Sabtu, 20 Agustus 2011

Pengumuman Libur

Hari Sabtu depan (27/08) sesi RLWC diliburkan untuk menghayati detik-detik menjelang Hari Raya Idul Fitri. Sampai bertemu setelah lebaran!

Selasa, 16 Agustus 2011

Writer's Circle di Belia

Selasa (09/08), Reading Lights Writer's Circle diliput di koran Pikiran Rakyat rubrik Belia.



Jika ingin bergabung namun masih malu-malu dan mau lihat dulu alur kegiatannya, ingin tahu materi/konsep penulisan selanjutnya, atau update jurnal, bisa bergabung di grup Facebook Reading Lights Writers' Circle.

Senin, 15 Agustus 2011

Teknik Puisi: Akrostik

Neni sedang menjelaskan sesuatu

Sabtu lalu (13/08) sesi writers' circle digawangi oleh Neni Iryani yang akan menjelaskan tentang puisi. Berbekal dengan kertas fotokopian, Neni mengenalkan puisi akrostik sebagai teknik dasar pembuatan puisi. Disebut-sebut puisi ini dipelopori oleh Lewis Caroll--pengarang Alice in Wonderland. Puisi akrostik kalimatnya awal/akhirnya dibentuk dari huruf-huruf yang membentuk kata jika dilihat secara vertikal. Contoh awal puisi yang dibentuk dari kata SEA bisa menjadi:

Swift winds skim the shores
Echoes from the deep blue green
As we wave froth dan foam
(Nanka)

selain mengawali, bisa juga diakhiri dari seperti puisi DESA:

Bukanlah untaian sajak dalam dongeng ataupun lakon dalam seribu babaD
Hanyalah mimpi dan harapan yang terbawa angin kala sorE
Tatkala tatap tak lagi terkalang bataS
Dalam Imaji berbalur asa yang tak lagi terukir dalam nyatA

Duduk berdekatan, saling menghangatkan

Kami--dua belas orang penulis--diminta menuliskan puisi akrostik dalam waktu 30 menit. Kata yang ditentukan untuk dibaca secara vertikal adalah nama sendiri--boleh lengkap atau panggilan. Dari semua peserta, beberapa orang mengakui bahwa mereka mengalami kesulitan dalam membuat puisi akrostik ini. Selain jadi terpaku harus huruf-huruf tertentu, pencarian kosa kata bagi huruf-huruf yang tidak lazim juga sulit, misalnya Q, X, Z, dan lainnya. Kesulitan ini membuat ada beberapa peserta yang tidak menyelesaikan puisinya.

Karena terlalu banyak, saya hanya akan menuliskan salah dua puisi yang dibuat oleh Sabiq dan Sapta sebagai perbandingan untuk melihat akrostik awalan dan akhiran yang mereka tulis:

Akrostik di awal:

Sindikat berpredikat
Angkasa raya
Berbuah negara
Intipan letupan
Quack Quack
(Sabiq)

Akrostik di akhir:

Terlampau luas dosa berbatas tegaS
Degup jantung yang berbait terkait larA
Bertanya, menjawab dan semua tak mampu membuat haraP
Dosakah bila tak memihak karena lidah tercekaT
Terlanjur kecewa! aku bahagia diatas lukanyA

Tidak hanya akrostik, ada teknik lain sebagai pembuatan dasar puisi yaitu mindmap. Misalnya jika kita mau menulis tentang gunung berapi, cari hal-hal yang berkaitan gunung berapi dan bentuklah sebuah mindmap. Namun apapun tekniknya, namun efektivitas kata, rasa, dan jiwa dalam puisi tetap menjadi poin penting agar puisi itu tetap hidup.




Nia Janiar adalah seorang travel writer yang suka jalan-jalan dan menuliskannya untuk berbagai media. Tulisan-tulisan pribadi dan non pribadinya bisa dilihat di http://mynameisnia.blogspot.com/

Sabtu, 13 Agustus 2011

Makhluk Asing dari Tubuhmu

Sabtu, 6 Agustus 2011

Ada yang pernah membaca Majalah Hid*y*h? Saya bertanya di awal sesi penulisan. Sebagian mengiyakan, sementara Ryan menggelengkan kepala.


Saya memiliki memori yang lekat mengenai majalah islami ini. Saat SMP kadang saya dan teman membelinya karena penasaran dengan gambar kartun dan judul di halaman depannya. Gambar kartunnya biasanya menunjukkan kehebohan, wajah terhenyak, orang sakit, atau liang kuburan. Judulnya pun tak jauh beda, misalnya “Perut Jenazah Menyemburkan Api” atau “Akibat Selingkuh, Hamil di luar Kandungan.”


Penulisan kali ini mengambil topik dari kejadian-kejadian yang biasa dituliskan di majalah tersebut. Bagaimana penulis memaknai “azab” tersebut? Hasilnya sungguh menarik.
Hari ini, Riko menjadi pembaca pertama. Anggota baru Writers Circle ini membaca ceritanya dengan semangat.

