Senin, 18 Januari 2010

Kaos Kaki, Oh, Kaos Kaki

Hampir seharian di hari Sabtu tanggal 16 Januari 2010 itu hujan. Hujannya kecil-kecil, kayak keluar dari pancuran air. Selain itu, hujan agak moody – kadang hujan, kadang berhenti. Hari itu sangat cocok bagi orang yang ingin santai-santai di kamar. Namun ketimbang santai di kamar, saya dan teman saya memutuskan untuk ikut writer’s circle.

Awalnya, saya menginterpretasikan bahwa kegiatan hari ini akan menulis tentang imajinasi atau fantasi. Namun ternyata dugaan saya salah karena kegiatannya adalah menuliskan kesan pertama dari sebuah benda dilihat yang pada saat itu akan disembunyikan di dalam sebuah kotak (boks) cokelat. Sesampainya disana, saya tidak melihat ada boks atau sesuatu apapun yang berwarna cokelat, hingga akhirnya fasilitator mengeluarkan tujuh buah kaos kaki dari tasnya. Benda-benda tersebut berada di dalam kaos kaki dan harus dikeluarkan!

Ok, mungkin saya berlebihan, tapi bukan hanya saya saja karena beberapa peserta yang datang pun ragu mau memegang dan memasukkan tangannya ke kaos kaki milik si fasilitator. Namun sudah kepalang kami berada di RL, maka kegiatan pun berjalan. Setiap orang memilih kaos kaki kemudian mengeluarkan benda yang ada di dalamnya.

Andika, peserta yang merangkap sebagai fasilitator, mendapatkan sebuah boneka porselain panda dari kaos kakinya. Ia menuliskan cerita bahwa ia menemukan porselain panda itu di rak ibunya. Sang ibu memiliki kebiasaan mengkoleksi namun jarang merawat hingga akhirnya berdebu. Andika menuliskan cerita fiksi tentang Mama Panda yang sedang berolahraga akibat kegendutan sehabis melahirkan. Kehamilan panda adalah hal yang jarang karena panda adalah hewan yang secara seksual sulit untuk terangsang. Selain itu Andika menyelipkan fakta-fakta penting mengenai panda tentang habitat panda di Cina dan kemana mereka berimigrasi.

Setelah Andika, Regie mendapatkan sebuah kaset Kuch Kuch Hota Hai. Regie adalah satu-satunya peserta yang segera mendapat insight ketika pertama kali melihat barang. Ia menuliskan tentang salah satu anggota keluarganya yang suka film India di tengah epidemik film Mandarin. Regie bukanlah tipe orang yang suka nonton film India. Namun paradigma ini berubah setelah ia menonton Kuch Kuch Hota Hai atas rekomendasi tantenya. Ia menjadi paham bahwa adegan tari-tarian dan adat istiadat yang ditunjukkan dalam film India adalah bentuk kecintaan masyarakatnya terhadap budaya.

Staples biru adalah benda yang Aji dapatkan. Ia bercerita tentang Pak Diman, seorang tukang fotokopi, yang sedang men-staples (menghekter atau menjegrek) makalah salah satu mahasiswi. Sang mahasiswi bertanya, “Aslinya mana, Pak?” Pak Diman menjawab, “Tegal.” Padahal asli yang dimaksud adalah makalah asli yang dimiliki mahasiswi. Sebelum pergi, mahasiswi kaget dan cekikan mendengar jawaban Pak Diman.

Karya Aji ini dikritik oleh Regie bahwa sebaiknya tidak perlu dijelaskan reaksi kaget dan cekikan karena itu membuat kualitas cerita menjadi tidak lucu. Sebaiknya, ketika Pak Diman mengeluarkan humor, langsung pada adegan si mahasiswi melengos pergi. Mendengar pernyataan Regie, Dani pun mengiyakan. Ia merasa lebih mengerti jika adegan itu dipotong.

Di tengah suasana ceria, berbekal tetikus biru yang didapatkannya, Lia membawa aroma sendu dalam cerita. Tetikus biru adalah benda kesayangan Anne, yang pada saat itu tidak dijelaskan apa hubungannya dengan sang tokoh. Diceritakan dari sudut pandang tokoh mengenai ingatan tentang Anne yang senang di hari dimana tetikus kecil jadi miliknya sebagai hadiah paketan ketika Anne membeli laptop. Tetikus biru nan kecil itu sekarang tergeletak, sementara sahabatnya menghilang.

Hubungan Anne dengan sang tokoh serta menghilangnya Anne menjadi bahan pertanyaan peserta. Lia tidak memberikan jawaban, sehingga yang lain hanya menduga-duga.

Hakmer, yang pada saat itu tumben memakai kemeja dan telat datang, mendapatkan sebuah dompet kosong. Bercerita tentang tokoh yang menemukan sebuah dompet di dekat tempat sampah Jalan Balubur, yang berselimut kaos kaki bau dan berjamur, berada di bawah roda ban becak yang mungkin sudah menggilas tahi kuda. Dalam tulisannya, Hakmer mencoba mempersepsikan sosok orang berdasarkan dompet dan posisi barang. Kira-kira, orang macam apa ya jika betul bahwa seseorang ditentukan dari dompet yang kosong serta ditemukan di tempat yang tidak mengenakkan? Pasti naas sekali nasibnya.

