Leapt Through Time. Menurut Reggie, film ini merupakan adaptasi dari novel Yasutaka Tsutsui yang telah menerima banyak penghargaan walau pun tidak meraih box office yang menghebohkan. Penghargaan yang sudah diraih film ini antara lain Japan Academy Prize for Animation of the Year, Sitges International Film Festival of Catalonia, dll.
Film ini bercerita tentang Makoto Konno, siswi SMA yang secara tidak sengaja dapat menemukan cara untuk kembali ke masa lalu. Hal ini membuat ia mampu memperbaiki kesalahannya dengan hanya meloncat tinggi, mengantukkan kepalanya, dan BOOM! Ia melompati waktu. Dengan cara ini, Makoto memperbaiki nasibnya dalam urusan percintaan dan pertemanan.
Awalnya, ia hanya ingin urusan sendiri, seperti membuat Chiaki batal mengajaknya kencan atau menghindari nilai ujian yang jelek. Seiring waktu, Makoto memiliki misi baru: menolong seorang siswi pemalu yang menyukai sahabatnya, Kōsuke Tsuda!
Berkali-kali Makoto meloncat, mengantukkan kepalanya, melompati waktu, lalu membuat perubahan yang serba melelahkan dengan harapan meraih masa depan yang lebih baik. Sayangnya, Makoto salah. Ia hanya mengacaukan nasib dan membuat sahabat-sahabatnya menderita.
Di tengah kebingungannya, Makoto menemukan tato angka yang terus berkurang tiap kali ia menembus masa. Apakah maksud tato ini? Mengapa Makoto ia bisa melompati waktu? Bagaimana ia memperbaiki kekacauan yang ia perbuat? Termasuk, kematian sahabatnya, Kōsuke, yang berada di depan mata? Apakah Makoto bisa mencegahnya?
Uuupps ... sorry, saya tidak akan membuka ending-nya di sini. Anda harus menonton filmnya secara utuh untuk menikmati keindahan gambar dan cerita The Girl Who Can Leapt Through Time. Yang jelas, setelah proyektor dimatikan dan lampu ruangan dinyalakan, saya dapat melihat senyum dari sekitar sepuluh penonton yang hadir. Mmmm... sepertinya mereka menyukainya!
Cerita filmnya lumayan keren, walau kita disuguhkan cerita mengenai hari yang sama berulang kali, tapi kita tidak merasa bosan. Beberapa bagian membuat kita tertawa terpingkal pada kebodohan tiga sahabat Makoto, Kōsuke dan Chiaki.
Hal sedikit mengganjal adalah pelompatan waktu yang kadang sulit dicerna oleh otak. Yah ... itu mungkin tergantung pada kemampuan otak masing-masing. Yang jelas, hal tersebut sempat membuat saya bingung :P
Film ini pun acapkali menyuguhkan pemandangan yang sunyi dan lama. Dan, yang dilakukan para tokoh adalah termenung. Bagi saya adegan semacam ini sedikit membosankan. Apabila diperhatikan, memang banyak film anime yang menyuguhkan adegan sunyi dan diam semacam ini. Mungkin, memang disitulah letak kekhasan film anime.
Dalam setiap langkahnya Makoto berusaha untuk menghindari kenyataan yang ia tidak suka. Namun, yang ia dapat hanyalah kesedihan. Makoto ternyata harus menghadapi kenyataan. Bukan hanya Makoto, ternyata kita pun harus menghadapi kenyataan (bukannya sok bijak, tapi memang harusnya kita begitu, ‘kan?)
Sedikit curhat, kadang saya melakukan kesalahan yang membuat orang mengernyitkan jidat. Tentunya, saya kesal kepada diri sendiri dan membenci momen seperti ini. Rasanya ingin memutar waktu dan melakukan segala hal dengan cara yang benar. Pada kenyataannya, kita tidak punya kekuatan ajaib untuk kembali ke masa lalu. Semua chaos yang dibuat harus dihadapi. Dan kemampuan kita untuk menghadapinya adalah cara membuat kita semakin kuat. Iya, nggak?
Sekian laporan saya tentang acara nonton The Girl Who Can Leapt Through Time. Terima kasih kepada Regie yang telah menyajikan film keren ini dan teman-teman yang telah hadir atau membaca jurnal ini. Semoga sabar membaca tulisan ini yang diselingi curhat colongan. Hehehe ...
Dan yang terakhir, saya dan teman-teman RL Writers Circle ingin mengucapkan bela sungkawa yang sedalam-dalamnya atas meninggalnya ibunda Regie, Ibu Dewi. Semoga ia diterima di sisi-Nya. Semoga Regie dan keluarga diberikan ketabahan dan kekuatan untuk menghadapinya.
Amin.
Yuliasri Perdani adalah mahasiswa jurnalistik yang belum bercita-cita menjadi seorang jurnalis. Ia menyukai kegiatan menonton film dan membuat film. Prestasinya dalam dunia film adalah sebagai scriptwriter Naughty Matahari, Veronica Tebs Movie Competition Winner, Finalis LA Lights Indie Movie 2007, dan mentor Ekskul Film SMA Tarbak.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
4 komentar:
LIKE THIS!!!
aku pernah mimpi, kalau berlari kencang sekali pada satu titik aku bisa berpindah waktu karena ada semacam lubang cacing yang menghubungkan antara waktu sekarang dan masa lalu atau mungkin masa depan.
dalam mimpiku itu salah satu wormhole itu terletak di bukit STPDN Jatinangor. Jadi pada saat berlari kencang sekali menuruni bukit, mendadak aku pindah ke tahun 1950-an.
...
Begitulah...
@Regie: Hai, Reg, apa kabar? :)
@Mbak Mir: Mbak, pernah jadi penasaran atau bertanya2 gak.. kira2 tempat2 yang ada di mimpi itu benar adanya atau enggak ya?
Nia Janiar
mynameisnia.com
begitu bangun dari mimpi time travel itu, jantung masih berdebar karena sebelum kebangun saya lagi lari menuruni bukit buat kembali ke tahun 2008.
Tapi abis itu aku inget-inget, kayaknya dalam mimpi itu , yang settingan tahun 50-an itu, Jatinangor masih hutan pohon karet. :D iya, aku selalu mengecek logika mimpiku, terutama yang kesannya kuat sekali sampai-sampai pas aku bangun masih keinget jelas runutan ceritanya. Soalnya aku sering deja vu mimpi, Nia.
Posting Komentar