Riko: Seorang ibu mendapat kabar bahwa anaknya sekarat tersambar petir. Dengan pedih, sang ibu menyaksikan anaknya menghembuskan napas terakhirnya sambil memanggil, “Ibu.” Kini, sang ibu merasa sangat terpukul hidup sendirian dan kehilangan tunjangan yang biasa diberikan anaknya. Ia menyesali bahwa kematian anaknya itu, tak lain, disebabkan oleh sumpah dalam amarahnya sendiri, “Mati disambar petir, kamu!”

Sapta, yang mengenalkan Riko dengan Writers Circle, mendapat giliran kedua membaca.
Sapta: Seorang penari Ronggeng mendambakan dirinya nasib teman sesama penari yang dinikahi menjadi istri ke-7 Pak Lurah. Ia membayangkan bagaimana enaknya hidup dengan menyandang status tersebut. Akhirnya, sebuah mimpi menyadarkannya bahwa nasib temannya tidaklah indah. Dalam mimpi itu, teman dalam keadaan telanjang digiring oleh beberapa orang, dan dari tubuhnya keluar hewan-hewan. Saat ia bangun, diketahui temannya sudah meninggal.

Fadil baru datang di tengah sesi pembacaan. Ia tidak menulis tapi ikut mengapresiasi tulisan. Cerita Sapta, kami pikir, cukup surealis sekaligus mengingatkan pada kekejaman khas “Clockwork Orange”-nya Stanley Kubrick.

Ryan: Sebuah keluarga juragan kelapa sawit yang tidak harmonis. Sang ayah meninggalkan keluarganya. Sang ibu yang kesepian akhirnya terlibat cinta terlarang dengan anak pertamanya. Cinta tersebut berakhir dengan kematian anak pertama yang tragis. Tak disangka, anak kedualah yang merencanakan ini semua. Ia juga memiliki hati pada sang ibu.

Cerita Ryan cukup tragis, kejam, dan memiliki kerumitan yang menarik. Sesi menulis diakhiri dengan cerita perkawinan muda.

Uli: Di sebuah desa, seorang gadis berusia 12 tahun dipaksa menikah oleh keluarga dan tokoh desanya. Sang gadis mungil tahu pernikahan ini hanyalah penembus hutang orang tuanya kepada. Sang gadis melawan tapi gagal. Ia dinikahkan dengan pria tua yang sudah beristri. Gadis itu dipaksa berhubungan seksual dan akhirnya terjadi pendarahan organ internal yang berakibat pada kematiannya. Sang suami yang tak mau disalahkan, mengatakan gadis itu mati bersimbah darah karena azab melawan suaminya. Seluruh desa mempercayainya.

Dalam teori konstruksi realitas Berger & Luckmann disebutkan, setiap kejadian bisa manusia maknai apa saja, tergantung pada sistem kepercayaan yang dianut individu. Berdasarkan hal tersebut, saya memandang pemaknaan atas azab hanyalah sebuah pilihan.

Toh, bila sebuah majalah menggunakan kejadian itu sebagai alat penguatan iman yang berlandaskan ketakutan pada azab, itu terserah mereka. Di sisi lain, kami memiliki pandangan alternatif mengenai fenomena-fenomena tertentu. Bisa dimaknai fenomena medis baru, rekayasa kejadian, nasib, atau... ya memang azab.




Yuliasri Perdani atau bisa dipanggil Uli, adalah seorang pecinta film sejati. Uli, yang memiliki pengetahuan tentang film cukup baik, pernah menjadi cameo di film karyanya bersama teman-temannya.

Minggu, 07 Agustus 2011

Mengupas Spiritualitas

Saptapasta: Ting, apa kabar? Mau liat RLWC ngga? Hari ini kita mau ngumpul dan nulis..
Ryan othink: OK! Jam berapa?
Saptapasta: Jam 4 di Reading Lights, Gandok, Ciumbuluit, sebelah Siliwangi Billiyard
Ryan othink: OK, Siap!!
Saptapasta: C U there!!

Diawali pesan lewat BBM, akhirnya saya bergegas menuju Reading Lights. Seperti biasa Bandung nampak sibuk di hari Sabtu. Keterlambatan para peserta RLWC, termasuk saya, adalah bukti nyata kesibukan Bandung. Justru teman yang saya ajak tadi, datang sebelum pukul 4. Jadwal resmi RLWC adalah Sabtu jam 4 sore, meski belakangan sering ngaret.


Setelah mengenalkan teman saya yang baru bergabung di RLWC, kami akhirnya menentukan tema.

“HIDAYAH!” Kata Nia.

“HAH?” Saya melongo.

“Kan kesepakatan minggu lalu, menjelang puasa..,” kata Nia.

