Sabtu, 25 Februari 2012

Membangun Cerita Fantasi

Ada sesuatu yang berbeda kemarin (25/2). Writer's circle kedatangan tamu seorang komikus Kairo yang tinggal di Kanada, bernama Marwan El Nashar. Ia berbagi tentang pengalamannya menulis cerita fantasi dalam komik yang tentunya bisa diaplikasikan dalam karya bentuk dan genre apapun: novel, cerita pendek, thriller, romance, dan lainnya.

Sesi sharing

Pada awalnya, Marwan bercerita tentang karya yang sedang ia kerjakan dan akan ditawarkan pada penerbit. Ia memperlihatkan tentang hak cipta, ulasan per chapter, serta sinopsis cerita secara keseluruhan. Contoh sinopsis cerita itu bisa kita lihat di bagian belakang buku. Menurut Marwan, semakin pendek (misalnya lima hingga delapan baris) dan semakin to the point, maka akan semakin mudah mendapatkan perhatian penerbit . Jangan lupa memberi tanda (seperti bold) pada kata kunci dalam sinopsis.

Dari komik yang diperlihatkannya, Marwan memperlihatkan sebuah gambar yang menggunakan panel. Maksudnya agar pembaca bisa lebih fokus dan ada efek perubahan (morphing effect). Dalam karya visual seperti komik, untuk membuat sebuah efek seperti itu bisa dilakukan dengan membuat panel. Sementara di film bisa menggunakan lensa. Lalu bagaimana di novel? Tentunya permainan kata-kata dalam penggambaran, punch line, atau juga ketegangan (suspense) dapat menggambarkan efek perubahan atau efek fokus pada cerita.

Contoh kerangka karangan yang sistematis dan terogranisir

Marwan memiliki dua plot utama dengan beragam sub-plot di dalam karyanya. Sub-plot ini cerita yang paralel dengan cerita utama yang bisa dijadikan hook dan twist.  Cara agar keseluruhan ceritanya tetap berhubungan bisa dilakukan dengan menggunakan timeline, membuat kerangka karangan yang sistematis dan terorganisir. Justru kerangka karangan ini merupakan hal yang penting karena merupakan fondasi dari sebuah cerita dan tentunya agar tidak melebar kemana-mana. Dan hal yang terpenting dari membuat sebuah cerita adalah ketahui dulu akhir ceritanya.

Membangun cerita fantasi tidak mudah karena harus menciptakan sesuatu yang baru namun setting atau karakter harus terasa masuk akal. Maka penulis harus membuat cerita yang detil tetap melakukan riset jika ingin membawa isu tertentu. Marwan sendiri melakukan riset dengan membaca Al-Quran dan Injil untuk ceritanya ini.

Untuk karyanya, Marwan bisa membuat hingga 18 tokoh dengan karakter tersendiri. Wah, bagaimana caranya agar karakternya tetap kuat dan tidak membingungkan membaca? Untuk hal tersebut, Marwan memilih untuk membayangkan tokoh dengan karakter yang dekat dengan kesehariannya seperti teman atau orang-orang yang pernah dikenalnya. Setelah dari itu, ia hanya menambahkan detil-detil lainnya misalnya bagaimana tokoh berperilaku dan berkata di beragam situasi dan seterusnya. Agar lebih realistis, tentu tokoh tidak melulu memiliki sifat baik. Ia harus memiliki sifat buruk agar tetap terlihat lebih manusiawi.

Senin, 06 Februari 2012

Susu

Hari ini (04/02) berbeda. Kursi-kursi di Reading Lights sudah diatur sedemikian rupa, microphone serta kabel bertebaran di pojok ruangan. Hari ini hari yang berbeda karena Reading Lights akan mengadakan coffee sharing yaitu membahasa tentang kopi serta perjalanan kopi di Reading Lights sebagai coffee corner. Saat saya datang, salah satu pegawai bilang bahwa sudah ada Theo (penyiar radio MGT FM) di belakang. Theo, yang pernah ikut beberapa sesi writer's circle, akan membawakan acara hari ini.


Sementara orang-orang mulai berdatangan dan suasana semakin ramai, sebuah kelompok kecil yang dihadiri Farida dan Fadil sedang sibuk menyalin dan membicarakan film. Setelah Dani, Sabiq, dan David Hutahuruk datang, akhirnya kami mulai sesi nulis dengan tema 'susu' yang ditulis Dani. Alasan Dani mengambil susu sebagai tema adalah ia melihat booth susu Greenfield di depan Reading Lights yang menjadi bagian sempurna dari kopi produk Reading Lights yaitu capuccino.

