Rabu, 27 Januari 2010

Meneruskan Kalimat kemudian Berpetualang

Hari itu – Sabtu, 23 Desember – perhelatan rutin Reading Lights Writers’ Circle berjalan seperti biasa. Di sana, sebagaimana sebelum-sebelumnya, sekelompok bakal penulis muda mengasah kemampuan mengarang mereka dengan program-program latihan yang telah dipersiapkan sebelumnya oleh sang fasilitator, Andika Budiman. Selain itu, para peserta juga biasa saling melibatkan diri dalam diskusi-diskusi penting yang topiknya tidak hanya menyentuh subjek tulis-menulis, namun juga filsafat, budaya, dan seni secara keseluruhan.

Pada kesempatan tersebut, beberapa peserta yang datang lebih awal tampak bercakap-cakap mengisi waktu hingga waktu yang ditentukan tiba. Sundea, yang baru datang dari Jakarta, menceritakan pengalamannya selama di ibukota dan bagaimana peristiwa tersebut mempengaruhi tulisannya. Pengarang buku Salamatahari ini bercerita bahwa ternyata, bagaimanapun kata orang, di Jakarta juga banyak hal yang menggugah dan melembutkan hati. Hal tersebut membuat Dea yakin bahwa dimanapun akan selalu ada hal-hal menarik yang ditawarkan tiap tempat/kota untuk dijadikan sebuah cerita.


Saat Andika memulai sesi menulis hari itu, semua peserta telah duduk membuat lingkaran di lantai ke-2 Reading Lights. Semua memegang alat tulis mereka, semua duduk terfokus, semua siap menulis. Andika menyatakan bahwa latihan menulis pada hari itu adalah membuat karangan dengan kalimat yang telah dipersiapkan sebelumnya yaitu ‘Kau menemukan koper yang berisi begitu banyak uang kemudian kau memutuskan untuk berpetualang.’


Membacakan tulisannya pertama, Indra menuturkan kisah seorang kakak yang menyurati adiknya di Jakarta. Diceritakan dari sudut pandang si kakak yang konon sedang berada di negeri seberang, Indra tampak memiliki alasan sentimentil untuk menulis cerita tersebut, ia pun ternyata tidak lama lagi akan bertolak ke luar negeri demi melanjutkan sekolahnya.


Giliran berikutnya, Sundea. Dia menulis kisah fantasi yang humoris, diisi dengan permadani terbang, Aladin serta jin koper pengabul segala keinginan. Membacakan tulisannya secara jenaka, Sundea nyata bersenang-senang dengan kisah yang dibuatnya itu.


Setelah Sundea, Mahel membacakan tulisannya. Semua peserta yang lain mendengarkan secara seksama. Patut dicatat, secara pasti tulisan Mahel mulai menunjukkan cirri khas dan gaya yang unik darinya. Corak yang tertangkap adalah bahwa dia gemar menyertakan petikan kalimat serta referensi budaya pop dalam karyanya.


Nia, seorang penulis blog yang sudah punya nama, memaparkan kisah seorang laki-laki yang bertualang ke Irian Jaya, serta orang-orang yang ia temui di perjalanannya. Nia menyertakan banyak sekali detil dalam ceritanya itu, membuat cerita itu lebih nyata dan mudah dipercaya.


Sang fasilitator, Andika, menulis cerita tentang seorang pemuda yang menemukan uang, lalu menjadi naas karenanya. Sebagaimana biasa, cerita Andika mudah diikuti dan berkesan seperti sebuah penggalan catatan harian. Bagus.


Aji membuat teman-temannya tertawa melalui karakter dalam ceritanya.
Pria rendah hati ini membacakan cerita yang berkenaan dengan sepakbola dan piala dunia. Lalu, walaupun datang terlambat, Hakmer dan Dani mampu merampungkan kisah mereka yang khas dengan gaya unik mereka masing-masing.

Diskusi informal setelah pertemuan informal

Setelah sesi pembacaan karya berakhir, seperti biasa para peserta terjun dalam diskusi. Kali itu mereka membandingkan dua buah novel oleh penulis yang berbeda; bagaimana walaupun kedua novel tersebut mengadaptasi banyak opini dan pengalaman pribadi masing-masing penulisnya, yang satu jatuh nilainya di mata para peserta diskusi karena narasinya dianggap terlalu membebani dan melelahkan pembaca (“Gua capek banget bacanya, soalnya isinya tuh penuh ama omelan dan keluhan si penulis,” kata salah seorang peserta), sedangkan novel yang satunya lagi, 9 dari Nadira karya Leila S. Chudori, mendulang pujian karena sang penulis berhasil merangkai pengalaman pribadinya sebagai komponen esensial cerita yang membuatnya menjadi semakin nyata dan realistis.

Akhirnya, setelah terbenamnya matahari, mereka semua bubar, berpisah untuk pergi menuju kepentingan mereka masing-masing. Tidak lupa, sebelum pulang, para peserta memberi ucapan selamat pada Nia yang akan berulang tahun. “Selamat ulang tahun, Nia ...!” ucap mereka akrab. Indra, yang mulai minggu depan tidak akan berkegiatan bersama mereka lagi, ikut terharu.




Ali Singatuhan
adalah seorang penulis yang karyanya sering mendapatkan banyak pujian dari pembaca karena kata-katanya sederhana namun sarat makna. Ia percaya bahwa dalam memberi nama satu tokoh dalam cerita, haruslah memiliki arti dan tidak asal-asalan. Nama haruslah terkait dengan karakter dan latar belakangnya. Lalu, apakah nama ‘Singatuhan’ sendiri berkaitan dengan dirinya? Bisa ditanyakan jika ia sudah kembali ke rimbanya.

3 komentar:

M. Lim mengatakan...

indra ga ikut lagi kenapaaa?

Nia Janiar mengatakan...

ini udah ada lhoo..

"Membacakan tulisannya pertama, Indra menuturkan kisah seorang kakak yang menyurati adiknya di Jakarta. Diceritakan dari sudut pandang si kakak yang konon sedang berada di negeri seberang, Indra tampak memiliki alasan sentimentil untuk menulis cerita tersebut, ia pun ternyata tidak lama lagi akan bertolak ke luar negeri demi melanjutkan sekolahnya."

Nia Janiar mengatakan...

Btw,

"seorang penulis blog yang sudah punya nama"

itu berlebihan ah. Hehe.