Rupanya kali ini Andika sudah menyiapkan materi yang cihuy yaitu untuk mengetahui seberapa kuat karakter yang kita tulis di cerita. Untuk menguji kekuatan, karakter harus dihadapkan dengan berbagai masalah. Masalah yang dihadirkan saat ini adalah plot yang tidak terduga. Bagaimana cara membuat plot tidak terduga? Caranya adalah setiap peserta mengemukakan apa yang harus terjadi selanjutnya walaupun itu tidak berhubungan dengan apa yang sebelumnya peserta buat.
Plot pertama dari Andika: Tokoh yang baru pulang pagi setelah seharian kerja malam. Ketika pulang, ternyata rumahnya sudah rata dengan tanah.
Plot kedua dari Ina: Tokoh meminta bantuan tetangga.
Plot ketiga dari saya: Tokoh menghubungi polisi.
Plot keempat dari Uli: Tokoh diikuti oleh pria misterius.
Plot kelima dari Andika: Munculnya tokoh lain yang tega menyakiti tokoh.
Plot keenam dari Ina: Ternyata tokoh yang baru muncul itu membantu si pria misterius.
Plot ketujuh dari Uli: Salah satu tokoh ada yang meninggal.
Tentunya peserta harus membuat satu tokoh utama yang karakternya terus terjaga di setiap plot yang berbeda. Menurut saya, karakter yang kuat adalah karakter yang akan melakukan tindakan yang sama dalam situasi sehingga perilakunya dapat diprediksi. Misalnya tokoh dengan karakter manja atau sombong. Ketika ia dihadapkan di situasi yang menjijikan misalnya pergi ke rumah orang miskin yang kumuh, tokoh tersebut pasti akan - setidaknya - mengeluh atau menunjukkan ekspresi yang tidak suka. Tokoh tidak bisa tiba-tiba atau peduli dengan orang miskin selain melalui suatu cerita yang panjang.
Setiap plot, peserta mendapat kesempatan menulis selama tiga menit. Dalam prakteknya pasti tidak tiga menit karena ada yang ceritanya belum selesai atau butuh waktu itu membuat sambungan untuk ke plot berikutnya. Kami merasa workshop kali ini tidak mudah karena betul-betul menguras pikiran, terutama membuat bagaimana si karakter tetap terjaga dan cerita tidak patah.
Andika
Tokoh Andika bernama Ranto yang kehilangan rumahnya. Datanglah seorang polisi wanita yang ternyata tidak membantunya karena terus "mencambuk" Ranto dan memborgolnya dengan borgol berbulu. Datanglah James Franco yang semula dianggap kawan untuk menyelamatkan Ranto yang ternyata ia adalah seorang lawan. Ranto merasa James Franco itu mengkhianati kepercayaannya. Ternyata situasi yang baru saja dilewati Ranto hanyalah sebuah visualisasi video game tentang putusnya percintaan. Betul kata Andika, ceritanya rada absurd.
Saya melihat tokoh Ranto memiliki karakter yang mudah percaya pada orang dan sensitif karena setelah bertemu dengan James Franco, Ranto tidak henti-hentinya bertanya mengapa James Franco mengkhianatinya seperti ini. Apakah ini personal writing, Dik, atau murni fiksi? Sejujurnya saya kurang percaya dengan murni fiksi karena kehidupan personal seseorang selalu hadir dalam sebuah karya :P
Lanjut!
Uli
Seorang polisi forensik yang bernama Bon Craft memiliki partner bernama Joy. Semula ia menemukan rumahnya yang hilang. Setelah bertanya ke tetangga, ia mengetahui bahwa memang dari dulu disitu tidak ada rumah - hanya sebidang tanah kosong. Belakangan diketahui bahwa Bon Craft adalah polisi sekaligus pembunuh. Ia kaget mengetahui semua mayat yang diidentifikasinya memiliki sidik jarinya sendiri. Ternyata Bon Craft adalah polisi berkepribadian ganda. Ia adalah polisi dan penjahat itu sendiri. Bon Craft memiliki pacar bernama Sally yang berperan sebagai pacar ketika Bon Craft menjadi polisi dan berperan sebagai partner in crime ketika Bon Craft menjadi penjahat. Joy datang untuk menyadarkan Bon Craft namun Sally meyakinkan untuk tidak mendengar apa yang dikatakan Joy karena hanya Sally yang selalu ada di dua dunia Bon Craft.
