Sabtu, 09 Mei 2009

Menjaring Ide

"Jangankan nulis, ide saja tidak punya!"

Kalimat itu terlontar dari mulut teman saya ketika saya bertanya apakah ia suka menulis cerita atau tidak. Saya bertanya kepada teman saya apakah yang menjadi hambatannya selama ini adalah penemuan ide, teman saya menjawab iya.

Ide menjadi hal yang esensial dari menulis karena ide menjadi titik mula untuk membuat sebuah karya. Banyak penulis yang dibuat frustasi setengah mati jika kena writer's block - yaitu proses terhambatnya ide. Lalu, bagaimanakah caranya mendapatkan ide?

Sumber Ide Adalah Kehidupan Itu Sendiri

Jika ada yang berkata mencari ide itu sulit, maka itu bohong besar. Ide ada dimana-mana! "Jika Anda mengalami kesulitan pada saat akan memulai menulis, buka jendela lebar-lebar dan lihatlah sejauh mungkin. Dunia dan semua isinya serta kehidupan kita adalah sumber cerita dan setiap peristiwa adalah sebuah keajaiban!" ujar Ernest Hemingway (1899-1961).

Ada sebuah sumber ide yang paling dekat dengan diri yaitu pengalaman hidup sendiri. Selain itu, ide bisa didapatkan dari hasil pengamatan dan/atau interaksi dengan lingkungan sekitar. Hamsad Rangkuti, penulis cerpen yang banyak mengangkat tema kehidupan rakyat jelata, mendapatkan ide dari orang-orang disekitarnya seperti tukang becak, penjual gado-gado, dan lainnya. Semakin banyak bergaul dan memahami dunia dan karakter mereka, maka semakin banyak ide yang kita dapatkan.

Dalam perjalanan ke sekolah, ke kantor, atau ke rumah, banyak sekali ide yang Anda temui. Setiap orang dan peristiwa adalah ide. Namun bagaimana mengamati keadaan lingkungan kita, mungkin itulah yang sering terlupakan. Semua yang Anda lihat dan Anda alami akan membentuk fakta-fakta mentah. Jika Anda ingin menulis cerita fiksi, Anda harus mengolah dan memanipulasi fakta mentah itu menjadi cerita yang masuk akal.

Ide bagaikan daun-daun yang perlu mendapatkan batang, akar, cabang, dan ranting untuk utuh sebagai pohon cerita. Berilah ruh agar bisa berbicara banyak kepada pembaca. Ruh bisa didapat dengan membaca buku-buku seperti buku sejarah, psikologi, sosiologi, kebudayaan, dan lainnya.

Ekspresi Hidup

Menulis cerita fiksi adalah mengekspresikan suasana hati pengarang berdasarkan ide yang digalinya untuk pencerahan pembacanya. Jadi, jika ada seorang pengarang yang berkata bahwa karyanya itu tidak ada hubungannya sama sekali dengan dirinya adalah bohong besar. Perasaan penulis selalu masuk dalam karyanya. Misalnya novel-novelnya Ayu Utami yang seringkali membahas masalah politik pada masa orde baru. Hal ini bisa dilihat sebagai ekspresi perasaan Ayu Utami sebagai seorang jurnalis dalam melihat keadaan Indonesia pada masa itu.

Atau misalnya penulis yang memenangkan Nobel Sastra tahun 1991 bernama Nadine Gordimer. Ia adalah perempuan kulit putih yang menyuarakan penderitaan kulit hitam yang ditindas penguasa para orang kulit putih. Novelnya dilatarbelakangi bahwa ia pernah dibesarkan di daerah pertambangan. Di daerah itu Nadine bergaul dengan anak-anak kulit hitam walaupun mendapat kecaman dari teman-temannya sesama kulit putih. Nadine paham benar kehidupan mereka dan itu menjadi kekayaan batin baginya. Apa yang ia saksikan itu menjadi ide tulisannya yang sangat manusiawi.

Berani Tampil Beda

Jangan pernah Anda tidak percaya diri dengan penulis yang sudah lama berada di dunia penulisan hanya karena Anda adalah penulis muda. Menulis bukanlah masalah senioritas tapi bagaimana proses kreativitas itu muncul dan dihasilkan menjadi sebuah karya. Tidak ada namanya karya yang bagus atau berbobot jika karya itu tidak pernah ditulis. Ciptakan karya yang berbeda, bukan karena permintaan pasar atau yang sedang tren di masyarakat. Utarakan imajinasi dan logika Anda sebebas mungkin.

Jika Anda perlu "ruang" seperti tempat yang nyaman atau waktu yang tepat, sediakanlah. Buatlah diri Anda senyaman mungkin.

Bagaimana, sudah ada ide? Kalau sudah ada, datang lagi ke blog ini ya. Kita akan sama-sama membahas bagaimana cara mengolah ide itu sendiri.


sumber: Pranoto, Naning. 2007. Creative Writing: Jurus Menulis Cerita Pendek. Bogor: Raya Kultura

4 komentar:

andika mengatakan...

Tapi Ni, kadang2 saya suka merasa kalau kehidupan sendiri agak2 biasa. Maksudnya apa yang saya rasakan mungkin juga dirasakan banyak orang lainnya. Jadi susah juga menulis sesuatu yang orisinil.

Nia Janiar mengatakan...

Hmmm... hmmm.. mungkin elo bukan tipe pendaki gunung, berarum jeram, bungee jumping, dan lainnya - alias hanya anak kuliahan yang nongkrong disaat tertentu? Oleh karena itu elo merasa biasa-biasa?

Unknown mengatakan...

Mmmm.... Banyak kok novel atau cerpen yang mengangkat kehidupan sehari-hari yang sederhana, dan biasa... tetapi cara penulis mengungkakan dan membahasakannya sedemikian rupa membuat hal yang sederhana itu menjadi luar biasa... Misalnya cerita Keluarga Cemara,,, kan biasa aja tuh, tapi bagus. Terus Kiamat Sudah Dekat... ceritanya biasa tapi booming kan?

Andika mengatakan...

@Anita: Sebetulnya iya sih. Kalau kita mau lebih jujur dan teliti dalam mengeksplorasi hidup kita ke dalam tulisan kita, hasilnya bisa jadi lebih orisinil. Tapi melakukannya sulit sekali.

Tentang Keluarga Cemara, menurutku itu malah ga biasa. Mereka keluarga kaya yang jatuh dalam kemiskinan, kan? Ceritanya menjadi menarik ketika mereka diperlihatkan mampu menjalani hidup serba terbatas dengan bersahaja.