Susu sebenarnya tema yang gampang-gampang susah. Membikin cerita tentang susu yang biasa itu gampang, tapi membikin cerita tentang susu yang out of the box atau luar biasa itu sulit. Buktinya beberapa peserta agak kesulitan mencari wangsit ketika waktu 30 menit sudah ditetapkan untuk membuat satu cerita selesai. Bahkan Sabiq yang sudah mondar mandir, bakar rokok, baru bisa membuat cerita saat 15 menit telah berlalu.




Saya yang membacakan cerita pertama kali karena enggan dapat giliran terakhir. Saya menulis kisah tentang seorang pemuda tanggung bernama Hasyim yang sedang memerah susu sapi. Saat memerah susu sapi, pikirannya membayangkan ke fase kanak-kanak dan membayangkan air susu sapi ini sebagai air susu ibunya. Keinginan infantil ini bisa dibaca lebih lanjut di blog saya.

Dani menulis tentang kisah yang belum jelas bercerita tentang apa dan mau dibawa kemana. Bercerita dengan setting (yang boleh dipersepsikan) penculikan, seorang perempuan bernama Dira dipaksa untuk meminum susu oleh seorang lelaki. Akhirnya ia meminum susu itu sambil bertanya-tanya dia ada dimana, sedang apa, dan mau apa. Lalu lelaki berbeda datang mengganti segelas susu baru. Kesal karena tidak boleh keluar, Dira melempar gelas susu yang baru tersebut kemudian ia meronta sehingga perlu ditenangkan oleh kedua susu tersebut hingga ia pingsan. Saat terbangun, gelas susu ke tiga sudah hadir tepat di depan matanya.

Sabiq menulis tentang dua orang bernama Kemarau dan Hujan. Dengan deskripsi yang detil tentang latar belakang setiap karakter, mereka dipertemukan secara sengaja dengan kejadian-kejadian yang selalu bikin mereka bersama oleh suster yang menyusui mereka saat di rumah sakit. Singkatnya, Sabiq bercerita tentang fenomena saudara sesusu.

Berbeda dengan Sabiq yang begitu naratif, David menuliskan cerita dengan senjata utamanya: dialog. Ia bercerita sebuah percakapan antara manusia bernama Pak Dasep dengan kuda yang sedang diperahnya bernama Horsi. Setelah bercakap-cakap dengan Horsi dan juga Miun--seorang anak SD--mereka pindah kandang selanjutnya untuk melanjutkan percakapan perbedaan sapi, kuda, dan domba.

Perpaduan narasi dan dialog dibawakan oleh Farida. Ia bercerita tentang pasangan suami istri dimana sang istri menolak menyusui anaknya karena enggan badannya rusak. Jika alasannya protein, sang istri memilih memberikan anak tersebut dengan susu sapi yang dijual di toko-toko. Perdebatan yang menarik antara suami dan istri yang menyentil logika ini bisa dibaca langsung di blog-nya Farida.

Fadil membacakan awal ceritanya dengan suasana murung, terutama deskripsinya yang membuat kemurungan semakin nyata. Diceritakan tentang seorang remaja perempuan yang sedang memandang cermin dan merasa tidak suka dengan dirinya karena ia merasa tidak sempurna seperti Mia, teman sekelasnya cantik, pandai olahraga, punya banyak teman, dan sempurna. Kemurungan berakhir ketika ibunya menyuruh ia mengambil segelas susu panas dari ibunya. Susu adalah pelengkap pola makan yang membuat kita sehat dan sempurna--terngingat ucapan gurunya di pikiran si tokoh. Setelah susu diteguk, ia merasa sempurna.

Kekayaan gaya menulis (dialog, deskripsi, narasi) pada setiap peserta mencerminkan kekayaan yang terkandung dalam susu secara harfiah atau filosofis. Maka, pertemuan ini mencerminkan bahwa hal keseharian yang biasa ditemui juga bisa menjadi ide kepenulisan itu sendiri.

Untuk pertemuan minggu depan (Sabtu, 11/02) Fadil akan menjadi fasilitator dengan membawakan potongan cerita pendek dimana peserta harus membuat kelanjutan ceritanya. Bagi yang ingin mengikuti workshop, silahkan datang pukul 16.30 di Reading Lights. Tanpa syarat dan tanpa bayaran. Sampai jumpa minggu depan!



Nia Janiar