Sejak Dika mengucapkan pengumuman itu, saya memasang ekspresi secuek mungkin dan sengaja tidak berkomentar, walaupun di dalam hati saya merasa kecewa karena ketika saya sudah mulai rajin, malah menghadapi kenyataan writer's circle bakal tidak memiliki fasilitator lagi.
Saya tidak tahu kapan tepatnya acara writer's circle dimulai karena saya duduk membelakangi jam di Reading Lights. Setelah menunggu, akhirnya latihan dimulai. Latihan menulis kali ini dimulai dengan sepasang kalimat pembuka dan penutup yang telah ditentukan oleh Dika. Tulisan yang kami buat diawali dengan kalimat,"Pertama kali saya bercerita kepada keluarga saya tentang ... mereka semua tidak percaya dan ..."
Nah, tugas kami dalam 20 menit adalah mengisi titik-titik tersebut sebelum akhirnya mengakhiri tulisan kami dengan kalimat, "Begitulah ceritanya mengapa sekarang saya ..."
Hasil pembacaan karya mulai dari Dea:
Berhubung saya sedang asyik mempelajari kameranya Dea, saya jadi tidak begitu ngeh dengan tulisan yang sedang dibacakan. Tapi sekilas terdengar tentang Dea membacakan semua tulisan itu apa adanya. Tanda baca '...' dibaca 'titik-titik' yang Dea harapkan sekumpulan titik-titik tadi bisa bergabung dan menghasilkan satu garis lurus.
Giliran kedua adalah Andika yang bercerita tentang - sekali lagi, karena keasyikan memotret kanan kiri dan atas bawah - opor ayam yang awalnya saya tangkap. Namun setelah meminjam tulisannya Dika, saya baru ingat kalau Dika sempat membacakan tentang potongan rambut baru yang gagal yang malah membuat tokoh utamanya, si Argus, menjadi mati gaya dan disangka sedang terserang asma oleh tantenya serta ditertawakan oleh pamannya.
Tulisan ketiga dibacakan oleh Indra. Isinya tentang seorang pemuda yang demi bertahan hidup di luar negeri, rela menjadi model telanjang di kelas seni di universitasnya. Komentar dari saya adalah,"Indra bermain cantik." Atau mungkin tepatnya Indra menulis cantik karena tema yang diangkatnya ciamik. Setelah saya yang lagi-lagi meminjam tulisan Indra untuk dibuat jurnal, saya jadi mengubah pendapatnya tentang Indra. Menurut saya, Indra bukan penulis cantik, tetapi Indra adalah seorang pencerita yang hebat. Saya jadi kagum dengan kemampuan seorang Indra dalam meramu sebuah cerita yang hanya mengkotretkan garis besarnya saja di dalam buku tulisnya. Untuk Indra, saya ingin untuk diajarin caranya meramu cerita yg ciamik, lengkap, dan terstruktur tanpa harus banyak menggoreskan tinta seperti itu. Mungkin harus latihan bertahun-tahun, ya? But, it's ok. No pain, no gain, right?
Setelah Indra selesai, giliran saya yang membacakan tulisan saya. Sore itu, saya terinspirasi dari kegemaran saya terhadap astrologi dan hobinya menengadahkan kepalanya 'tuk menatap langit malam hanya untuk mencari-cari bintang gemintang. Sampai detik ini saya belum tahu caranya mengetahui rasi bintang yang katanya suka nongol di angkasa. Lho? Kok malah curhat colongan? Nulis jurnal,woi!
Tulisan saya berisi tentang seorang gadis yang cengeng dan manja tapi punya kemampuan untuk membaca astrologi secara langsung di langit luas. Sayangnya tak ada satu pun anggota keluarganya yang percaya kepadanya. Mereka seringkali mencemooh dia sehingga akhirnya dia memutuskan tuk 'mengungsi' ke vila di sebuah bukit hanya ditemani oleh Mbok Emban yang telah mengurusnya sejak lahir sampai sekarang.
Berikut adalah gilirannya Dani. Selesai membaca cerita, hampir semua yang hadir di writer's circle sore itu keukeuh mengatakan bahwa orang tua dari karakter 'aku' yang ada dalam tulisan Dani sudah tahu tentang Lia, gadis manis yang ditaksir sama karakter 'aku'. Tapi Dani pun keukeuh mengatakan bahwa orang tua dari karakter aku tidak tau menahu tentang Lia.
Yang terakhir adalah gilirannya Regy. Tulisannya bercerita tentang anggota keluarga kerajaan yang cukup kompleks dan melibatkan Ratu Julia dan Snow White. Dengan cerita si ratu meninggal dunia sehingga putri siapa menikah dengan raja yang mana tidak berakhir bahagia, raja tersebut lalu berselingkuh dengan anak tirinya yang membuat permaisuri berubah menjadi penyihir dan balas menyelingkuhi sang raja. Betul atau enggak sih kayak gini ceritanya? Kayaknya ada yang kebalik, deh.
Setelah selesai latihan, Dika bilang kalo latihan sore itu diambil dari majalah Writer's Digest.
Sekian dulu untuk sekarang. Sampai ketemu di tanggal 03 Oktober 2009, ya!
Martina Alibasyah yang memiliki hobi melukis dan menggambar ini sempat mengalami perpindahan sekolah berkali-kali di hidupnya. Marty, nama panggilannya, menyukai penulis Paulo Coelho. Kedatangannya yang selalu meramaikan suasana ini begitu ditunggu-tunggu oleh writer's circle.