Setelah tawar menawar yang sengit akhirnya hari itu kami tidak jadi menulis tema Hidayah dengan genre mendayu-dayu seperti cerita di sinetron. Hari ini kami enggan menulis “Kuburan yang di kerubuti belatung” atau “Kulit bernanah karena berzinah”. Tema kali ini yang kami sepakati adalah Pengalaman spiritual.

“Itu kan luas, ya?” kata saya.

Seluas apa cerita Pengalaman spiritual yang kami hasilkan?

Seluas pengertian cerita pengalaman spiritual saya tentang tokoh yang koma. Cerita saya berbeda dengan pengalaman “kesaksian” mengenai pasien yang koma di televisi. Tokoh dalam cerita saya justru bertemu dengan seseorang di langit ketujuh dan berbicara dalam bahasa yang tokohnya tidak mengerti. Saat sang tokoh siuman, justru pengalaman spiritualnya menyebabkan sang tokoh mempertanyakan agama yang diyakininya.

"Doa? Seperti apa? Dalam bahasa apa? Bahkan di langit ketujuh aku tak mengerti dia berbicara dalam bahasa apa.

Aku lumpuh dan aku tak menemukan pelajaran dari ini semua. Salahkan saja perjalananku menuju langit ke tujuh. Salahkan saja gambaran yang terparti dalam ingatanku. Aku tak merasa bersalah karenanya."

Seluas apa pengalaman spiritual yang Rizal hasilkan?

Tokoh yang ditinggalkan sahabatnya karena kematian memisahkan mereka. Lewat sepucuk surat, sahabatnya berpamitan dan memintanya untuk datang ke kampung tempat sahabatnya mengabdikan dirinya. Saat tiba di kampung itu barulah tokoh utama sadari betapa berjasa sahabatnya ini dimata warga sekitar. Perpisahan di tepi pantai dengan “spirit” sang sahabat adalah pengalaman spiritual yang dimaksud.

“Aku memaafkanmu..”

Pengalaman spiritual selanjutnya lewat cerita Nia lebih luas.

Sang tokoh yang terhasut oleh temannya yang religius. Hasutan yang berakhir dengan pengalaman spiritual lewat jamur tai kebo. Seperti efek LSD sampai tahap narkose. Kalimat-kalimat yang dihasilkan oleh sang tokoh teruntai indah seperti mantra, seperti puisi pujangga, tentang dosa, tentang hidup dan kematian. Halusinasi.

"Suara-suara yang aku dengan menjadi benang-benang halus yang masuk ke telinga, lalu menggelitik benda-benda yang melayang di atas sana, termasuk si jam dinding yang berbengkok-bengkok jarumnya. Tik tok tik tok, jarum berdetik mundur ke belakang."

Bukan Dea, bila tak bermain dengan kata-kata. Ia memaknai lebih luas lagi bagaimana pengalaman spiritual bisa dihasilkan. Disaat Spiritual yang sudah tidak merasa lagi menjadi Spirimudal. Lewat berkas cahaya yang di hasilkan oleh Spiritus.

Disusul cerita Fadil. Diceritakan tokoh Yahudi yang sedang berdoa lewat tembok ratapan. Kehusyuan sang tokoh yang bedoa ini adalah pengalaman spritualnya.

“Suara-suara yang tidak masuk lewat telinga melainkan pori-pori tubuhnya.”

Dani adalah peserta terakhir yang membacakan ceritanya. Ryan memutuskan untuk tidak menulis karena datang terlambat, sementara Retno dan Othink setia mendengarkan sesi pembacaan RLWC hari ini.

Sebelumnya Dani sudah memberikan peringatan, “Mungkin cerita yang gua buat nggak nyambung ama spiritual.”

Cerita seorang tokoh yang menyerahkan benda kenang-kenangan kepada seorang wanita berambut merah. Wanita ini adalah istri dari prajurit yang sebenarnya dibunuh dalam peperangan oleh sang tokoh. Niat baiknya timbul karena entah kenapa rasa iba tiba-tiba muncul. Sayangnya niat baiknya ini berubah! Sang tokoh jatuh cinta pada wanita berambut merah, haruskah dia mengatakan yang sejujurnya?

Sesi RLWC kali itu seperti biasa kami akhiri dengan banyak diskusi. Minggu depan sudah masuk bulan puasa. Selamat berpuasa untuk yang menjalankannya! Semoga bulan ini bulan yang tepat untuk merangkai pengalaman spiritual kita.






Sapta P. Soemowidjoko. Bergelar sarjana science yang pada akhirnya terjun ke dunia seni. Hobinya menulis, menggambar, dan memotret yang pada akhirnya digeluti secara profesional. Semasa kuliah pernah menjadi penyiar dan produser di beberapa radio dengan genre anak muda. Terakhir, ia pernah terpilih menjadi art director LA Indie Movie dalam film Dummy Bukan Dami sekaligus menjadi pemeran utamanya. Visual merchandise and promotion untuk Corniche adalah pekerjaan tetap yang tertulis dalam kartu namanya.