Andika berkomentar bahwa Uli banyak menggunakan kata-kata klise yang menutupi kata kunci 'Sally selalu berada di dua dunia'. Penggunaan nama Bon Craft menurut Uli disebabkan kesulitan Uli dalam mengidentifikasi suatu karakter dengan nama yang sudah ada. Misalnya jika nama tokohnya Doni, ia jadi teringat dengan karakter temannya yang bernama Doni. Uli terpaksa membuat nama baru karena ia ingin menciptakan karakter baru.
Ina
Ina menciptakan tokoh bernama Mia yang berusia 22 tahun. Mia kehilangan rumah dan mencari ibunya dengan bantuan supir taksi. Mia berusaha menelepon polisi tapi tidak banyak membantu. Ketika akan pergi dengan supir taksi, sebuah motor yang dikendarai seorang pria membuntuti Mia dari belakang. Pria itu menghubungi Mia namun ketika dijawab, telepon pun terputus. Pria itu menembak supir taksi sambil meyakinkan Mia bahwa semuanya aman dan akan baik-baik saja. Cerita diakhiri dengan adegan pria tersebut mengulurkan tangan untuk mengajak Mia pergi.
Cerita memang menggantung sehingga tidak ada penyelesaian sebetulnya siapa yang jahat. Saya sendiri melihat sepertinya karakter yang muncul di cerita sepertinya kurang cocok dengan umur tokoh yang 22 tahun karena berdasarkan dialog, seharusnya tokoh diciptakan lebih muda dari itu. Andika merasa adegan mengulurkan tangan itu tidak pas karena seharusnya si pria misterius merangkul atau menarik lengan Mia. Saya setuju dengan Ina bahwa untuk menimbulkan rasa aman, seseorang tidak boleh menarik orang lain karena itu hanya membuat orang merasa terancam.
Saya
Saya menciptakan tokoh bernama Dina yang kira-kira berusia 25 tahun yang hidup melajang. Dia memiliki karakter yang tenang dan rasional. Semula Dina menemukan rumahnya hangus terbakar. Di tengah kebingungan, Dina bertanya ke tetangga yang bernama Bu Sarjono, tapi tidak ada jawaban. Datanglah Pak Suherman yang mengaku ia melihat seorang pria misterius yang mondar-mandir di depan rumahnya di malam hari. Dina merasa ia tidak pernah mengenal sosok pria yang disebutkan Pak Suherman dan tidak merasa pernah diikuti orang aneh. Dina yang gamang dan masih harus berhubungan dengan polisi itu diajak Bu Sarjono tidur di rumahnya sampai masalah Dina selesai. Keesokannya, Pak Suherman tahu Dina belum makan semenjak kejadian kebakaran rumah dan ia mengirimkan makanan. Karena Dina enggan makan, Dina memberinya kepada Bu Sarjono yang paginya diketahui Bu Sarjono meninggal karena keracunan.
Dina menghubungi polisi dan menceritakan seluruh kejadian. Polisi mendobrak rumah Pak Suherman dan menemukan satu dinding yang penuh dengan tempelan foto Dina. Rupanya Pak Suherman dendam karena perhatiannya tidak pernah terbalaskan oleh Dina. Oh, romantis sekali Pak Suherman ini.
Andika berkomentar bahwa sudut pandang pertama yang saya gunakan sangat membantu. Pembaca merasa jadi peduli dengan keadaan tokoh dan lebih bisa merasakan ketegangan yang ada. Selain itu, dalam waktu yang singkat, saya bisa membuat cerita yang memiliki waktu yang panjang (dua hari) namun semuanya tetap terangkai. Ah, saya gitu lho. Hahaha, takabur. Terima kasih, teman-teman ;)
Seru karena cukup menantang. Apalagi kalau banyakan! Sampai jumpa minggu depan!