Kira-kira sudah jam 16.00 kala itu, ketika saya sampai di Reading Lights. Belum ada tanda-tanda kehidupan dari anak-anak Reading Lights Writer’s Circle (RLWC). Tak satupun anggota klub yang telah menunjukkan batang hidungnya. Jangan diartikan secara harfiah lho, kalo cuma batang hidungnya yang nongol, ya, percuma aja nggak bakalan bisa nulis juga.
Wah, jangan-jangan, nggak ada kegiatan nih, atau mungkin pindah tempat, pikir saya. Maklum, sudah terlalu lama tidak datang jadi, nggak tahu soal pengumuman apapun. Saya memang sudah terlalu lama membolos dari klub yang baik hati ini karena tak pernah memecat anggotanya yang doyan membolos, hehehe.
Entahlah, mungkin mereka sedang sibuk dengan kegiatan lainnya padahal, cuaca lagi bagus-bagusnya, dan tidak ada macet berkepanjangan sama sekali. Lama menunggu, Sabiq pun tiba tentu lengkap dari ujung kepala sampai ujung kaki tidak hanya batang hidungnya. “Belum pada dateng, nih?” tanyanya. “Belum nih, kacau.” “Wah, gimana nih, nggak ada ide, euy.” “Tauk, deh.” Parahnya, orang yang biasa jadi fasilitator, tidak ada yang bisa hadir semua. Nia, sedang ada kegiatan di Jakarta, Andika juga tidak bisa hadir. Wah, galau cuman berdua doang. Jadilah kita membentuk band The Galauers kalau hanya berdua, alamat main catur ini, sih…
Menurut Sabiq, rekannya ada yang mau ikutan bergabung dengan klub. Jika temannya itu jadi datang, kita sepakat untuk memulai kegiatan. Sekira pukul 5 sore, rekannya yang bernama Audry itu, tiba. Sembari menunggu kedatangan anggota lainnya, biasalah, ngobrol-ngobrol perkenalan dan tak lama, Sapta pun datang. Suit suit, cieh, cieh tak seperti biasanya, Sapta rapi banget sore itu pake kemeja, dimasukkin lagi. Udah gitu, pake sepatu lengkap dengan kaos kaki yang matching sama warna sepatunya. Katanya sih, resolusi 2012, tampil rapi. Okelah kalo begitu…
Seperti biasa, jika belum ada tema untuk menulis, maka, sistem yang dipakai adalah sistem “Dikocok Tegang”. Eits, jangan berburuk sangka dulu ya, maksudnya, setiap peserta diharuskan menulis tema di sepotong kertas, kemudian, diundi dengan cara dikocok. Lalu, timbul perasaan tegang, harap-harap cemas, tema siapa yang akan dipilih untuk dijadikan bahan menulis. Ya, betul sekali, sistem yang dipakai mirip dengan sistem arisan. Setelah melalui proses undian, yang terpilih adalah tema dari Sabiq yaitu, rohani.
Sesuai dengan proses undian, maka, berturut-turut peserta membacakan karyanya. Peserta yang mendapat giliran pertama membacakan karyanya adalah, Audry, The New Rookie of the Year. Audry menulis tentang kegiatannya yang dilakukannya saat dini hari ketika semua orang sudah terlelap dan menurutnya, mengasyikkan karena ia bisa lebih ‘khusyuk’ karena heningnya suasana. Kurang lebih sih, begitulah. Sorry ya, kalo salah dan terlalu banyak interpretasi hehe. Jika ditinjau dari susunan kata dan tata bahasanya tulisan ini pada prinsipnya, baik. Saya sependapat dengan komentar Sapta kalo tulisan Audry itu lebih mirip seperti jawaban dari pertanyaan”Describe yourself.” Yah, selalu ada awal dari sesuatu. Kali ini, kita maafkan lain kali, jangan begitu, ya hehe bercanda kok, Audry, tenang aja. Jangan kapok untuk datang ke mari ya, Bos!
Sapta mendapat giliran selanjutnya. Tulisan Sapta menurut saya adalah tulisan yang paling bagus di antara peserta yang hadir, nggak percuma deh, kemeja dimasukkin (hehe, apa hubungannya?). Yang menarik dari tulisan ini adalah, karena tokohnya malaikat, suatu sudut pandang yang baru. Dikisahkan kalau sang malaikat, sedang mengawasi dunia dari kejauhan. Saya suka dengan tulisan ini karena banyak analogi-analoginya, pengandaian-pengandaiannya tapi, tetap mudah dipahami. Akhir ceritanya juga tidak mudah ditebak. Inti dari cerita ini adalah orang suka sekali mengambil dan menerapkan sesuatu dan menjiplak mentah-mentah tentang apapun termasuk agama, tanpa memperhatikan apakah hal tersebut cocok untuk diterapkan katakanlah di Indonesia, misalnya. Bagusnya lagi, ceritanya membuat orang untuk penasaran untuk membacanya sampai selesai dan sehabis membaca, barulah orang tahu kalau si tokoh adalah malaikat. Well Done, dude! Hei, penonton kok, pada diem aja? Tepuk tangannya mannaa? Jangan bengong aja, ayo, kita elu-elukan Sapta, “Elu, elu, elu!”
Berikutnya, sang pencetus ide, Sabiq. Inti ceritanya adalah seorang ibu yang anaknya tertular virus HIV AIDS karena diperkosa seorang pria pengidap pedofili. Awalnya, perasaan sang ibu bercampur-baur antara kesal dan sedih atas kejadian anaknya tersebut. Namun akhirnya, sang ibu tetap mengupayakan yang terbaik bagi kesembuhan anaknya tapi, sang anak tetap tak terselamatkan nyawanya. Prinsipnya, cerita ini bagus mungkin hanya perlu perbaikan sedikit dan juga sedikit riset tentang masa inkubasi virus HIV AIDS.
Terakhir, adalah cerita karangan saya. Inti ceritanya, tentang seorang perempuan yang hendak melakukan penebusan dosa karena ia berzinah dengan pacarnya kepada pendeta di bilik pengakuan dosa. Bukannya mendapat pencerahan, ia justru disuruh kembali berzinah dengan pacarnya itu. Alasan sang pendeta karena di manual hanya tercantum sanksi berupa denda jika telah dua kali melakukan perzinahan sementara, sang gadis baru melakukan satu kali perzinahan. Jangan serius kali coy! Ini benar-benar murni gurauan belaka. Maaf berribu maaf jika ada yang tersinggung tidak ada maksud apa-apa kecuali hanya untuk melucu, melemaskan urat syaraf yang tegang.
Sekian dan sampai jumpa. Salam!
Satyo Aji Karyadi, lebih akrab disapa Aji, adalah peserta writers' circle yang kedatangannya paling sulit diprediksi. Kadang ia datang setiap minggu, tetapi kadang-kadang ia lama tidak muncul hanya untuk muncul lagi dan membuktikan kebertahanannya. Pria tinggi dan berkacamata ini sebetulnya pendiam, tetapi ada tiga fakta yang patut diketahui tentangnya. Pertama, Aji telah mengenyam pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran. Kedua, seperti yang diakuinya, Aji suka menulis tentang politik dan sepak bola (Kadang-kadang tajuk tulisan politiknya cukup ajaib.