Sebuah botol parfum dengan merek Versace pun melayang ke tangan Anggi. Botol minyak wangi membuat Anggi menuliskan tentang seseorang yang membayangkan orang lain yang hadir dalam ingatan melalui sensasi wangi. Ia tidak bisa persis mengingat orang lain karena apalah yang bisa dibayangkan oleh seorang manusia yang sedang sakit hati.
Regie dan Hakmer menebak bahwa tulisan ini dibuat dari sudut pandang pria karena pria cenderung menulis dengan ‘setiap wanita’ ketimbang ‘wanita-wanita’. Menurut teori Hakmer yang mengacu pada contoh Wanita Tuna Susila (WTS), istilah wanita lebih rendah dari perempuan. Pernyataan ini ditambahkan dengan Anggi yang berkata, “Pantas saja Sherlock Holmes bilang ‘Hey, Woman!’ kepada Irene Adler.” Dani berkata kalau Sherlock Holmes adalah sosok misoginis.

Seorang perempuan berkacamata yang sudah lama tidak datang, Thya, mendapatkan sebuah payung. Ia menuliskan tentang seseorang yang terkejut karena menang undian sebagai pengunjung ke-100. Namun terkejutannya sirna karena ia masih harus diundi lagi. Mimpi untuk mendapatkan tea pot pun kandas begitu ia mendapatkan payung cantik yang warna dan bentuknya sudah tidak ‘cantik’. Btw, payung aslinya memang tidak cantik lho. Benda ini benar-benar mempengaruhi tulisan Thya!

Ini adalah kali pertama teman saya yang bernama Irna datang ke writer’s circle. Ia mendapatkan sebuah kamera film dan ia segera menuliskan tentang seseorang yang menceritakan sebuah mitos kalau foto bertiga, maka orang yang di tengah akan segera mati. Namun sepertinya mitos itu tidak benar karena orang masih hidup sampai sekarang. Lalu orang itu menemukan sebuah kamera perak dengan merek Coppa. Jika orang bergaya dan difoto dengan kamera itu, maka orang akan mati. Penasaran, ia mencoba ke keluarganya dan keluarganya pun mati. Karena merasa bersalah, orang itu memfoto dirinya dan ternyata kiamat yang terjadi.

Tulisan Irna ini terinspirasi dari novel horror remaja, Goosebumps, yang berjudul Bergaya Sebelum Mati. Sebagai peserta baru, Irna membawakan suasana horror segar.

Lain dengan Ina, Dani menuliskan tentang seorang detektif atau polisi yang menemukan sebuah Kamus Padanan Kata yang berisi kata sandi. Di sisi kamus, terdapat darah seorang perempuan yang ia kenal, perempuan yang seringkali memainkan kacamatanya dan mengulum pulpennya. Bahkan ketika ia mati pun, kacamata masih bertengger manis di hidungnya.

Tulisan seperti ini khas Dani! Sepertinya tulisan dengan tema detektif atau polisi ini agak jarang di Indonesia. Sebaiknya Dani menuliskan ceritanya.

Dari dalam kaos kaki, saya mendapatkan sebuah surat cinta. Tidakkah itu romantis sekali? Namun sayangnya saya agak kurang suka dengan tema cinta sehingga saya membawa angin sinis di dalam tulisan saya. Gara-gara kebanyakan menulis yang dekat dengan kehidupan pribadi, peserta lain berburuk sangka bahwa saya ini sedang mengadakan group therapy. Ah, lain kali, saya tidak akan menulis hal-hal (yang dianggap) personal lagi.

Selesainya kegiatan, kami terlibat dalam diskusi panjang tentang Twilight. Setelah itu, saya bergegas untuk menunaikan ibadah shalat maghrib dan langsung pulang. Entah apa yang peserta lain diskusikan. Mungkin ide-ide tentang mengeluarkan benda selain kaos kaki.



Nia Janiar sedang terjebak di tulisan pesimis dan terlalu subjektif. Jika menyukai tulisan semacam itu, silahkan mengunjungi blognya: http://mynameisnia.blogspot.com

4 komentar:

Siluman Rubah Regie mengatakan...

diskusi "twilight" ??? lebih tepatnya menghina twilight ... hahahahahhaha ........

Kica-Kica mengatakan...

Wkkkk....fine by me kalau akhirnya RL beneran jadi group theraphy, Nia...hmmm..mungkin namanya jadi "Writeaholic Anonymous" hehehehe...

Kica-Kica mengatakan...

Btw, meskipun nama yang keluar "Anne," ini adalah anggi :)

Nia Janiar mengatakan...

Hahaha, tapi lama2 jadi gak enak juga, Nggi. Ini kan klab nulis, bukan klab curhat. Hihi.

Sayang yaa gak ada fotonyaa.