Sabtu, 19 Mei 2012

Penyesalan Selalu Datang Terlambat

Katanya. Saya mungkin menggunakan judul itu untuk membenarkan kesalahan saya yang terlambat membuat jurnal tentang rasa bersalah. Duh, Farida. Rasa bersalah yang mengiringi laporan jurnal menulis tentang rasa bersalah. Tapi seterlambat apapun, saya tetap ingin menulisnya untuk menebus kesalahan saya.

Saat itu tidak banyak peserta RLWC yang datang menghadiri pertemuan. Hanya ada saya, Andika, Rizal, Dani, dan Mbak Riri. Sisanya tidak datang atau tidak ikut menulis. Di sebelah kami ada Marwan, yang sebelumnya pernah memberikan presentasi tentang pembuatan komik di salah satu sesi RLWC. Dia juga tidak ikut menulis.

Beberapa saat, kami juga kesulitan mencari tema. Hingga saya tiba-tiba teringat tentang sesuatu yang saya baca sebelumnya, tentang rasa bersalah. Rasa bersalah katanya disebabkan oleh nilai yang berbeda antara nilai sosial dengan nilai kita, atau perasaan bahwa kita telah melanggar suatu nilai tertentu. Rasa bersalah bisa membuat orang melakukan apapun untuk menebus rasa bersalah itu.

(termasuk tetap menulis walau sudah terlambat)

Ternyata usulan tema saya diterima oleh peserta lain, dan akhirnya kami menulis tentang rasa bersalah. Beberapa menganggapnya sulit, tapi akhirnya kami kerjakan juga.

Cerita pertama dibacakan oleh Andika. Andika menggunakan gaya khasnya yang cukup memperhatikan detil dan mengalir. Ceritanya dituturkan oleh seorang narator yang menceritakan tentang hubungannya dengan temannya yang berubah sejak dia menemukan kesalahan temannya dalam hal yang sama-sama mereka sukai, menggambar. Cerita ini menimbulkan banyak pertanyaan di peserta lain, dan kami harus memastikan dan bertanya pada Andika tentang isi dari ceritanya. Mungkin karena pembatas setting yang kurang jelas, atau hal lain. Tapi Andika (dengan sabar, ya?) menjelaskan ceritanya. Jujur saya juga belum terlalu yakin apa yang saya simpulkan di sini pun sudah betul isi ceritanya. Andika bisa berkomentar.

Cerita selanjutnya datang dari Rizal. Rizal ternyata menggunakan perasaan pribadinya untuk menulis cerita ini. DIa menulis tentang seseorang yang tidak dapat menghayati ibadah yang dilakukannya, tapi tetap melakukannya demi ibunya, temannya, dan pacarnya. Peserta memuji gaya bahasa Rizal di cerita ini dan berkomentar bahwa rasa bersalahnya dapat terasa di cerita ini. Yang baik untuk disorot mungkin cara Rizal menjelaskan tentang shalat tanpa menyebutkan bahwa itu shalat. Ini salah satu cerita favorit saya darinya.
Kemudian Dani membacakan juga. Dani menceritakan tentang rasa bersalah seorang perempuan yang menjadi simpanan seorang gubernur yang ditembak mati. Dani mengakui ini terinspiras dari All The King's Men, sebuah film.

Selanjutnya Mbak Riri juga membagi rasa bersalahnya, dalam ceritanya tentang hasil audit yang dipalsukan dan bagaimana seseorang bisa berhenti merasa bersalah karena situasi yang mendorongnya. Para peserta tertarik dengan masalah audit ini dan merasa mendapat pengetahuan baru dari cerita Mbak Riri.

Saya sendiri? Saya tadinya ingin menulis sebuah rasa bersalah personal, tapi ternyata saya tidak tega. Saya menulis tentang seorang laki-laki yang mengidap obsessive compulsive disorder karena rasa bersalah pribadinya. Tapi nampaknya ceritanya juga kurang jelas sampai peserta lain tidak mengerti di endingnya. Sudahlah :p

Sekarang rasa bersalah saya sudah sedikit tertebus.
Mohon dimaafkan.



Farida Susanty adalah mahasiswi Jurusan Psikologi Universitas Padjadjaran yang kecanduan siaran televisi berlangganan. Sekonyong-konyong tubuhnya akan terpaku di depan televisi apabila ada film-film seru di channel HBO. Genre film favorit Farida beragam di kisaran indie, teen-flick, drama, dll. Ia sudah menelurkan 4 buah buku yaitu Dan Hujan Pun Berhenti, Karena Kita Tidak Kenal, serta dua antologi. Sekarang ini ia sedang dalam proses menerbitkan buku selanjutnya. Kunjungi blognya http://lovedbywords.tumblr.com/

Tidak ada komentar: